Prioritas Keselamatan Rakyat



                        Oleh : Elda Andriani

 Presiden Joko Widodo kembali menegaskan pemerintah bersama berbagai pihak terus bekerja keras menanggulangi pandemi virus korona (covid-19). Presiden juga menegaskan keselamatan rakyat menjadi prioritas utama dalam penanganan covid-19. Hal itu disampaikan Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman dalam pernyataan pers di Jakarta, Minggu, 22/03/2020).

Presiden Jokowi sudah menggariskan tiga program prioritas dalam menghadapi pandemi covid-19. Pertama, memfokuskan dan menggerakkan semua sumber daya negara untuk mengendalikan, mencegah, dan mengobati masyarakat yang terpapar covid-19. Kedua,  memfokuskan dan menggerakkan semua sumber daya negara untuk menyelamatkan kehidupan sosial-ekonomi seluruh rakyat. Ketiga, memfokuskan seluruh sumber daya negara agar dunia usaha baik UMKM, koperasi, swasta, dan BUMN agar terus berputar. Kita terus bekerja keras bergotong-royong tanpa henti dengan kerendahan hati untuk keselamatan seluruh rakyat Indonesia, serta berterimakasih sebesar-besarnya kepada seluruh tenaga kesehatan (dokter, perawat, dan lainnya)," imbuh Fadjroel.

Pertempuran para tenaga medis nasional yang berada di garda depan untuk mencegah penyebaran virus corona ibarat kisah perang badar. Musuh yang dihadapi teramat besar dan berbahaya, sementara pasukan yang maju tak sebanding jumlahnya. Meski begitu, para tenaga medis ini tetap berjuang habis-habisan dengan nyawa dan kesehatan mereka menjadi menjadi taruhannya.

Menurut dr Fariz Nurwidya saat CNBC Indonesia meminta waktu untuk wawancara panggilan telepon, pada Selasa (17/3/2020). Sebagai ahli dan spesialis paru, Fariz merupakan salah satu dokter yang beberapa hari ini tak beristirahat dari medan pertempuran untuk merawat dan berusaha menyembuhkan pasien Covid-19.
Kondisi kelelahan yang luar biasa ini disebabkan oleh minimnya ketersediaan sumber daya, baik dari sisi tenaga maupun sarana dan prasarana untuk pengobatan pasien. "Kurang personil, kurang ventilator, kurang APD (Alat Pelindung Diri)," tulisnya.

Saking minimnya ketersediaan APD, para dokter ini bahkan kekurangan masker untuk melindungi mereka. Padahal profesi mereka cukup rentan karena berinteraksi langsung dengan pasien covid 19.
Atas dasar ini,  pemerintah harus lebih serius melihat nasib para petugas kesehatan. Bukan tidak mungkin, jika terus dibiarkan akan lebih banyak petugas kesehatan yang ikut menjadi korban.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan negara-negara di dunia untuk menghadapi krisis corona dengan lebih serius. Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan banyak negara yang tidak mengambil semua langkah yang diperlukan untuk memerangi penyebaran wabah yang mematikan ini.

Menurutnya, banyak negara yang tidak menunjukkan “tingkat komitmen politik” yang diperlukan untuk menyamai tingkat ancaman yang kita semua hadapi.
Apa yang disampaikan Tedros dialami negeri ini. Tidak ada antisipasi dan bentuk riil perlindungan pada rakyat yang ditunjukkan oleh para pejabatnya. Seperti Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang ingin tenaga kerja asing (TKA) asal Cina untuk bisa segera kembali ke Indonesia. Terhambatnya arus balik TKA Cina di Indonesia yang pulang saat imlek dianggap memberi dampak negatif ke perekonomian. Ia berdalih tidak ada larangan WHO bagi orang dari Cina yang ingin datang ke Indonesia, kecuali Wuhan provinsi Hubei yang menjadi pusat wabah itu. Sehingga Luhut menilai penting menyegerakan datangnya TKA Cina.

Tampak sekali tak memiliki hati nurani. Pertimbangan para pejabat negeri hanya untung dan rugi. Ketika rakyat dilanda kekhawatiran atas wabah penyakit, mereka justru disibukkan memikirkan perekonomian. Beginilah watak asli kepemimpinan kapitalis. Mereka menjadikan kesehatan dan nyawa sebagai barang dagangan, dengan turut mengambil untung dari penjualan masker hasil sitaan. Sibuk dengan pertimbangan devisa hasil kunjungan wisata dari Cina, hingga kepentingan investasi guna menambah pemasukan kantong para kapitalis. Tanpa menghiraukan kebijakan yang akan membahayakan rakyatnya sendiri.

Keterlaluan, inilah kata yang tepat mewakili suara hati publik. Benar-benar ‘lucu’ sekali pejabat negeri ini. Nyawa rakyat begitu tak bernilai dibanding dengan sejumlah uang investasi yang telah digelontorkan Cina.
Memang, kematian merupakan sesuatu yang pasti dalam kehidupan. Tapi mati dalam kondisi tanpa pengurusan yang baik dari pemimpinnya sungguh sangat menyedihkan dan menyakitkan. Mereka abai atas penjagaan pada kesehatan rakyatnya sebagaimana yang selama ini ditunjukkan lewat berbagai kebijakan yang diberlakukan, salah satunya BPJS "memalak" dengan iuran yang tinggi tanpa mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, ditambah lagi dengan keharaman dalam penerapannya karena tak sesuai dengan syariat-Nya. Makin bertambah kesulitan rakyat karena ulah pemimpin yang tak bertanggung jawab.

Sungguh hanya satu solusinya, yaitu menjadikan Islam sebagai ideologi. Yang dengannya akan diterapkan aturan  Islam, sehingga memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Pandangan Islam tentang kesehatan jauh melampaui pandangan dari peradaban manapun. Islam telah menyandingkan kesehatan dengan keimanan, sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Mintalah oleh kalian kepada Allah ampunan dan kesehatan. Sesungguhnya setelah nikmat keimanan, tak ada nikmat yang lebih baik yang diberikan kepada seseorang selain nikmat sehat.” (HR Hakim).
Dalam Islam, kesehatan juga dipandang sebagai kebutuhan pokok publik, Muslim maupun non-Muslim. Karena itu, Islam telah meletakkan dinding yang tebal antara kesehatan dan kapitalisasi serta eksploitasi kesehatan. Dalam Islam, negara (Khilafah) bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan semua warga negara. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala. Hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Tugas ini tidak boleh dilalaikan negara sedikitpun karena akan mengakibatkan kemadaratan, yang tentu diharamkan dalam Islam.
Layanan kesehatan berkualitas dijamin ketersediaannya. Semuanya digratiskan oleh negara bagi seluruh warga negara yang membutuhkannya, tanpa membedakan ras, warna kulit, status sosial dan agama, dengan pembiayaan bersumber dari Baitul Mal. Hal ini terlihat dari apa yang dilakukan Rasulullah saw. kepada delapan orang dari Urainah yang menderita gangguan limpa. Saat itu mereka datang ke Madinah untuk menyatakan keislamannya. Mereka dirawat di kawasan pengembalaan ternak kepunyaan Baitul Mal, di Dzil Jildr arah Quba’. Selama dirawat mereka diberi susu dari peternakan milik Baitul Mal. Demikian pula yang terlihat dari tindakan Khalifah Umar bin al-Khaththab. Beliau mengalokasikan anggaran dari Baitul Mal untuk mengatasi wabah penyakit Lepra di Syam.

Dalam masa kepemimpinan Islam, setiap masyarakat yang sakit akan diberi asupan gizi seperti gandum, dan ketika telah sembuh mereka akan diberi pesangon karena selama mereka sakit tidak berpenghasilan maka dari itu, negara memberinya pesangon. Begitulah indahnya Islam dalam memuliakan manusia.
Islam telah lebih dahulu membangun ide karantina untuk mengatasi wabah penyakit tersebut agar tidak menular.

 Pada masa Kekhalifahan Umar Bin Khattab ada wabah yang menerpa kaum Muslimin, disebut dengan wabah Tha’un.
Isolasi atau Lockdown dibelakukan pada masa itu, hal ini bertujuan untuk mengurangi potensi penularan wabah tha’un. Seperti dalam  hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhari, “Jika kamu mendegar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Dan jika kalian berada di daerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Islam mengatur segala sesuatu dengan sempurna, mulai dari masalah akidah, ibadah, muamalah. Kembali pada Islam kaffah adalah solusi tuntas dalam memberantas segala problematika kehidupan, maka kembali pada aturan Allah.

 Wallahua'lam Bish Shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak