Oleh : Eri
(Pemerhati Masyarakat)
Jumlah pasien yang dinyatakan positif corona (covid-19) di Indonesia terus menunjukkan peningkatan yang signifikan. Kekhawatiran pun kian dirasakan masyarakat yang melihat semakin meluasnya wabah corona saat ini.
Untuk mengatasi wabah, akhirnya secara resmi pemerintah mengumumkan akan menggelontorkan dana sebesar Rp405,1 triliun untuk penanganan wabah COVID-19. Dari total itu, Presiden mengalokasikan jaring pengaman sosial sebesar Rp110 triliun untuk masyarakat lapisan bawah. (tirto.id 8/4/2020)
Selama jaring pengaman sosial diberlakukan, setidaknya ada 6 program yang dicanangkan pemerintah. Mulai dari Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Kartu Prakerja, Tarif Listrik, Operasi Pasar dan Keringan Pembayaran Kredit.
Program ini seolah-olah menegaskan kehadiran pemerintah dalam menangani wabah covid-19. Sayangnya, semua program yang dipaparkan pemerintah diragukan oleh sejumlah pihak. Apakah bisa berjalan dengan baik atau tidak? Yang sudah pernah terjadi dengan program-program terdahulu selalu tidak berjalan dengan baik. Selain itu, penerima kartu sakti tersebut bisa tidak tepat sasaran. Sebab data yang dipakai akan mengalami perubahan akibat dampak dari covid-19.
Program tersebut dikhawatir terganjal masalah pendanaan. Anggaran untuk jaring pengaman sosial covid-19 sebesar Rp 405,1 triliun bukan jumlah sedikit. Pemerintah mengklaim bahwa sumber dana tidak bisa ditutupi dari pajak saja. Oleh karena itu, pemerintah mau tak mau harus menambah utang baru.
Baru-baru ini pemerintah sudah mengeluarkan tiga surat utang dengan denominasi dolar atau global bond dengan total sebesar 4,3 miliar dolar AS atau setara Rp 70 triliun. Salah satu tenornya mencapai 50 tahun. "Ini adalah penerbitan terbesar dalam US bond dalam sejarah. Dan Indonesia juga jadi negara pertama yang menerbitkan sovereign bond sejak pandemic covid-19 terjadi," kata Sri Mulyani, Selasa (7/4).(rakyatmerdeka.co.id 11/04/20. Sekali lagi, pemerintah menyelesaikan problem keuangan negara dengan cara berhutang.
Sangat berbeda kepemimpinan kapitalis dengan Islam dalam hal menangani wabah. Terutama dalam mengurusi dan menjamin kebutuhan hidup umatnya mulai dari sandang, pangan, papan. Kesejahteraan rakyat merupakan perkara penting disaat kondisi wabah ataupun tidak. Tidak hanya kebutuhan pokok yang harus terpenuhi, tetapi keamanan, kesehatan dan pendidikan gratis harus disediakan oleh negara.
Islam melarang untuk berhutang dalam bentuk ribawi. Pemasukan negara yang diatur baitulmal berasal dari pengelolaan kepemilikan umum, negara dan zakat mal. Kepemilikan umum berupa hutan, tambang, minyak bumi dan kekayaan alam lainnya. Sedangkan pengelolaan kepemilikan negara seperti fai', ghanimah, jizyah, kharaj, harta ghulul. Untuk pengelolaan zakat mal bersumber dari harta umat yang mencapai nisabnya diperuntukkan bagi fakir dan miskin. Dari ketiga sumber tersebut, merupakan pendapatan yang sangat besar untuk pembiayaan umat tanpa harus berhutang.
Selain menyediakan anggaran, penting untuk wabah corona diselesaikan. Pada masa Rasulullah saw dalam mengatasi wabah adalah menerapkan karantina atau isolasi wilayah yang sedang terkena wabah. Rasulllah saw bersabda
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
“Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR al-Bukhari).
Penduduk yang tinggal di wilayah terkena wabah untuk dilarang keluar dan dijauhkan dari penduduk yang sehat. Para penderita akan diberikan fasilitas kesehatan yang memadai dari segi obat, dokter sampai alat-alat yang dibutuhkan untuk proses kesembuhan.
Sistem Islam terbukti mampu memenuhi kebutuhan umat disetiap kondisi apapun. Bagaimana mengelola sumber dana untuk kebutuhan umat serta upaya mengatasi wabah secara tuntas. Hal ini solusi nyata bukan lagi solusi semu yang ditawarkan sistem kapitalis rusak. Saatnya umat beralih menerapkan sistem Islam Kaffah dalam bingkai Khilafah. Wallaahu a'lam bis shawwab.
Tags
Opini