Ummu Mujahid
(Pegiat Literasi Islam)
Sejak awal masuknya wabah yang disebabkan Covid19 ke Indonesia, masyarakat sudah dibuat resah. Berbagai kalangan mulai meminta kepada pemerintah agar memberlakukan lock down seperti yang diberlakukan di negara -negara yang lebih dahulu terkena wabah.
Namun apa hendak dikata, tuntutan tak kunjung dipenuhi. Sebabnya tak lain masalah perputaran ekonomi yang nantinya akan menjadi tidak stabil.
Sebagai gantinya, masyarakat diminta social distancing, untuk tetap di rumah saja dengan harapan rantai penularan covid 19 bisa segera terputus.
Imbasnya jelas membayang di mata. Ekonomi lumpuh, gelombang PHK mulai membadai dan jutaan orang terancam kehilangan mata pencaharian.
Dalam kondisi demikian, tak ayal lagi hadirnya negara sangat diharapkan turut bertanggung jawab memberikan solusi.
Sayang, kenyataan tak seindah harapan. Justru kesan "pelit" yang tampak. Seolah sibuk menghitung- hitung kerugian untuk menyalurkan bantuan kepada sasaran rakyat yg berhak menerima.
Bantuan langsung tunai (BLT) yang telah rencananya akan dikucurkan harus ditebus dengan proses yang bertele-tele. Hanya untuk memperoleh Rp. 600.000,00 sebagai bantuan 3 bulan, sebelumnya harus memiliki nomor rekening di bank.
Hal ini menuai protes dari Bupati Bolaangmongondow timur (boltim) Sulawesi Utara. Dalam video yang sontak viral di media sosial, seorang bupati Sehan Salim landjar mengungkapkan kekesalannya.
"BLTnya kapan? Masih mau buka- buka rekeninglah, inilah, kriteria macam - macam negeri sudah mau bangkrut Menteri -menteri masih ngeyel semua.” kata Sehan dalam video tersebut. (detiknews.com, 26/4/2020)
Jika Sebelum datangnya wabah covid 19 saja jumlah kemiskinan sudah tak terkira jumlahnya apatah lagi ditambah dengan alasan wabah virus ini maka diperkirakan tingkat orang- orang yang tak mampu terus bertambah.
Seharusnya pemerintah bisa gesit dan jeli melihat fenomena ini dan lebih agresif lagi dalam menyalurkan dana ke masyarakat terlebih mereka yang sangat membutuhkan uluran tangan negara.
Lamban dan rumitnya bantuan dikarenakan warga diharuskan untuk memiliki nomor rekening hal ini bisa dipastikan bahwa orang miskin yang tidak pernah bersentuhan dengan instansi bank akan sulit mendapatkan bantuan ini.
Dan dimungkinkan akan ada banyak pihak yang salah sasaran dalam menerima bantuan tersebut sehingga bisa memicu kecemburuan dan konflik sosial di tengah masyarakat.
Hal ini akan semakin memperpanjang penderitaan rakyat di tengah wabah virus Corona ini.
Sangat disayangkan bantuan dengan mekanisme yang terulur panjang ini sungguh membutakan hati. bagaimana mungkin di saat kondisi tercekik seperti ini rakyat masih harus dibebani pengurusan rekening untuk penyaluran bantuan.
Jika demikian benarkah negara serius memikirkan keadaan rakyatnya??
Wajar dalam sistem demokrasi neoliberalisme, kapitalislah yang menjadi motor ekonomi di suatu negara bisa dipastikan rakyat tidak akan menjadi beban bagi negara. Sebaliknya, rakyat dibiarkan mengurusi masalah dan kepentingannya sendiri.
Sebagaimana watak Ekonomi kapitalis, maka kebijakan sangat mengedepankan asas manfaat, untung dan rugi. Penguasa hadir hanya sebagai pengatur jalannya roda perekonomian bukan sebagai pengurus dan pelayan yang bertanggung jawab atas kondisi rakyatnya.
Di sisi lain negara kerap kali menjadikan rakyatnya sebagai komoditas untuk pendapatan kas negara dalam bentuk pajak yang terus dibebankan kepada rakyat.
Lain halnya dalam sistem Islam, Imam /khalifah sebagai kepala negara adalah pengurus yang bertanggung jawab atas rakyatnya dan dia akan dimintai pertanggung jawaban atas pengurusan rakyatnya. (Hadits Al- Bukhori)
Tak heran jika para pemimpin muslim saat itu sangat berhati- hati dalam menjalankan amanah dan tanggung jawabnya termasuk dalam hal jaminan negara dalam pemenuhan sandang, papan dan pangan terhadap rakyatnya
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab ra, Madinah pernah terjadi krisis ekonomi. Maka beliau langsung memerintahkan pendirian posko - posko bantuan, kemudian membagikan makanan dan pakaian langsung kepada rakyat yang jumlahnya mencapai enam puluh ribu orang. Luar biasa !
Disebutkan bahwa Khalifah Umar ra. memberi makanan kepada orang-orang badui dari Dar ad-Daqiq, sebuah lembaga perekonomian yang berada pada masa pemerintahan Umar. Lembaga ini bertugas membagikan bantuan berupa tepung, mentega, kurma, dan anggur yang berada di gudang kepada orang-orang yang datang ke Madinah sebelum bantuan dari Mesir, Syam, dan Irak datang.
Dar ad-Daqiq kian diperbesar agar bisa membagi makanan kepada puluhan ribu orang yang datang ke Madinah selama sembilan bulan, sebelum hujan tiba dan ada harapan penghidupan.
Selain itu, Khalifah Umar ra tidak hanya menunggu rakyatnya minta bantuan, tetapi juga menjemput bola. Malik bin Aus (berasal dari Bani Nashr) menceritakan bagaimana sepak terjang Khalifah Umar ra. dalam menangani krisis ini. Bahkan rakyat yang tidak datang meminta bantuan maka Umar ra mengirimkan langsung bantuan - bantuan tersebut selama berbulan-bulan. (muslimahnews.com, 07/04/2020)
Alhasil kiranya sudah saatnya umat Islam kembali menerapkan aturan dalam kehidupan Islam melalui sistem yang berasal dari Tuhan Pencipta Alam semesta. Wallahu a'lam.