Oleh: Misliani (Pendidik)
Beberapa hari ini hujan turun dari langit, membasahi bumi (khususnya bagian Kalimantan Selatan). Sementara itu, sebentar lagi Ramadan akan pergi meninggalkan kita. Seperti ada korelasi positif antara turunnya hujan dan akan perginya bulan Ramadan. Alam sepertinya begitu sedih dengan kepergian bulan Ramadan. Hujan beberapa hari ini seperti pertanda kesedihan alam yang tidak rela ditinggalkan bulan ramadhan.
Bagaimana tidak! Ramadan, bulan yang penuh berkah rahmat dan ampunan. Dan bulan diturunkannya Al-Qur'an. Sebagaimana diketahui Al-Qur'an adalah petunjuk dan aturan bagi manusia agar selamat menjalani kehidupan di dunia ini. Dan di bulan Ramadan ini pula, di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Yang pada malam itu seluruh makhluk bertakbir, bertasbih dan bersujud atas kebesaran dan kekuasaan Allah. Subhanallah, jika bumi, alam turut bersedih dengan kepergian bulan Ramadan, lalu bagaimana dengan umat Nabi Muhammad?
Sebagai umat Nabi Muhammad Saw, umat Islam lah yang seharusnya paling merasa kehilangan dan sangat sedih dengan kepergian Ramadan. Bagaimana tidak, seperti kita ketahui bersama banyak keberkahan dan ampunan yang bisa kita raih di bulan ini. Bagi seorang mu'min tentu tidak akan menyia-nyiakan datangnya bulan Ramadan, apalagi di sepuluh malam terakhirnya. Sehingga dengan berakhirnya bulan mulia ini, tentu sangat sedih dan khawatir apabila tidak bisa menjumpainya lagi ditahun berikutnya. Apakah, karena umur kita tidak sampai pada tahun berikutnya ataukah Allah tidak berkenan mempertemukan kita dengannya.
Mungkin, sangatlah wajar kesedihan dan kekhawatiran bergelayut membayangi seorang mu'min yang hanya mengharap rahmat dan ampunan Allah.
Namun, sungguh ironis, banyak juga kaum muslim yang tidak merasa sedih dan bahkan gembira dengan berakhirnya bulan suci ini. Mengapa demikian? Hal ini bisa saja terjadi, karena ketidakpahaman mereka akan kebaikan-kebaikan dan keberkahan serta ampunan yang Allah berikan berlipat ganda, satu kebaikan bernilai 10 kebaikan. Hal ini menunjukkan pentingnya dakwah amar ma'ruf nahi mungkar terus dilakukan oleh kaum muslimin, bahkan oleh negara. Karena pada masa diterapkannya Islam sungguh luar biasa, peran negara dalam menyambut datangnya Ramadan. Aturan-aturan yang diberlakukan saat berada di bulan Ramadan, diumumkan dan diingatkan kembali oleh negara. Saat sudah di bulan Ramadan, negara memberikan dan menyediakan berbagai makanan dan keperluan untuk berbuka. Bahkan kaum muslim sendiri berlomba-lomba berbuat kebaikan dan amal sholih. Sehingga benar-benar tersuasanakan ibadah dan kebaikan di bulan penuh ampunan ini. Dengan demikian, umat pun merasa tenang dan nyaman menjalankan aktifitas ibadah selama bulan Ramadan.
Sungguh berkebalikan dengan kondisi saat ini, tatkala Islam tidak menjadi aturan dalam kehidupan. Ramadan kurang dianggap sesuatu yang luar biasa daripada bulan-bulan lainnya. Bahkan ada yang menganggap Ramadan bulan pengekangan dan pembatasan, tidak bisa berbuat apa-apa semau mereka.
Astaghfirullah, demikianlah, mereka orang-orang yang mungkin gemar bermaksiat, merasa terkekang atau tidak leluasa melakukan kemaksiatan. Namun tidak dipungkiri, masih banyak pula yang tetap melakukan kemaksiatannya di bulan Ramadan yang suci ini. Padahal bulan ini melatih kita untuk menahan diri dari segala yang dihalalkan Allah hingga berbuka dan juga menahan diri dari segala perbuatan yang dilarang Allah tanpa ada batasan waktunya.
Selain karena hawa nafsu yang menguasainya, kemaksiatan dilakukan juga karena sistem aturan kehidupan di negeri ini memberi peluang mereka tetap melakukan kemaksiatan. Apalagi di masa pandemi yang masih tidak tahu sampai kapan berakhirnya.
Sementara rakyat banyak yang menderita, kekurangan dan kelaparan. Bantuan yang diberikan tidak semua dapat memenuhi kebutuhan individu rakyat, hanya sebagian kecil saja.
Sungguh ironis, masyarakatnya mayoritas muslim namun aturan kehidupan yang diterapkan bukan berasal dari Allah dan RasuNya. Semoga kesedihan ini tidak begitu saja berlalu, tanpa adanya upaya perbaikan dan ketakwaan diri dan juga negara, yang dihasilkan dari beribadah di bulan Ramadan.
Semoga semangat untuk senantiasa taat kepada Allah dan RasulNya terus berlanjut hingga berakhirnya Ramadan, bahkan tetap lanjut walau di luar Ramadan. Terlebih, semangat memperjuangkan aturan Allah dan RasulNya dapat diterapkan di muka bumi ini untuk mengatur seluruh aspek kehidupan seluruh penduduk negeri. Aamiin.
Wallahu'alam.