Bunuh Anak, Hingga Korban Pelecehan Seksual: Bukti Abainya Negara Terhadap Kriminalitas




Oleh : Ismawati 
(Aktivis Muslimah Banyuasin)

Belum lepas dari ingatan kita, kisah pilu pembunuhan seorang balita berusia 5 tahun berinisial APA di Sawah Besar, Jakarta Pusat yang dibunuh oleh remaja berusia 15 tahun berinisial NF dirumah pelaku. Peristiwa yang terjadi pada Hari Kamis (6/3/2020) lalu itu sangat menyita perhatian. Pasalnya, latar belakang pelaku NF diketahui karena terinspirasi dari menonton film horror. 
NF membunuh korban dengan cara menenggelamkan kepala bocah tersebut ke bak mandi. Setelah membunuh APA, NF menyimpan jenazah korban didalam lemari rumahnya. Hingga keesokan harinya saat hendak pergi kesekolah NF melaporkan dirinya ke polisi karena telah melakukan pembunuhan.

Namun kini, sejak menjalani proses hukum dengan rehabilitasi dan pemeriksaan kejiwaan. Terungkap bahwa NF tengah hamil dengan usia kandungan 14 minggu. Informasi ini dibenarkan oleh Direktur Jendral Rehabilitasi Sosial Kementrian Sosial Harry Hikmat. Beliau mengatakan NF diperkosa oleh tiga orang terdekatnya. Yakni satu orang sepupu tirinya berinisial F sebanyak 4 kali, satu cucu kakak ibu tiri NF berinisial R memperkosa sebanyak 9 kali dan satu orang kekasihnya berinisial A yang diperkosa sebanyak tiga kali. Dengan total 19 kali. Artinya NF kini harus mengalami tekanan lantaran sebagai pelaku pembunuhan dan korban pelecehan seksual.

Sungguh ini merupakan kejadian yang sangat memilukan. Di usianya yang masih muda NF sudah harus menghadapi tekanan karena sebagai pelaku pembunuhan dan korban pelecehan seksual. Kurangnya kontrol keimanan individu menjadi penyebab utama dalam kasus ini. Sekulerisme (memisahkan agama dari kehidupan) menjadikan mereka bertindak sesuai apa yang mereka mau. 
Keluarga sebagai faktor yang berperan penting dalam mendidik anak saat ini mulai kehilangan perannya. Dalam sistem kapitalisme, keluarga dituntut untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dibandingkan dengan berbagi peran antara ibu dan ayah dalam mencari nafkah dan menjaga serta mendidik anaknya. Ditambah retaknya ketahanan keluarga yang dapat mempengaruhi psikologi/ kejiwaan pada anak. Sehingga orang tua yang sejatinya menjadi kontrol utama dalam mengawasi aktivitas anak pun semakin lama semakin hilang. Karena sudah terhimpit masalah rumah tangganya sendiri.
 
Belum lagi anak-anak remaja saat ini dengan mudahnya mengakses film-film yang menunjukkan hal kekerasan individu. Mudahnya mengakses konten-konten tersebut dalam genggaman gawainya. Peristiwa ini membukakan mata kita bahwa rapuhnya ketahanan keluarga akibat sistem pemerintahan yang di terapkan negara saat ini. Pemerintah kian abai melakukan kontrol terhadap konten dan media-media yang menjadi tontonan para remaja. Itulah produk yang dihasilkan sistem kapitalisme. Tolak ukurnya adalah materi. Bila bisnis film horror nan keji menggiurkan pasar, maka akan terus diproduksi hingga meraup banyak keuntungan. Bahaya perusakan pemikiran hingga moralitas tidak begitu di perhitungkan. Miris!

Menuntaskan permasalahan ini hendaknya butuh solusi yang menyeluruh baik dari individu, keluarga, masyakarakat dan negara. Ke empat elemen ini harus saling bekerja sama menjadi solusi agar tidak terjadi NF lain diluar sana.
Individu misalnya, harus dibekali keimanan kepada sang pencipta. Menjadi pribadi yang bertakwa sangat dibutuhkan agar manusia tak sekehendaknya melakukan perbuatan dengan tidak terikat aturan-aturan-Nya. Keluarga di kembalikan lagi ke fungsi dan perannya. Ayah sebagai pencari nafkah dan ibu sebagai pengatur rumah tangga, dan pendidik anaknya sebagai asset generasi saat ini. Sehingga anak pun menjadi anak yang taat pada agama dan kedua orang tuanya selama tidak melanggar hukum-hukum Allah. 

Rasulullah SAW bersabda : “Sebaik-baik kalian adalah (suami) yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku” (HR. Tirmidzi)

Negara sebagai faktor penting pencegahan perilaku seksual dan kriminalitas memiliki peran mengadopsi hukum yang berasal dari Allah SWT. Allah SWT berfirman : “Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan maka mereka itulah para pelaku kekafiran” (TQS. Al-Maidah : 44). Yakni mewujudkan Sistem pemerintahan yang shohih yang berasal dari Allah SWT (Khilafah) dengan menerapkan aturan dan perundang-undangan sesuai ketentuan nash syara’.

Pengaturan media di dalam islam adalah sebagai sarana edukasi dan dakwah. Ketentuan konten atau isi di dalamnya hendaklah memperhatikan hukum syara’. Tentunya, produksi film atau tayangan apapun tidak berdasarkan apa yang laris di pasaran hingga mengabaikan ketentuan Agama dan Norma. Negara tidak boleh membiarkan beredarnya film pornografi, kekerasan bahkan percintaan remaja yang dapat mengundang syahwat. Sehingga anak-anak hanya di pertontonkan tayangan yang islami, sehat bagi jiwa dan otak. Serta menambah kecintaan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Menjadi generasi yang baik untuk kehidupan bangsa.

Wallahu a’lam bishowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak