Oleh Sri Nova Sagita
Baru-baru ini viral sebuah video Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara, Sehan Salim Landjar di media sosial. Di video tersebut, Sehan Landjar geram karena mekanisme pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah pusat dianggap sulit. Semetara warga tak bisa menunggu lama untuk mendapatkan bantuan itu.
"Kalau sistem pembagian BLT tanya saja di Kemensos dan Kemendes, itu program kedua kementerian itu. Kalau program saya menelangi kesulitan rakyat yang sangat mendesak, mereka butuh makan hari ini, bukan disuruh menunggu besok, atau sampai administrasi tentang BLT selesai. Kebutuhan untuk isi perut rakyat tidak bisa menunggu onggokan kertas yang diminta oleh para menteri, sebagai syarat untuk mendapatkan uang Rp 600 ribu, rakyat saya bahkan memohon biar tidak dapat duit BLT," Jelas Sehan saat dikonfirmasi, Minggu (detik.com, 26/4/2020).
Sehan tetap memberikan bantuan kepada warga yang meminta beras meski termasuk penerima BLT, sebab menurutnya, kebutuhan warga tak bisa menunggu. Sementara persyaratan untuk mendapatkan BLT yang belum ada, mesti harus lengkap administrasi dan buka rekening bank, sementara perutnya perlu di isi sekarang, “ujarnya. (detik.com)
Jika Sehan Salim Landjar begitu geramnya menunggu distribusi bantuan dari pemerintah. Bagaimana dengan pemimpin negeri ini? Kenapa bantuan tersebut sulit terdistribusikan?
Dilansir dari katadata.co.id ,Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengungkapkan, melalui pemantauan media sosial Twitter, awalnya terlihat publik menyambut baik kebijakan pemerintah menetapkan sejumlah bansos, mulai dari bansos sembako hingga bansos tunai.
Namun, implementasi penyaluran bansos yang tidak terarah dan tumpang tindih dianggap menjadi penyebab masyarakat tidak lagi memandang program bansos secara positif.
Indef mengharapkan, pemerintah dapat memperbaiki akurasi data kelompok rentan dalam pelaksanaan program jaring pengaman sosial untuk menanggulangi dampak pandemi Covid-19. Perbaikan data ini diperlukan untuk mencegah munculnya konflik akibat kecemburuan sosial.
Adapun, berdasarkan hasil riset analisis yang diterbitkan indef ditemui pada 7 April 2020 kebijakan mengenai jaring pengaman sosial mendapatkan 56% sentimen negatif dan 44% positif dari 17.781 perbincangan. Pokok utama perbincangan di media sosial adalah, penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) yang tidak tepat sasaran.
Oleh karena itu, pemerintah perlu memperbaiki implementasi penyaluran bantuan, tak hanya bansos saja, melainkan juga bantuan lain seperti sembako. Penyaluran bantuan dengan tepat sasaran menjadi kunci, agar kelompok yang rentan terdampak pandemi Covid-19 sepenuhnya menerima bantuan. ( Katadata.co.id, 26/4)
===
Betapa menderitanya rakyat ketika mereka sangat membutuhkan bantuan, namun terganjal aturan. Jika dikuti prosedurnya, sesuai surat No. 1261 Kemendes-PDT maka pemberian BLT dari dana desa prosedurnya cukup panjang dan berbelit yakni tertib administrasi dan punya rekening bank. Kemudian, syarat utama penerima BLT bukan penerima bansos dari kementrian lain. Mungkinkah ketika rakat sudah kelaparan, pemberian bantuan masih pilih-pilih dan dipersulit dengan berbagai prosedur? Padahal dalam kenyataan diatas, distribusi bantuan tidak sedikit yang salah sasaran.
Misalnya saja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Jhonny Simanjuntak, yang terdata sebagai salah satu penerima bansos. Tak hanya di Jakarta, di Jawa Timur, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur, Achmad Amir, menceritakan bantuan antara pemerintah provinsi dan tingkat desa yang tumpang tindih. Lalu, masyarakat yang berada di rumah hanya mendapat masker dan sembako. Tapi, mereka yang keluyuran malah dapat bantuan lebih.
Menyedihkan memang, apalagi ketika kita melihat kabar viral, video yang berdurasi 25 detik yang menunjukkan dua anak yatim piatu di Desa Sebau, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, dengan kondisi tubuh kurus kering akibat kelaparan. Pemkab Muara Enim pun mengklaim pemerintah daerah sama sekali tak menutup mata, tapi sejak 2015 rutin memberi bantuan. (VIVAnews,24/4)
Hal ini jelas menunjukkan bahwa pemimpin negeri ini tak sigap dan tidak siap menjadi perisai bagi rakyat dalam menghadapi wabah ini. Sejatinya Pemerintah tanggap dan teliti terhadap akurasi data bantuan yang seharusnya sudah valid.
===
Sepenggal kisah Khalifah Umar bin Khattab dapat kita dijadikan pelajaran atas penanggulangan bencana di negeri ini. Sejarah sudah menunjukkan bagaimana keteladan dari Khalifah Umar bin Khattab ketika terjadi musim paceklik di seluruh kawasan jazirah Arab. Tanaman-tanaman gagal panen, termasuk lahan-lahan di sekitar lembah Sungai Euprat, Tigris, dan Nil. Banyak orang-orang yang masuk ke Madinah untuk meminta bantuan pemerintah. Akhirnya Khalifah Umar membentuk tim untuk menanggulangi bencana kekeringan ini.
Setiap orang dari tim penanggulangan bencana ditempatkan pada pos-pos di perbatasan Kota Madinah untuk mencatat hilir mudik orang yang mencari bantuan makanan. Hingga tercatat sepuluh ribu orang yang masuk ke dalam Madinah dan lima puluh ribu orang yang masih berada di daerah asalnya. Khalifah Umar segera menyalurkan bantuan kepada orang yang berada di luar Madinah dan menampung orang yang mengungsi.
Khalifah Umar memberikan segalanya hingga tidak ada yang dapat diberikan. Kemudian Khalifah Umar mengirim surat kepada Abu Musa di Bashrah dan Amru bin Ash di Mesir yang berisi, “Bantulah umat Muhammad, mereka hampir binasa”.
Kemudian kedua gubernur mengirimkan bantuan ke Madinah dalam jumlah besar hingga mencukupi kebutuhan pangan rakyat yang mengalami musibah kekeringan. Selain itu, Khalifah Umar pun senantiasa bermunajat kepada Allah melalui doa meminta turun hujan bersama paman Nabi, Abbas.
Sungguh sangatlah agung dan mulia sikap Khalifah Umar bin Khattab dalam mengayomi rakyatnya. Ia tak malu untuk terjun langsung menjadi pelayan bagi rakyatnya yang membutuhkan bantuannya. Ia pun tidak mempermasalahkan tubuhnya kurus dan kulitnya menghitam ketika ia dan rakyatnya dilanda musim paceklik.
Tidak ada perlakuan khusus terhadap Umar selama musim paceklik. Umar radhiyallahu’anhu berkata, “Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan.”
Khalifah Umar menyadari bahwa ia akan mempertanggungjawabkan posisinya sebagai pemimpin. Sebagaimana hadits riwayat Bukhari, “Imam (waliyul amri) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.”
Dengan demikianlah, hendaklah para pemimpin menjadikan Umar Bin Khattab sebagai salah satu teladan. Dengan meneladani cara Umar Bin Khattab dalam menangani musibah yang menimpa rakyatnya. Semua itu akan sempurnya jika aturan Islam diterapkan secara menyeluruh oleh negara. Wallau a’alam!