Oleh: Nor Aliyah
Manusia memang tempatnya salah dan khilaf. Nggak ada manusia yang selalu benar dan juga nggak ada manusia yang selalu salah.
Ini menunjukkan bahwa kita memang diberikan Allah keterbatasan dalam jangkauan akal, bahkan kita lemah dan memerlukan pada yang lain.
Lupa, khilaf atau tersalah pun menjadi bukti bahwa kita ini emang lemah. Kita perlu ada yang mengingatkan. Kita perlu ada yang membimbing dan mengarahkan.
Dan disinilah penting untuk saling mengingatkan sesama. Supaya kita bisa intropeksi diri. Supaya kita berbenah ke depannya. Supaya kita berada dalam petunjuk-Nya. Dan supaya kita menjadi orang yang beruntung, bukan orang yang merugi.
Allah SWT berfirman:
"Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran" (TQS. Al-Ashr [103]: 1-3)
Dan kita mesti ikhlas menerima kebenaran yang disampaikan kepada kita. Meskipun itu datang dari orang yang boleh jadi kita tidak suka. Atau datang dari orang yang lebih muda. Pasti ngerasa gengsi. Tapi demi kebaikan dan peningkatan kualitas diri kita, harusnya kita perbaiki. Yang kurang baik, kita perbaiki lagi.
Fokus pada tujuan bahwa kita ingin berubah jadi lebih baik dan meningkat. Itulah kuncinya. Kalau emang ada kebaikan tak ada salahnya kita untuk melakukan itu.
Nah, buat menilai standar kebaikan, harus ada patokan yang nggak relatif. Kebenaran harus bernilai mutlak. Karna kalau enggak, semua manusia mungkin akan merasa selalu baik dan benar. Tak mau disalahkan.
Disinilah kita paham bahwa standar baik dan buruk yang berasal dari pemikiran manusia itu bersifat relatif. Tergantung dari pemikirannya, kebiasaanya, selera, tempat tinggal, kepentingan, dll.
Jadi benar banget kalau kita perlu standar yang mutlak. Bahwa sesuatu itu terpuji atau tercela. Sesuatu itu bernilai baik atau buruk. Sumber yang memastikan status nilai dari suatu perbuatan atau sesuatu.
Alhamdulillah, karena pencipta kita Maha mengetahui keterbatasan kita. Sebagai makhluk yang tak mampu menetapkan nilai dengan benar. Kita paham bahwa standar nilai harus berada pada ketetapan dari tuhan pencipta kita, yaitu Allah SWT. Tertuang dalam bentuk hukum-hukum yang kita sebut syariah atau hukum syara'.
Apa yang dipuji oleh hukum syara' adalah sesuatu yang baik, terpuji dan benar. Harus dijadikan tuntunan hidup. Apa yang dicela oleh hukum syara' adalah sesuatu yang buruk, tercela dan salah kudu kita tinggalkan.
Dalam firman Allah SWT:
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” (Al-Maa-idah: 3)
Karena islam agama yang sempurna. Itulah yang mesti kita pegang dalam standar menilai status perbuatan atau sesuatu dalam kehidupan kita. Jadi pas banget khan karena turunnya islam, sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan.