Oleh : Inang Handayani
Rasanya masih teringat betul suasana Ramadhan tahun lalu dan tahun–tahun sebelumnya. Hiruk pikuknya sangat kental terasa dalam tumpukan ingatan. Ramadhan tahun ini jelas berbeda dari tahun–tahun sebelumnya. Dimana kita berada dalam kondisi yang tengah digoncang wabah pandemi Covid-19. Berbeda tentu pasti, tapi rasanya Ramadhan selalu memiliki tempat teristimewa di luar sebelas bulan yang lain. Keistimewaan dari bulan Ramadhan tidak akan pernah terganti atau bahkan hilang dalam kondisi apapun.
Bagaimana tidak, Ramadhan merupakan bulan yang mengandung pundi – pundi emas untuk kita bertaubat kepada Allah swt. Barang siapa yang bersungguh – sungguh dalam berpuasa di bulan ini, maka Allah swt akan mengampuni segala dosanya sehingga ia akan diumpamakan bagai berada disaat hari ketika ia dilahirkan ibunya. Dimana setiap bayi yang baru lahir dalam Islam akan dipandang sebagai makhluk yang suci, murni dan tanpa dosa.
Bersabda Rasululah shollallahu ’alaih wa sallam, “Sesungguhnya Ramadhan adalah bulan di mana Allah ta’aala wajibkan berpuasa dan aku sunnahkan kaum muslimin menegakkan (sholat malam). Barangsiapa berpuasa dengan iman dan dan mengharap ke-Ridhaan Allah ta’aala, maka dosanya keluar seperti hari ibunya melahirkannya.” (HR Ahmad 1596)
Dalam kondisi seperti ini, ironisnya belum lama ini viral mengenai usulan agar Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengeluarkan fatwa agar umat Islam diperbolehkan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan serta menggantinya dengan fidyah, berupa memberi makan orang miskin. Usulan ini disampaikan Rudi Valinka melalui akun twitternya, @kurawa.
“Mumpung lagi libur, gue punya usul seandainya Bulan puasa yang akan tiba 17 hari lagi, Kemenag dan MUI buat fatwa untuk memperbolehkan orang tidak berpuasa dengan cara membayar fidyah (denda) memberikan makan untuk orang miskin" tulis Rudi Valinka, Ahad (5/4). Menurutnya, ini cara yang paling ideal dalam kondisi sekarang.
Padahal Ramadhan bisa jadi menjadi salah satu obat bagi umat muslim untuk mengharap menghilangnya wabah dari alam semesta ini. Sehingga penuh dengan pengharapan agar amal ibadah yang dilakukan pada bulan mulia ini mampu menjadi wasilah dikabulkannya atas segala doa-doa.
Aktivitas taubat bisa saja dilakukan oleh setiap individu, namun aktivitas ini selayaknya dibarengi dengan taubat dalam skala bangsa atau nasional. Sebagaimana kegiatan yang telah dilakukan oleh PBNU beberapa waktu lalu dengan menggelar doa bersama serta pertaubatan global secara online.
Hal ini pun telah didukung oleh Wakil Presiden, Ma’ruf Amin yang sekaligus memimpin pelaksanaanya.
“Sebagai orang-orang yang beriman, kita juga harus melakukan upaya-upaya bathiniyah selain lahiriyah, dengan memohon kepada Allah swt,” ucap Wapres Ma’ruf Amin dalam konferensi Zoom yang tayang langsung di channel BBS TV dalam acara pertaubatan nasioanl dan istighotsah online PBNU (https://rmco.id/baca-berita/nasional/32374/nu-prakarsai-tobat-global).
Maka benar, bila salah satu penyebab dari adanya bencana, termasuk pula merajalelanya wabah di suatu wilayah akibat dari dosa-dosa yang telah dilakukan manusia. Sebagaimana Firman Allah swt:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
”Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syuraa: 30)
Memang sebagai seorang muslim, sejatinya menyambut bulan Ramadhan dengan penuh kebahagiaan dan kegembiraan. Tamu agung yang telah dinanti – nantikan telah datang, maka setiap muslim hendaknya mempersiapkan segalanya dalam menyambut datangnya bulan yang selalu dirindukan. Berbagai persiapan yang dilakukan untuk menunjang keberlangsungan bulan Ramadhan. Bulan istimewa dimana terbuka lebarnya pintu taubat untuk membenahi serta membersihkan diri dari segala noda dosa yang telah kita lakukan sebelumnya. Sehingga diharapkan mampu menjadikan diri untuk kembali ke fitrah dan menjadi hamba Allah yang sesungguhnya.
Sejatinya, melakukan kesalahan adalah suatu hal yang wajar pada setiap manusia biasa. Karenanya manusia diciptakan Allah swt dengan dibekali hawa nafsu yang darinya dapat menggelincirkannya pada kesalahan ketika hawa nafsu tersebut dipenuhi dengan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan Allah swt. Begitupula dengan setan yang tidak akan berhenti hingga hari akhir untuk menggoda dan membujuk manusia melakukan kesesatan dengan berbagai cara.
Bahkan Rasulullah saw menegaskan:
“Kalau kalian tidak pernah berbuat dosa niscaya Allah SWT akan mengganti kalian dengan kaum yang lain yang berbuat dosa, tetapi mereka memohon ampun dan Allah SWT mengampuni mereka”. (HR.Muslim).
Dengan diberikannya potensi manusia dalam berbuat salah dan dosa maka inilah yang diinginkan Allah swt agar manusia memperbanyak taubatnya. Dan disinilah sesuai dengan yang Rasulullah swt katakan bahwa sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat.
Menurut bahasa Taubat berasal dari kata تَوَبَ yang memiliki makna kembali. Apabila seseorang bertaubat, artinya ia kembali dari dosanya (berpaling dan menarik diri dari dosa). Sedangkan menurut Ibnu Qayyim ada beberapa persyaratan dalam menjalankan taubat. Jika dosa yang dilakukan adalah hak Allah, taubat memiliki tiga syarat yang pertaman adalah penyesalan, kedua berhenti dari dosa dan ketiga berjanji untuk tidak mengulanginya.
Sehingga bulan Ramadhan ini menjadi momentum kita untuk meraih ampunan, mendekatkan diri kepada yang Maha Pencipta seluruh alam semesta serta merubah diri ke arah yang lebih baik dalam menjalankan setiap syariat Islam. Bertaubat massal atas merajalelanya suatu kemaksiatan yang telah dilakukan oleh manusia. Karena virus Covid-19 yang saat ini mewabah, boleh jadi adalah akibat dari merajalelanya zina di masyarakat. Penyimpangan seksual seperti LGBT semakin menular akibat tidak adanya penanganan yang tepat. Atau pergaulah bebas yang semakin tidak dianggap sebagai suatu aib di masyarakat dunia, bahkan di negeri yang mayoritas penduduknya adalah umat muslim seperti Indonesia. Serta hukum – hukum illahi yang seakan dicampakkan atas hukum buatan tangan manusia.
Menjadi hal yang wajar bila Allah swt kemudian menurunkan wabah tersebut kepada penduduk dunia, untuk memperingatakan manusia agar kembali kepada Allah swt dengan menegakkan syariat serta hukum-Nya di muka bumi. Terlebih di bulan yang diberkahi Allah swt, bulan penuh mahgfirah-Nya ini menjadi momentum untuk bertaubat dan taat sebagai obat dikala pandemi saat ini. Karena sejatinya tujuan dari puasa Ramadhan adalah untuk membentuk diri kita menjadi orang yang bertaqwa. Sementara karakter dari orang yang bertaqwa yakni bilamana menyibukkan dirinya untuk senantiasa meraih ampunan Allah swt dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (Qs Al-Baqarah:183)
Semoga di bulan yang dibuka lebarnya pintu taubat ini dapat dijadikan untuk menunjukkan kesungguhan kita dalam kembali ke hukum Allah swt dan memperjuangkan tegaknya Islam di muka bumi. Aamiin...
_WaAllahu A’lam Bishshowab..._