Oleh: Dede Nurmala
Dipenghujung Ramadhan ini, wabah covid-19 masih menjadi monster kecil yang menaktutkan semua orang, kepanikan terjadi dimana-mana. Dari kalangan atas hingga kalangan bawah, semuanya berusaha menjaga diri dengan berbagai ikhtiar agar tidak tertular virus tersebut.
Bukan hanya masyarakat yang berusaha, namun pemeritahanpun sudah mengeluarkan banyak kebijakan, mulai dari menghimbau untuk tak keluar rumah, meminimalisir penggunaan fasilitas umum hingga memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dibeberapa daerah agar dapat memutus rantai penularan covid-19 ini.
Beberapa tempat yang memungkinkan banyak perkumpulan bahkan sudah ditutup. Dari mulai pendidikan formal atau non formal, tempat-tempat makan, tempat pembelanjaan hingga tempat ibadah. Semua dilakukan pemerintah bentuk usaha agar tak banyak korban yang terjangkit virus tersebut.
Dengan peraturan pemerintah seperti itu, warga negara Indonesia berharap agar ada kerjasama dari berbagai pihak dalam menjalankan peraturan ini. Namun sangat disayangkan, justru pemerintah tak konsisten dalam menerapkan peraturan yang telah dibuatnya.
Bagaimana tidak, akhir-akhir ini pusat pembelanjaan atau mal disesaki pengunjung. Padahal sedang diterapakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di tengah pandemi ini. Sementara tempat ibadah masih dibatasi. Selasa (12/02/2020). www.cnnindonesia.com.
Bukan hanya pusat pembelanjaan saja yang dibuka. Tetapi yang lainpun demikian. Sekretaris jendral majelis ulama Indonesia (Sekjen MUI) Anwar Abbas mempesoalkan sikap pemerintah yang tetap melarang masyarakat berkumpul di masjid namun tidak tegas terhadap kerumunan yang terjadi di bandara, pasar, mal-mal, kantor-kantor dan pabrik-pabrik. Ahad (17/02/2020) www.detiknews.com.
Memang sangatlah ironi, disatu sisi pemerintah tegas dalam menghadapi masalah tapi disisi lain pemerintah longgar sehingga usaha untuk membendung dan menghentikan secepatnya virus ini menjadi terkendala. Fatwa MUI yang menghimbau umat untuk beribadah di rumah yang dilakukan secara masif dibeberapa masjid telah terlaksana. Namun, tidak ada himbauan dan petugas yang masif dari pemerintah untuk masyarakat yang berkumpul di pasar-pasar, mal-mal, bandara, di jalan, dan lainnya.
Wajar saja banyak desakan dari berbagai aliansi umat Islam kepada pemerintah untuk berlaku adil terhadap aturan yang dibuatnya. Jika memang mal, bandara dan tempat lainnya dibuka, mengapa masjid masih ditutup?.
Pemerintah memberikan kebijakan yang memihak kepentingan korporasi dan mengabaikan kepentingan rakyat serta menghambat kepentingan ibadah umat. Harusnya bisa disadari bahwa kebijakan yang sejenis itu tidak akan memberikan solusi tapi malah melahirkan persoalan baru.
Gejolak rakyat akan terjadi karena kebijakan yang ada. Dan sudah semestinya para ulama bersuara lebih lantang atas kebijakan yang dzolim ini. Memberikan kritik kepada pemerintah dan menyadarkan umat bahwa wabah covid-19 hanya bisa diselesaikan dengan aturan Allah dan tuntunan sesuai yang diajarkan Nabi yaitu dengan penerapan syariah Islam.
Wa Allahu ‘alam biishowab.