Benarkah Prediksi Berakhirnya Wabah?



Oleh: Widhy Lutfiah Marha
Pendidik Generasi dan Member Akademi Menulis Kreatif


Sebuah universitas di Singapura, Singapore University of Technology and Design (SUTD) melakukan penelitian mengenai kapan berakhirnya pandemi Covid-19 di Indonesia. Hasil penelitian ini memberikan harapan bahwa penyebaran virus ini akan segera berakhir sebelum akhir tahun ini.


Dalam penelitian tersebut, ilmuwan tersebut menyebutkan 97% kasus di Indonesia akan selesai pada 6 Juni 2020 nanti. Sedangkan 100% kasus diperkirakan akan selesai pada 1 September 2020.


Tanggal 29 Mei 2020 virus Corona di Indonesia berakhir 29 Mei 2020 diprediksi oleh pakar statistika Universitas Gajah Mada (UGM). Penelitian ini menggunakan model probabilistik yang didasarkan atas data real atau Probabilistik Data-Driven Model (PDDM).


Kemudian Presiden Joko Widodo (Jokowi) memprediksi virus Corona di Indonesia akan berakhir pada akhir 2020 dan masyarakat akan bisa kembali ke kehidupan sebelumnya serta melakukan perjalanan wisata.


Penelitian terbaru dari Singapore University of Technology and Design (STUD) memprediksi virus Corona akan berakhir di Indonesia pada 6 Juni 2020.


Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Letjen TNI Doni Munardo memprediksi, pandemi Corona akan berakhir pada Juni-Juli nanti.


Namun berbeda,  Epidemiolog dari Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjajaran (Unpad), Bony Wien Lestari menyanksikan pernyataan Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Letjen TNI Doni Munardo soal prediksi pandemi Corona akan berakhir pada Juni-Juli nanti.


Bony mempertanyakan atas dasar apa prediksi tersebut dikeluarkan. Menurutnya, hingga saat ini angka pasein yang terkonfirmasi positif Covid-19 masih terus melonjak.


"Sebagai seorang epidemiolog, saya akan bertanya atas dasar apa kemudian beliau bisa menyatakan bahwa pandemi akan berakhir Juni dan kondisi Indonesia mulai normal Juli. Hingga saat ini, masih menunjukkan tren peningkatan kasus positif, ODP dan PDP disertai perluasan kasus ke hampir seluruh kabupaten kota di mana sekarang 25 dari 27 kabupaten kota sudah terdampak Covid-19," kata Bony Kepada Liputan6.com, Sabtu (2/5/2020).


Berkaca dari data tersebut, Bony mengaku tak berani mengatakan bahwa kondisi Indonesia mulai normal di bulan Juli. Walaupun ia mengharapkan ada penurunan kasus setelah Juni.


Banyaknya  prediksi bahwa pandemi ini akan berakhir dalam waktu dekat, tentu membuat lega  berbagai kalangan. Tetapi, bagaimana respon masyarakat terkait kabar ini?  Respon yang beragam tentunya. Ada yang tetap mengikuti protokol kesehatan dan usaha pencegahan seperti tetap menggunakan masker, sering cuci tangan dengan sabun, social distancing. Tetapi banyak yang merespon dengan sikap meremehkan tingkat bahaya Corona ini. Tidak mengindahkan  semua ketentuan protokol kesehatan, karena merasa tidak akan terdampak.  Padahal sikap demikian bukannya akan memutus penyebaran, tapi malah mengundang virus lebih berkembang.


Begitu aneh, respon yang diberikan oleh pemerintah terhadap peringatan WHO itu. Pemerintah malah begitu yakinnya Indonesia bebas virus Corona, dan menggenjot sektor pariwisata.


Seharusnya pemerintah bertindak maksimal untuk menghentikan sebaran virus ini dan menangani korban. Pemerintah bisa mencontoh Singapura dalam hal ini, dimana dari 4000 orang yang terinfeksi virus Corona, hanya 4 orang yang meninggal. Bandingkan dengan Indonesia. Data per 6 Mei  2020, jumlah terinfeksi sebanyak 12.438 orang, dimana 895 orang meninggal dunia.


Penelusuran kontak, prosedur karantina yang ketat, dan pembatasan perjalanan yang terukur, adalah kunci sukses Singapura menangani pandemi ini. Pemerintah benar-benar serius mengurus rakyatnya. Baik upaya pemutusan penyebaran ataupun penanganan terhadap korban yang terdampak virus Corona.


Terlepas dari prediksi kapan berhentinya wabah, semestinya pemerintah konsentrasi terhadap penanganan saat wabah. Angka kematian yang tinggi akibat virus jangan sampai disusul dengan angka kematian akibat kelaparan. Karena bagaimana pun banyak warga terdampak yang sangat membutuhkan pertolongan.


Dampak wabah corona tergantung dari berapa lama virus ini menjangkiti umat. Ketahanan manusia, keluarga, juga negara memiliki batasnya. Tentu, semakin lama virus ini mewabah semakin besar juga dampaknya, baik saat wabah maupun pascawabah.


Inilah yang seharusnya menjadi fokus pemerintah yaitu penanganan saat wabah. Karena kondisi pascawabah ditentukan seberapa besar penanganan saat wabah ini berlangsung. Prioritas kebijakan pemerintah harusnya mengenai bagaimana agar wabah ini segera berakhir dan bagaimana penanganan pada korban yang terjangkit.


Jika melihat realitas saat ini, kebijakan kontradiktif yang kerap dilakukan pemerintah. Seperti diizinkannya 500 TKA Cina masuk ke Sulawesi Utara, membuat wabah ini semakin lama selesainya. Akhirnya, bisa diprediksi angka kematian dan hancurnya ekonomi di level maksimal.


Oleh karena itu, kita harus secepat mungkin menghentikan pandemi ini agar dampak pascawabah tidak terlalu besar. Baik bagi ekonomi dan terlebih bagi peradaban umat manusia.


Namun sungguh sayang, rezim sekuler Kapitalis dengan kebijakannya yang kontraproduktif telah menjadikan wabah ini semakin besar dan bisa jadi tak terkendali.

Islam Teladan Atasi Wabah


Islam dengan seperangkat aturannya akan memaksimalkan menghentikan wabah ini secepat mungkin. Karantina total yang dicontohkan Rasulullah saw. adalah wujud nyata cara terampuh menyelesaikan masalah ini.


Rasulullah telah memberi teladan kepada umatnya tentang penyakit. Penyakit dan semua yang terjadi adalah atas kuasa Allah. Ini akidah yang membuat manusia akan selalu kembali kepada Allah.


 Memohon ampun kepada Allah. Memohon keselamatan kepada Allah. Tapi di saat yang sama Rasulullah mengajarkan agar pengikutnya menggunakan ilmu. Dan ilmu itu pun dari Allah. Ilmu menanggulangi penyebaran penyakit dan ilmu menyembuhkan penyakit. Menghindari penyakit harus dilakukan. Meremehkan aturan, sehingga menyebabkan diri dan orang lain menjadi sakit adalah dosa dan bentuk menjatuhkan diri dalam kerusakan. Seperti dalam firmanNya:

"Jangan jatuhkan diri kalian dalam kerusakan dan kebinasaan." (QS. al-Baqarah : 195)


Begitu juga Rasulullah, saat seseorang datang ingin baiat. Lalu ketika hendak berjabat tangan, Rasulullah melihat tanda-tanda penyakit kusta di tangan orang itu. Rasulullah urung berjabat tangan. Padahal biasanya Rasulullah berjabat tangan saat menerima baiat. Rasulullah bersabda :


"Firra minal majdzum firooroka minal asad, hindarilah penderita kusta seperti engkau lari dari harimau." (HR. Ibnu Majah)


Rasulullah melakukan langkah tersebut agar penyakit tidak menular. Penyakit diisolasi sehingga mudah ditangani. Hal ini tentu bukan berarti abai akan takdir Allah.


Sungguh tepat pula yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab. Saat perjalanan menuju Syam, beliau mendengar kabar ada wabah penyakit di Syam. Setelah bermusyawarah dengan sahabat senior, beliau memutuskan membatalkan perjalanan. Beliau memilih kembali pulang ke Madinah. Saat ditanya seorang sahabat, apakah pulang ini berarti lari dari takdir Allah? Mungkin sahabat ini ingin tetap melanjutkan perjalanan sembari tawakkal kepada Allah. Khalifah Umar menjawab : Kita lari dari takdir Allah menuju takdir yang lain, yang juga ketetapan Allah. Lalu Khalifah Umar memberikan analogi : Jika kalian sedang berternak unta, lalu mendapati di sana ada hamparan tanah yang subur penuh rerumputan dan di tempat lain ada hamparan tanah kering kerontang. Bukankah kalian akan memilih membawa unta kalian ke tanah yang subur? Inilah usaha yang diperintahkan Allah.


Demikianlah, teladan Rasulullah  saw. dan khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu anhu dalam mengurus urusan rakyatnya. Bagi penduduk di wilayah yang mengalami wabah dilarang keluar wilayah. Bagi yang ada di luar wilayah dilarang memasuki wilayah yang terkena wabah. Segalanya juga dilakukan cepat. Mengapa bisa cepat? Tidak lain karena mereka memiliki perhatian besar terhadap rakyat, khawatir jika ada hak rakyat yang lambat sampai kepada mereka akan menyebabkan mereka kesulitan, dan menyulitkan rakyat adalah dosa besar yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban.


Selain itu negara menjamin seluruh kebutuhan pokok masyarakatnya, sandang, pangan dan papan termasuk juga kesehatan, keamanan dan pendidikan. Baik saat tidak ada wabah, apalagi saat wabah berlangsung.


Sehingga dalam kondisi wabah, saat kepala keluarga di PHK, lapangan pekerjaan sempit lantaran perusahaan banyak yang kolaps, kondisi keluarga dan tetangga pun tidak jauh beda. Sebab negara berperan besar memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya.


Maka dari itu sudah saatnya kita kembali kepada aturan Islam dan menerapkan seluruh aturan Allah secara kafah, termasuk saat menghadapi wabah. Terbukti Islam menangani wabah dengan cepat dan tepat. Tidak hanya memberi harapan palsu dengan prediksi-prediksi sumbang yang tidak pasti. Bahkan rakyat tidak akan kawatir lagi dengan hajat hidupnya,  karena ada yang melindungi.


Wallahu a'lam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak