Oleh : Ummu Amira Aulia, Sp
"Cilaka" dalam bahasa sunda disebut sebagai celaka, nasib yang tidak baik, kecelakaan dsb.
Namun, Cilaka yang saat ini sedang ramai dibicarakan adalah Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (sebelumnya bernama Cilaka atau Cipta Lapangan Kerja) yang disusun dengan metode omnibus.
Sejak awal dirancang pemerintah, RUU Cilaka sebenarnya telah mendapat penolakan tegas dari masyarakat, terutama serikat buruh. Peraturan itu dianggap menghapus banyak hak-hak buruh yang tertuang dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Pun pembahasannya tidak transparan. Pihak yang lebih banyak didengar--sekaligus diakomodasi kepentingannya--adalah pengusaha.
Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos mengatakan satu-satunya alasan DPR-pemerintah tetap membahas peraturan ini adalah karena mereka "tuli dan buta." "Kalau mereka tidak tuli dan buta, sejak awal masyarakat menolak."(tirto.id).
Reaksi dari buruh pun bermunculan. Dikutip dari rmol.id disebutkan, puluhan ribu buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) akan tetap menggelar aksi dalam peringatan hari buruh Internasional atau May Day. Tuntutan yang akan disuarakan dalam aksi nanti adalah tolak omnibus law, stop PHK dan liburkan buruh dengan tetap mendapatkan upah dan THR penuh.
Setidaknya ada dua hal yang perlu dicermati berkaitan dengan RUU Cilaka ini, yaitu :
1. RUU dibahas saat Indonesia mengalami Pandemi Covid-19.
Prioritas pemerintah terpecah.
Ketimbang membahas RUU Cilaka, penanganan pandemi adalah pekerjaan rumah yang semestinya lebih diprioritaskan saat ini. Penanganan pandemi belum bisa dibilang maksimal: data masih amburadul, jumlah alat pelindung diri untuk petugas medis tak bisa disebut cukup, para pekerja di-PHK, sampai respons buruk masyarakat terhadap jenazah pasien (tirto.id).
Entah sampai kapan pandemi ini berakhir. Diperparah dengan penanganan yang tidak serius.
2. Minimnya partisipasi masyarakat. Pemerintah lebih mendengarkan masukan pengusaha. Bila pemerintah hanya berfungsi sebagai regulator, maka sangat tepat RUU Cilaka lebih mementingkan investor. Kepentingan masyarakat dipinggirkan. Akses terhadap sumber daya alam akan sulit didapat oleh masyarakat. Pemilik modal saja yang akan dengan mudah mendapatkannya.
Sepertinya kesejahteraan buruh di zaman kapitalisme ini hanya mimpi saja. Omnibus law hanya akan menambah daftar pahit kehidupan buruh.
Pemerintah saat ini sudah dititik krisis kepercayaan dari rakyatnya. Setidaknya ada beberapa hal yang harus dibenahi, yaitu :
Pertama, permasalahan buruh erat kaitannya dengan pengusaha. Dikutip dari fp dakwahtangsel dikatakan, bahwa hubungan antara pekerja dan pengusaha termasuk dalam transaksi ijarah. Transaksi ijarah sah, jika memenuhi persyaratan, bentuk dan jenis pekerjaan, masa kerja, upah kerja dan tenaga yang dicurahkan selama bekerja.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺃَﻋْﻄُﻮﺍ ﺍﻷَﺟِﻴﺮَ ﺃَﺟْﺮَﻩُ ﻗَﺒْﻞَ ﺃَﻥْ ﻳَﺠِﻒَّ ﻋَﺮَﻗُﻪُ
“Berikan-lah kepada buruh/pekerja upahnya sebelum keringatnya kering” (HR. Ibnu Majah, shahih).
Al-Munawi menjelaskan “keringnya keringat” adalah bentuk kinayah dalam artian wajib hukumnya menunaikan ketika waktunya telah tiba. (muslim.or.id).
Kedua, akan halnya persengketaan tentang masalah upah. Maka harus terdapat pakar (khubara') yang dapat menengahinya. Pakar dipilih oleh kedua belah pihak. Jika tidak bisa menemukan jalan tengah, maka negaralah yang akan menengahinya.(dakwah tangsel).
Menunda hak pekerja juga akan dimusuhi oleh Allah pada hari kiamat. Dalam sebuah hadits qudsi riwayat Abu Hurairah, Allah berfirman,
ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﺃَﻧَﺎ ﺧَﺼْﻤُﻬُﻢْ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ : ﺭَﺟُﻞٌ ﺃَﻋْﻄَﻰ ﺑِﻲ ﺛُﻢَّ ﻏَﺪَﺭَ، ﻭَﺭَﺟُﻞٌ ﺑَﺎﻉَ ﺣُﺮًّﺍ ﻓَﺄَﻛَﻞَ ﺛَﻤَﻨَﻪُ، ﻭَﺭَﺟُﻞٌ ﺍﺳْﺘَﺄْﺟَﺮَ ﺃَﺟِﻴﺮًﺍ ﻓَﺎﺳْﺘَﻮْﻓَﻰ ﻣِﻨْﻪُ ﻭَﻟَﻢْ ﻳُﻌْﻂِ ﺃَﺟْﺮَﻩُ
“Tiga orang, saya yang akan menjadi musuhnya pada hari kiamat: Orang yang berjanji dengan menyebut nama-Ku lalu dia melanggar janji, Orang yang menjual orang yang merdeka lalu dia menikmati hasil penjualannya tersebut, dan Orang yang mempekerjakan orang lain, namun setelah orang tersebut bekerja dengan baik upahnya tidak dibayarkan” (HR. Bukhari 2227).
Dua solusi Islam diatas, tentu hanya bisa diterapkan dalam institusi Islam. Institusi Islam menjaga harta milik rakyat untuk kemakmuran rakyatnya.Sehingga masalah buruh dan pengusaha tidak pernah terjadi di dalam daulah Islam. Kesejahteraan dirasakan oleh seluruh warga negara Islam ketika itu. Semoga dengan izin Alloh Swt, institusi Islam segera tegak kembali. Aamiin.
Wallohua'lam bisshowab.
(Tulungagung, 24 April 2020).