Oleh: Ummu Layyin
Awal bulan ini publik dihebohkan dengan berita seorang remaja putri yang melakukan pembunuhan terhadap anak kecil usia 6 tahun di Sawah Besar, Jakarta Pusat. (Suara.com, 5/3/2020). Mirisnya, hasil pemeriksaan polisi menyatakan bahwa gadis pelaku berinisial NF itu merasa puas telah melakukan pembunuhan. Bahkan ia juga tidak merasa menyesal atas perbuatannya.
"Saya tanya, terus kamu gimana sekarang? Dia jawab, saya puas. Maka kita harus periksa psikologisnya," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Mapolestro Jakarta Pusat. (Suara.com, 7/3/2020).
Sungguh memprihatinkan, seorang remaja putri tega melakukan tindakan kekerasan dan pembunuhan terhadap anak kecil. Sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terlintas dalam benak orang tua. Sosok pelajar yang dikenal pintar, ternyata adalah seorang pembunuh.
Nampaknya apa yang dia lakukan terinpirasi dari tontonan yang digemarinya, yakni tayangan sadis di smartphone. Kasus ini sungguh membuka mata kita bahwa para remaja sedang tidak baik-baik saja. Di era digital, generasi kita diserang tontonan sampah yang mempromosikan sadisme tanpa sensor. Tayangan sadis hadir tanpa pengawasan dari negara. Tampak Negara abai. Canggihnya teknologi hanya dimanfaatkan kapitalisme untuk mendulang dolar. Tanpa peduli pada generasi.
Faktor pendidikan yang sekuler kapitalis juga turut membentuk remaja yang tipis iman. Ditambah lagi, tidak berfungsinya keluarga secara optimal dalam pengasuhan dan pendidikan anak menjadikan remaja salah, dengan menjadikan tontonan sebagai tuntunan.
Sungguh problem ini harus segera diselesaikan. Kasus ini tak boleh dianggap sekedar kasus personal saja. Bagaimana remaja lain yang juga terpapar sadisme dimedia? Merekapun butuh solusi. Solusi masalah ini tidak cukup diserahkan pada polisi, psikolog atau orang tua saja. Tapi butuh solusi integral-sistemis, yaitu dimulai dengan merubah asas kehidupan yang kapitalis-sekuler, yang hanya memaknai agama sebagai aktivitas ritual. Diganti dengan asas kehidupan Islam. Yaitu dengan memposisikan Islam tidak sekedar agama ritual tetapi sebagai pandangan hidup.
Islam telah mengatur bagaimana seharusnya peran orang tua dalam mendidik anak. Ajaran tauhid adalah yang utama sehingga anak akan selalu merasa diawasi oleh Allah. Tidak akan semudah itu anak melakukan hal-hal buruk yang melanggar syariat karena telah tertanam iman dibenaknya.
Begitupun sistem pendidikan Islam akan senada dengan pendidikan dalam keluarga. Target Pendidikan di sekolah adalah terbentuknya generasi yang bersyaksiyah Islamiyah dan memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk mampu hidup mandiri.
Dan peran kunci adalah negara. Negaralah yang berenang untuk mengatur dan membatasi apa yang ada di medsos. Negara yang akan melaksanakan system pendidikan Islam. Negara yang akan membina para orang tua agar mampu berperan dengan baik dalam keluarganya.
Wallahu a'lam bish-shawwab