Oleh: Nur Hasanah
Covid-19 atau yang lebih dikenal dengan korona telah menggegerkan dunia internasional sejak Desember tahun lalu. Virus yang pertama kali menyebar di wilayah Wuhan, China telah menarik perhatian lebih dari berbagai negara di dunia. Bagaimana tidak, tak sampai beberapa bulan virus ini telah menyebar ke berbagai wilayah lainnya. Bukan hanya di wilayah China bahkan hampir seluruh negara di dunia saat ini sebagian penduduknya telah terinfeksi Virus asal Wuhan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh negara-negara dunia untuk menangkal agar Covid-19 atau korona tidak menginfeksi penduduknya. Banyak di antaranya menutup penerbangan nasional terutama dari Cina, mengisolasi negerinya dan melakukan pemeriksaan ketat. Bagi negara yang penduduknya sudah terlanjur terinfeksi oleh virus corona juga telah mengupayakan dengan upaya yang dapat di katakan tidak main-main. Ada yang para pejabatnya menyumbangkan sebagian gajinya, mempekerjakan para tahanan untuk menjahit masker dan ADP, membatasi interaksi, melengkapi keperluan medis, bahkan melakukan lockdown terhadap negaranya.
Berbeda dengan Indonesia, sejak awal jajaran petinggi negara telah menyepelekan makhluk tak kasat mata ini dengan berbagai klaim semisal cuaca di Indonesi tak cocok untuk virus corona, daya imun masyarakat Indonesia kuat, virus corona disamakan dengan flu yang dapat sembuh sendiri dan hal ini pun diaminkan oleh jajaran petinggi istana kepresidenan. Bahkan salah satu mentri pun mengatakan dengan sombongnya bahwa Indonesia adalah satu satunya negara di Asia yang tidak terkena corona. Di saat negara negara lain berlomba untuk mengahalau virus corona, Indonesia justru mempersilahkan WNA asal Cina untuk berjibun masuk ke negaranya. Dengan berbagai dalih seperti iklim, kuatnya imun dan bahkan dapat sembuh dengan sendirinya, WNA cina dipermudah untuk memasuki kawasan Indonesia. Dan disaat negara lain menawarkan solusi semisal membatasi interaksi sosial bahkan lockdown untuk negaranya, Indonesia justru mensolusikan pemberian insentif untuk wisatawan, mengundang wisatawan sebanyak-banyaknya. Bahkan saat dunia internasional mulai meragukan Indonesia dalam mengahadapi corona, mentri kesehatan marah dan menantang Harvard untuk membuktikan virus corona telah mencapai Indonesia.
Akhirnya kesombongan para petinggi pun "terbayar tunai". Kasus demi kasus bermunculan. Tapi tetap dengan kepercayaan diri yang tinggi Indonesia masih menganggap enteng kasus ini. Sampai saat ini pun pemerintah dianggap kurang tegas dalam penetapan kebijakan-kebijakannya. Padahal para dokter dan tenaga medis lainnya telah bingung kekurangan ADP (Alat Pelindung Diri) bahkan tak ada kayu rotan pun jadi, tak ada ADP jas hujan pun jadi. Fasilitas rumah sakit yang kurang memadai juga menjadi salah satu hambatan, langka-nya masker medis, pengecekan sampel yang minim juga menjadi sebuah fenomena gunung es yang belum terpecahkan. Sampai saat ini banyak dokter dan tenaga menjadi korban, sedang jumlah pasien terus bertambah. Menurut data Nasional saat ini (per 12 Mei 2020), pasien positif telah mencapai angka 14.749 pasien dan lebih dari 1000 orang telah meninggal. Kebijakan-kebijakan dari pemerintah pun seakan tak mampu meredam pandemi. Lockdown yang menjadi salah satu solusi di banyak negara tidak diambil, karena ketidakmampuan negara jika harus menghidupi seluruh masyarakat. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seakan tidak efektif karena terlambat ditetapkan disamping kurangnya kerjasama pusat dan daerah menjadi salah satu penyebab ketidakefektifannya. PSBB yang tidak disertai tindakan tegas baik dari pemerintah maupun masyarakat juga dinilai kurang efektif. Apalagi dengan perbedaan pendapat pengambilan kebijakan antara presiden dan mentrinya atau pun jajaran lainnya. Semisal kebijakan tentang mudik, kebijakan jam malam, kebijakan tentang angkutan umum dan lain-lain.Kebijakan negara yang berubah-ubah semakin memperjelas dan menandakan ketidakmampuan negara dalam menangani pandemi. Masyarakat pun dibuat bingung atas berubah-ubah nya kebijakan disertai ketidaktegasan aparat dalam menerapakan aturan.
Berbeda dengan Islam, yang selalu memiliki solusi bagi setiap problem hidup manusia dalam seluruh aspek kehidupan. Bahkan untuk urusan wabah pun Allah telah memberikan solusinya agar wabah tidak semakin meluas, melalui lisan baginda Rosulullah SAW dinyatakan "Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada didaerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya." (HR. Bukhari & Muslim). Disamping mengambil langkah tanggap untuk mengisolir rakyat yang terkena penyakit menular, negara dalam pemerintahan Islam juga bertanggungjawab memenuhi kebutuhan pokok rakyat. Sebagaimana yang pernah dilakukan Khalifah Umar Bin Khaththab ketika menangani wabah tha’un maupun saat menghadapi musibah kekeringan. Beliau segera membentuk pos-pos makanan sebagai dapur umum untuk memberi makan rakyat. Bagi mereka yang tidak bisa datang, Khalifah Umar mengirimkan makanan tersebut ke rumah- rumah penduduk selama berbulan-bulan hingga musibah usai.
Demikianlah gambaran sistem Islam dan pemimpinnya ketika menghadapi musibah termasuk didalamnya wabah. Wallahu a’lam bish-showab.