Perjuangan Kartini Di Salah Artikan ?



Oleh: Endah Husna

          "Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan. Bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar bagi kaum perempuan agar lebih cakap melakukan kewajibannya. Kewajiban yang diserahkan ke dalam tangannya, yaitu menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama." (Surat Kartini pada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902)
          Atas nama melanjutkan perjuangan Kartini, sebagian kaum hawa menuntut emansipasi, sungguh sangat ironis atau bertentangan dengan cita-cita Kartini. Mereka hakikatnya memperjuangkan nilai liberal ala barat yang justru ditentang oleh sang pejuang. Kartini tidak menuntut persamaan hak dalam segala bidang, beliau hanya berkehendak agar perempuan mendapatkan pendidikan yang layak seperti laki-laki. Kesetaraan gender atau kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam segala bidang terus diusung sebagai isu utama yang sejatinya jauh dari apa yang diperjuangkan Kartini.
          Dalam bidang ekonomi, perempuan terus menjadi objek yang empuk untuk diopinikan sebagai pahlawan keluarga, pahlawan devisa, dan seterusnya. Perempuan disanjung- sanjung karena kegigihannya dalam bekerja di dunia usaha. Para penggiat kesetaraan gender bermaksud agar perempuan bangga dalam segala opini ini. Yang akhirnya menjadi opini umum yang akan dibenarkan oleh kaum perempuan bahkan oleh para muslimah sendiri. Kian ngeri dan miris, kenyataan di negeri Kartini ini.
          Para penggiat kesetaraan gender adalah para gurita dari kapitalis yang setia dan bertindak karena asas manfaat. Kapitalis sesungguhnya hanya ingin memeras Perempuan, merusak perempuan dan keluarga. Dengan berusaha menjauhkan perempuan dari tugas utamanya. Yakni sebagai Umm wa Rabbatul bait. Ibu dan pengurus rumah tangga. 
          Kapitalis menjadikan tenaga perempuan sebagai penopang perekonomian negara. Justru ini merupakan beban berat yang harus ditanggung perempuan. Namun tidak dirasa oleh perempuan.
          Namun apalah daya, pemahaman perempuan tentang Islam, sangatlah jauh dari cukup. Karena Islam sesungguhnya sudah memahamkan kepada kita, bahwa perempuan bekerja adalah boleh. Kebolehan ini bukan berarti harus diambil, jika kerusakan dan kefatalan akibat pelalain ini justru yang dominan lebih terjadi. Andai semakin banyak kaum perempuan  paham syariat Islam, maka segala usaha penggiat kesetaraan gender akan berbuah nol. 
         Lanjutkan perjuangan Kartini dengan benar. Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri cina. Carilah ilmu sampai liang lahat. Untuk menjadi pendidik utama dan pertama. Yang akan melahirkan generasi tangguh, mampu menerima tongkat estafet kepemimpinan para Nabi. Generasi ini lahir dari perempuan-perempuan yang taat terhadap syariat Allah SWT dan Rasul.
         Kartini milenial adalah pejuang dalam mengajak kebaikan, baik secara langsung maupun melalui media sosial. Melarang yang buruk dengan cara yang baik. Melepaskan tali manfaat dalam berbuat, membuang pemikiran kufur yakni memisahkan agama Islam dari kehidupan sehari-hari menuju pemikiran dan perbuatan yang Kaffah atau menyeluruh dalam bingkai bernegara.
         Perempuan mulia dengan syariat Islam. Kartini, perjuanganmu tak akan disalah artikan oleh para perempuan mulia bermahkotakan Qiyadah Islamiyah ( Segala aktivitasnya dipimpin oleh Islam), berAqidah Islamiyah, bersyaksiyah Islamiyah ( berkeribadian Islam). 

Wallahu A'lam.
          
          

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak