Oleh : Rut Sri Wahyuningsih
Admin Kajian Online BROWNIS
Keputusan menteri hukum dan HAM Yasonna Laoly dengan membebaskan napi melalui program asimilasi cegah Corona, menuai kontroversi. Bahkan merepotkan semua pihak. Program yang semestinya bisa membantu kerja pemerintah daerah lebih ringan dalam penanganan Covid-19, nyatanya justru menimbulkan kegaduhan tersendiri.
Dilansir dari Tempo.co, 22 April 2020, Kepolisian Resor Kota Sidoarjo Jawa Timur siap menembak di tempat pelaku kejahatan jalanan saat diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dalam rangka mengantisipasi penyebaran virus corona atau COVID-19.
Kapolresta Sidoarjo Kombes Sumardji di Sidoarjo, mengatakan selama masa pemberlakuan PSBB, aparat Polresta Sidoarjo akan fokus pada upaya menciptakan rasa aman, tentram dan nyaman di tengah masyarakat terutama di jalanan.
Yayasan Mega Bintang, Perkumpulan Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen, dan Ketua Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia melayangkan gugatan untuk Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Republik Indonesia Yasonna Laoly (TRIBUNPALU, 23/4/2020).
Gugatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Surakarta ini terkait Peraturan Menkumham Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi bagi Narapidana dan Anak dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19.
Selain Menkumham, gugatan juga meyasar ke Kepala Rutan Kelas I A Surakarta dan Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi Jawa Tengah. Semua pihak akhirnya merasa keamanan lingkungan mereka terancam. Terlebih menjelang Ramadan, masyarakat ingin bisa beribadah lebih tenang. Tanpa ada gangguan kriminalitas maupun rasa was-was.
Namun sepertinya hal itu akan sulit diwujudkan, sebab tidak ada koordinasi antara pemerintah daerah dan pusat terkait penanganan yang tepat dan cepat guna mengatasi Covid-19. Bahkan pemerintah pusat ceenderung seenaknya mengeluarkan kebijakan.
Lebih buruk lagi adalah dampak yang dialami para napi tersebut ketika keluar dari penjara. Lingkungan sosial mereka telah hilang, keluarga belum tentu bisa memaafkan perbuatannya namun urusan perut menuntut segera untuk dipenuhi. Bagaimana caranya jika mereka juga telah kehilangan pekerjaan?
Jika dipenjara mereka dijamin negara, maka hal termudah yang terpikir adalah kembali melakukan tindak kriminal. Meskipun sekarang mendapat tanggapan dari kepolisian dengan tembak di tempat. Napi juga manusia biasa yang juga membutuhkan kehidupan normal.
Negara sungguh telah menunjukkan tindakan zalim dan semena-mena terhadap rakyatnya sendiri. Pilihan membebaskan napi dengan alasan Corona dan penghematan uang negara bak pisau bermata dua uang ditusukkan dihati rakyat. Bagaimana mungkin para napi yang lapar ini ditembak ditempat, sementara mereka melakukan ini karena lalainya negara menyediakan lapangan pekerjaan.
Semestinya, negara menjamin kebutuhan pokok para napi selama masih belum mendapatkan pekerjaan berikut menyediakan akses memperoleh pekerjaan. Rasulullah bersabda:
“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Imam (waliyul amri) yang memerintah manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang rakyatnya.” [Shahihul-Bukhâri]
Jangan sampai ada seorang rakyatnya yang terlantar apalagi mati kelaparan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Khulafâur Râsyidîn sebagai pemimpin telah memberikan teladan yang baik dalam menyejahterakan rakyat.
Sudah masyhur bagaimana perkataan Umar ketika Madinah mengalami bencana kelaparan, " Akulah seburuk-buruk pemimpin jika aku kenyang sementara masih ada rakyatku yang kelaparan"
Kemudian diriwayatkan bagaimana perjuangan beliau hanya agar masyarakat yang ia pimpin keluar dari kesengsaraan, hingga kulitnya berubah warna sebab ia hanya makan roti dan olesan minyak. Munculnya pemimpin yang demikian hanya jika ketakwaan menjadi tolok ukurnya.
Dan pemimpin bertakwa hanya akan muncul dalam sebuah sistem yang shahih, yaitu Islam. Mengapa tak muncul dari sistem kapitalisme sebagaimana yang diadopsi negara hari ini? Sebab cara pandang Negara yang salah tentang siapa yang bertanggung jawab terhadap pemenuhan umat. Dalam Islam adalah pemimpin, sedang dalam kapitalis adalah pihak ke-tiga yang pada praktiknya tak pernah menemui jalan yang lancar. Wallahu a' lam bish showab.
Tags
Opini