Tepatkah Membebaskan Napi Disaat Wabah Melanda?




Oleh: Kunthi Mandasari

Kabar pembebasan napi menuai pro dan kontra. Bagi keluarga napi bebasnya orang tercinta merupakan anugrah yang didamba. Berbanding terbalik dengan para korban dan masyarakat yang justru merasa kian resah karena tidak adanya jaminan keamanan.

Kemenkumham mengklaim kebijakan pembebasan napi mampu menghemat anggaran negara untuk kebutuhan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) hingga Rp260 miliar (tirto.id, 01/04/2020).

Kebijakan tersebut didasarkan pada peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid -19.

Salah satu dampak dari virus Corona membuat perekonomian lesu. Tak hanya di Indonesia tetapi juga dialami hampir seluruh negara di belahan dunia. Sulitnya mencari penghidupan saat wabah melanda sudah membuat getir. Kini dengan keluarnya para napi menambah keresahan publik. Tak hanya ancaman virus tetapi juga kelaparan dan kejahatan yang sewaktu-waktu siap menerkam.

Guna mengatasi pandemi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengidentifikasi anggaran di kementerian dan lembaga yang bisa dialihkan untuk penanganan virus corona atau Covid-19. Sampai hari ini, jumlahnya mencapai Rp 62,3 triliun. 

"Berasal dari dana perjalanan dinas, belanja barang non-operasional, dana yang diblokir, hingga output cadangan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers online seusai Rapat Terbatas mengenai Kebijakan Moneter dan Fiskal Menghadapi Dampak Ekonomi Pandemi Global Covid-19 di Jakarta, Jumat, 20 Maret 2020 (bisnis.tempo.co, 20/03/2020).

Meskipun dana telah tersedia jika pengambilan kebijakan tidak tepat justru akan memperburuk keadaan. Sudah ada beberapa napi yang kembali berulah, padahal baru dirilis kebebasannya. Diketahui fenomena napi yang baru dibebaskan, tetapi kembali melakukan aksi kejahatan ada pada beberapa lokasi. 

Seperti di Bali, pria bernama Ikhlas alias Iqbal (29) yang dirilis pada 2 April. Ia kembali ditangkap pada 7 April karena menerima paket ganja seberat 2 kilogram. Kemudian di Sulawesi Selatan (Sulsel). Seorang pria bernama Rudi Hartono harus kembali mendekam di penjara karena telah membuka kembali di rumah warga. Selanjutnya di Blitar, seorang pria berinisial MS ditangkap dan babak belur diamuk setelah kepergok diambil motor warga. MS dirilis pada 3 April dan diambil tiga hari kemudian (m.kumparan.com, 09/04/2020).

Beginilah ketika solusi diambil dari akal manusia. Bukanya memberikan penyelesaian justru menambah permasalahan. Oleh karenanya solusi tambal sulam ala kapitalis ini tak patut dipertahankan. 

Negara seharusnya tak perlu menganggarkan uang berlebihan untuk para napi. Jika sistem peradilan dalam Islam diterapkan. Para pelaku kejahatan akan langsung diadili sesuai dengan jenis kejahatannya. Apabila unsur peradilan telah terpenuhi, yakni saksi dan bukti yang telah ditetapkan oleh syariat. Tidak semua penjahat akan dimasukan ke sel tahanan. Seperti pencuri akan dipotong tangannya. Pelaku zina/pemerkosa akan dijilid atau dirajam dan lain sebagainya.

Jika begini, masihkah kita bertahan dengan sistem kapitalis sekuler yang membawa kerusakan? Sudah saatnya kita kembali kepada Allah Swt. pencipta alam semesta. Mengembalikan setiap permasalahan kepada syariat Islam. Disertai penerapan secara total dalam institusi negara. Wallahu'alam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak