Oleh: Amalidatul Ilmi S.Pd
Ditengah musibah besar yang dialami dunia juga negeri ini dengan merebaknya virus Corona (Covid-19). Penguasa justru kembali melihat peluang ditengah kebingunan rakyat.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa Indonesia punya peluang untuk menyuplai alat pelindung diri (APD) dan hand sanitizer bagi negara lain yang tengah dilanda pandemi virus corona.
Alasannya, Indonesia punya pabrik dan infrastruktur untuk memproduksi barang yang kini dibutuhkan dunia itu. (m.jpnn.com 27/3/2020).
Namun anehnya, jika Indonesia mampu menyuplai negara lain mengapa justru malah impor dari China? Padahal sebelumnya APD yang ada itu adalah buatan Indonesia.
Ini terpampang nyata "tulisan 'made in Indonesia' di APD impor dari China. "APD itu memang dibikin di Indonesia, namun pemilik produknya tetap pihak luar negeri". Penjelasan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)." (www.cbncindonesia.com 26/3/2020)
Disisi lain Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB, Agus Wibowo, mencoba menjelaskan soal alat pelindung diri (APD) bantuan dari China yang bertuliskan "Made in Indonesia" kepada masyarakat.
Dia mengatakan bahwa banyak pabrik pembuatan alat pelindung diri yang ada di Indonesia. "Bahkan tidak hanya APD banyak produk terkenal seperti pakaian, sepatu, tas, dan lain-lain yang pabriknya juga berada di Indonesia," katanya.
Menurut Agus, meski dibuat di Indonesia, semua bahan baku alat pelindung diri ini berasal dari negara yang memesan seperti China atau Korea. Dia menyebut pabrik di Indonesia hanya menjahit dan merapikan agar siap pakai.
Setelah jadi, APD itu, kata Agus, akan dikirim kembali ke negara pemesan. "Untuk dipakai sendiri atau dijual kembali ke mana saja, bisa juga dijual ke Indonesia lagi," katanya.
Dia pun menuturkan pernah ada kejadian Bea Cukai menemukan APD yang akan diekspor ke Korea. Padahal itu APD memang punya Korea. "Karena kita sedang butuh maka ditahan dulu agar bisa dipakai di Indonesia," kata Agus. (bisnis.tempo.co 25/3/2020)
Dari hal tersebut bukan tidak mungkin jika Indonesia mampu memproduksi APD dalam jumlah besar. Seperti yang disampaikan Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sabtu (28/3/2020).
“Industri dalam negeri mampu untuk memproduksi barang-barang itu untuk kebutuhan sendiri maupun luar negeri,” (www.beritasatu.com 29/3/2020)
Tak Serius Menangani Wabah
Dari banyak fakta yang ada pemerintah telah mendorong Indonesia mengambil peluang menjadi produsen APD. Padahal sebelumnya sudah terbukti APD yang diimpor dari China adalah made in Indonesia.
Dengan ini pemerintah sebenarnya juga telah mengakui kelemahannya yang tidak bisa menyetop komitmen ekspor APD ke Korsel misalnya. Meskipun di dalam negeri membutuhkan namun produksinya lebih diprioritaskan untuk ekspor yang mendatangkan devisa.
Jika negara bijak dalam mengatur dan mengurusi rakyat. Harusnya supply bahan baku serta pembiayaan produksi yang ekstra harus dipenuhi. Agar produksi lancar dan target tercapai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Karena hingga saat ini masih banyak tenaga medis di berbagai wilayah mengeluhkan kurangnya kapasitas APD serta alat medis lainya untuk mereka. Sedangkan pasien Covid-19 jumlahnya semakin meningkat dan butuh segera penanganan.
Dari sini terlihat bahwa rezim gagap dan tak serius tangani wabah. Masih memperhitungkan untung rugi. Sudah jelas dalam negeri sendiri sangat membutuhkan kelengkapan medis untuk penanganan korban.
Serta penjagaan tenaga medis agar tidak tertular dan menjadi korban selanjutnya. Justru malah mau mengekspor. Padahal nyawa harusnya menjadi prioritas untuk diselamatkan.
Kepemimpinan Islam Solusi Terbaik Atasi Wabah
Berbeda halnya dengan pengaturan dalam Islam. Pemimpin dan negara menjalankan fungsinya sebagai junnah (tameng) yang menjaga umat dari segala bentuk ancaman dan marabahaya.
Juga sebagai pelayan umat. Memberikan pelayanan terbaik untuk umat. Sehingga masyarakat hidup tenteram, aman dan sejahtera dalam naungannya.
Melayani sepenuh hati berdasar hukum syara' bukan berdasar untung rugi. Negara tersebut adalah Khilafah.
Seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Juga khulafaur rasyidin. Saat menjadi pemimpin Daulah Islam Khilafah.
Pada masa Rasulullah saw, wabah yang cukup dikenal adalah pes dan lepra. Nabi pun melarang umatnya untuk memasuki daerah yang terkena wabah, apakah itu pes, lepra, maupun penyakit menular lain.
Rasulullah bersabda, "Jika kalian mendengar tentang wabah-wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kelian meninggalkan tempat itu," (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini merupakan metode karantina yang telah diperintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mencegah wabah tersebut menjalar ke negara-negara lain. Untuk memastikan perintah tersebut dilaksanakan.
Jadi dalam Islam islam isolasi tempat munculnya wabah menjadi penting. Kebutuhan masyarakat dalam masa isolasi ditanggung penuh oleh negara.
Korban yang sakit akan diberikan pelayanan kesehatan terbaik. Obat-obatan terbaik serta tenaga medis yang diberikan kelimpahan perhatian khusus oleh khalifah agar tidak tertular penyakit, tidak stress dalam menangani pasien sehingga juga mamou memberikan pelayanan terbaiknya.
Kemudian untuk pengaturan impor ekspor dalam Khilafah masuk perdagangan luar negeri. Perdagangan luar negeri yang dilakukan negara khilafah adalah perdangan antara khilafah dengan negara lain. Baik impor maupun ekspor, dengan Muslim maupun non-Muslim.
Dalam urusan perdagangan, sepenuhnya diambil alih oleh negara dan ditujukan untuk memperkuat stabilitas politik dalam negeri, dakwah Islam dan perekonomian dalam negeri.
Maka, pintu perdagangan luar negeri tetap melalui kebijakan one gate, yaitu Departemen Luar Negeri. Jadi tidak sembarangan seperti sistem sekuler kapitalistik hari ini. Asalkan untung bagi penguasa rela mengorbankan rakyatnya.
Khilafah akan mengoptimalkan produksi dan distribusi segala macam kebutuhan dalam negeri. Termasuk kebutuhan untuk kesehatan masyarakat.
Juga ketika sebelum terjadinya suatu wabah. Negara telah memberikan pelayanan kesehatan terbaik dan menjaga kesehatan rakyat dengan baik. Menjaga masyarakat dari makanan yang halal dan thoyyib. Serta lingkungan yang sehat.
Itu hanya bisa dilaksanakan saat Khilafah ada. Negara independen dan bijak dalam mengambil keputusan terbaik untuk negara dan rakyatnya.
Bukan seperti saat ini. Penguasa seolah lemah dalam mengurusi rakyat. Namun begitu loyal dengan asing karena faktor ekonomi.
Sudah saatnya umat beralih. Mengkaji Islam secara keseluruhan menyongsong hidup mulia dibawah naungan Khilafah. Wallahua'lam bishowab []