Oleh : Siti Khodijah Rajuli, S.Si
(Praktisi Pendidikan)
Kado tahun 2020, begitulah kira-kira orang menyebutnya. Bagaimana tidak, dunia mendadak dikejutkan dengan sebuah makhluk tak kasat mata, tak terlihat, tak bisa diraba, apalagi diterawang. Dunia mendadak menjadi getir, ketakutan dibuatnya. Makhluk tersebut dikenal dengan virus Corona, yang berhasil membuat seluruh dunia suram mencekam, termasuk Indonesia.
Virus Corona atau Covid-19 pertama kali ditemukan di Wuhan, China pada akhir 2019 lalu. Penyebaran virus yang belum ditemukan penawarnya itu hingga kini tak terkendali. Sudah 200 lebih negara di dunia melaporkan adanya kasus terpapar virus Corona. Di Indonesia kasus ini pertama kali ditemukan pada dua warga Depok, Jawa Barat awal Maret lalu. Data hingga Rabu, 29 April 2020 jumlah warga yang dinyatakan positif terkena virus Corona mencapai 977 dan 784 di antaranya meninggal dunia.
Hal ini tentu berdampak pada sistem ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Banyak warga yang tak ingin kehilangan nyawa dengan percuma, akibat virus Corona. Namun, apalah daya posisi rakyat bagaikan buah simalahkama. Keluar untuk mencari nafkah terancam mati karena virus Corona, tidak keluar rumah mati juga karena kebutuhan pangan tidak ada.
Warga berharap pada negara, hasilnya? nihil. Negara abai terhadap pemenuhan kebutuhan warganya. Jangankan rakyat, pemerintah daerahpun pusing dibuatnya, karena penyaluran bantuan dana Covid-19 yang cenderung berbelit-belit dan tak tau arahnya. Dilansir dalam news.detik.com Sebuah video Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara, Sehan Salim Landjar viral di media sosial. Sehan Landjar geram karena mekanisme pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah pusat dianggap sulit.
Dimuat juga dalam katadata.co.id
bahwa berdasarkan hasil riset analisis yang diterbitkan indef ditemui pada 7 April 2020 kebijakan mengenai jaring pengaman sosial mendapatkan 56% sentimen negatif dan 44% positif dari 17.781 perbincangan. Pokok utama perbincangan di media sosial adalah, penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) yang tidak tepat sasaran.
Juga dimuat dalam vivanews.com bahwa banyak masyarakat miskin yang belum tersentuh bantuan. Bahkan, tak jarang bantuan sosial atau bansos dari pemerintah daerah malah tak tepat sasaran. Misalnya saja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Jhonny Simanjuntak, yang terdata sebagai salah satu penerima bansos. Karena hal ini, Pemprov DKI Jakarta dianggap asal dalam menyalurkan bansos.
Tidak hanya di Jakarta, di Jawa Timur, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur, Achmad Amir, menceritakan bantuan antara pemerintah provinsi dan tingkat desa yang tumpang tindih. Lalu, masyarakat yang berada di rumah hanya mendapat masker dan sembako. Tapi, mereka yang keluyuran malah dapat bantuan lebih. Lebih lanjut, viral video 25 detik yang menunjukkan dua anak yatim piatu di Desa Sebau, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, dengan kondisi tubuh kurus kering akibat kelaparan. Pemkab Muara Enim pun mengklaim pemerintah daerah sama sekali tak menutup mata, tapi sejak 2015 rutin memberi bantuan.
Sederet fakta tersebut menunjukkan bahwa pemerintah belum serius dalam menyelesaikan wabah yang ini, terbukti kebijakan yang dibuat oleh pemerintah banyak diprotes oleh aparat daerah apalagi oleh rakyat. Ini kondisi buruk yg berpengaruh pada lemahnya kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Sungguh miris, dalam sistem kapitalis liberal nyawa manusia tiada harganya. Hal ini dibuktikan dengan pemerintah yang senantiasa menghitung untung rugi terhadap penanganan kasus sedarurat ini, bahkan telah mengancam nyawa rakyatnya. Menjadi bukti bahwa sistem yang diemban negara saat ini telah gagal menjamin keselamatan jiwa rakyatnya, bahkan mereka secara terang-terangan mengabaikan jiwa rakyatnya.
Hal ini sangat berbeda jelas dengan sistem kekhilafahan. Pemerintah dalam Islam benar-benar mengutamakan urusan rakyatnya. Satu nyawa sangat berharga dan begitu dijaga oleh khalifah. Tak hanya rakyat muslim, namun rakyat non muslim yang menjadi warga daulah Islam pun turut dijaga dan dijamin. Wabah seperti ini pernah terjadi pada kekhalifahan Umar bin Khatab.
khalifah Umar menyerukan lockdown kepada rakyat di wilayah Syam. Dia pun menjamin ketersediaan pangan/kebutuhan bagi rakyat tersebut. Sehingga rakyat yang dilockdown tak perlu keluar dari wilayahnya guna mencari naskah untuk memenuhi kebutuhan perut. Sehingga, dengan dorongan keimanan kepad Allah dan kecerdasan para pemimpin pada masa kejayaan Islam silam terhadap wabah yang menimpa mereka. Wabah dapat dihentikan.
Karena itu tidak ada jalan lain untuk keluar dari persoalan ini, kecuali kita mencampakkan sistem kapitalisme. Kemudian kita menerapkan syariah Islam secara totalitas di bawah naungan khilafah. Hanya syariah Islam inilah yang mampu menjaga rakyat dan menjamin kesejahteraan rakyat tanpa pandang bulu, tidak melihat warna kulit, ras, suku, bangsa maupun agama. Karena dalam kebijakan ekonomi Islam, negara menjamin pemenuhan kebutuhan, sandang, pangan, dan papan semua rakyat.
Wallahu a'lam
Tags
Opini