Perempuan Dan Kemiskinan


Oleh: Fitriyah Sholihah

Mengurai Hubungan Kesetaraan Gender Dan Kemiskinan 
Mengaitkan antara kemiskinan dengan tidak kesetaraan gender  adalah sebuah gagasan yang sangat gegabah. Karena dengan hanya melihat  Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan yang masih jauh di bawah laki-laki sangatlah tidak cukup untuk mengambil kesimpulan bahwa kemiskinan disebabkan kekurang-terlibatan perempuan dalam angkatan kerja. Meskipin hal ini didukung data Sakernas (Survei Ketenagakerjaan Nasional) pada 2017, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan adalah 50, lebih rendah dibandingkan laki-laki yang sudah mencapai 83.
  Mendetili ketidakoptimalan perempuan dalam dunia kerja dengan dasar sudut pandang keterlibatan pembangunan ekonomi negara menunjukkan ketidak utuhan melihat potensi kehidupan  manusia antara laki-laki dan perempuan yang memang ada hal-hal khusus tidak bisa disamakan.
Sungguh sangat mengkhawatirkan, ketika pengarus-opinian  ketidakoptimalan perempuan dalam dunia kerja akan mendorong pemudahan fasilitas para perempuan dan menjadikan perempuan berbondong-bondong masuk dalam dunia kerja dan kemudian abai pada kewajiban utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.
Seperti yang terjadi di Desa Wanasaba, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, setidaknya terdapat 40 anak usia sekolah, sebagian besar anak-anak yang ditinggalkan oleh ibu dan bapak untuk mencari nafkah di luar negeri sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI). Ditambah lagi, berdasarkan penelitian Yayasan Tunas Alam Indonesia (Santai) tahun 2015, di desa di Desa Wanasaba, Kabupaten Lombok Timur terdapat lebih dari 350 anak (0-18 tahun) yang ditinggal oleh ibu atau bapak dan bahkan keduanya untuk bekerja di negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Hong Hong dan negara-negara Timur Tengah. Jumlah yang hampir sama juga ditemukan di desa tetangganya, Lenek Lauk.
Rupanya spirit kapitalisme telah merasuki sistem ini, hingga sistem ini tak mampu  jujur melihat fakta hingga menarik pada kesimpulan dan solusi yang hakiki. Terjunnya wanita secara massif dan abai pada peran utamanya sebagai Ibu telah menghancurkan keluarga dan masa depan generasi. Perwujudan persoalan yang kontraproduktif seperti meningkatnya angka perceraian, meningkatnya kenakalan dan kriminalitas remaja, hingga lahirnya generasi-generasi yang lemah fisik, mental, dan pemikiran. Yang akhirnya Pemberdayaan Ekonomi Perempuan dalam balutan kesetaraan Gender pelan tapi pasti akan mencabut peran fitroh perempuan sebagai Ibu dan pengatur Rumah Tangga.
Islam  Cara Hidup,  Solusi Bagi Persoalan
Dihadapan Allah semua manusia sama yang membedakan adalah ketaqwaannya. Allah SWT telah menciptakan segala sesuatunya secara adil dan sesuai dengan kodratnya. Begitupun dengan manusia, Allah menciptakan manusia berdasarkan kodrat masing-masing baik pada laki-laki maupun perempuan. Sebagai hamba Alloh secara umum laki-laki dan perempuan melakukan amal perbuatan yang sama sesuai syariat Alloh. Allah SWT. berfirman :“Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl ayat 97)
Hanya saja ada hal-hal khusus yang menjadi pembeda antara hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. Adil memang tak harus sama, tidak bisa kita bayangkan jika laki-laki dan perempuan berebut menjadi kepala rumah tangga, menjadi pencari nafkah, sama-sama menolak peran domestik sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, bisa-bisa urusan menjadi runyam. Bisa dikatakan bahwa ide kesetaraan gender dan emansipasi wanita tidak kompatibel alias tidak cocok. 
Disini Islam telah menampilkan aturan yang sangat apik, harmonis, dan tentuntunya sesuai fitroh dan kodrat masing-masing, Dalam syariat Islam, Alloh tidak pernah mendeskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Karena masing-masing telah mempunyai peran masing- masing untuk menjadikan kehidupan ini baik, seimbang, dan harmonis.  Akan menjadi indah, jika kita mengikuti kodrat fitroh kita. Dalam kehidupan rumah tangga laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan pemimpin didalamnya, dan wanita waib taat terhadap laki-laki yang menjadi pemimpin dan pelindungnya (suaminya). Sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah SWT. “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) itu telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka `di tempat tidur (pisah ranjang), dan (jika diperlukan) pukullah mereka. Tetapi jika meeka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar.”
Dalam Islam wanita boleh menuntut ilmu setinggi-tingginya, dan dengan ilmu dan kecakapannya, wanita juga boleh berperan di publik untuk berkontribusi pada pembangunan dan perubahan di masyarakat. Hanya saja karena wanita mempunya karakter khas terkait dengan kodratnya wanita yang mempunyai rahim, melahirkan, menyusui, mengasuh anak-anak mereka menjadikan pembeda peran antara laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain peran publik wanita dibatasi dengan kodrat kewanitaannya dan tidak boleh mengabaikan apalagi meninggalkan kewajibannya sebagai ibu dan rumah tangga. Jadi mana atau apa yang harus digugat. Islam sudah memposisikan wanita dan laki-laki dengan seadil-adilnya dan setepat-tepatnya.
Persoalan kemiskinan bukan persoalan kesetaraan gender. Melainkan,  Kemiskinan yang terjadi di negeri ini dikarenakan tata kelola ekonomi negara yang rapuh dan tidak sesuai dengan syariat. Penerapan ekonomi kapitalis selain haram hukumnya telah memiskinkan umat dengan  penjualan harta milik negara dan umum kepada pihak asing, sistem ekonomi fiktif seperti sistem ribawi, valas  dan saham yang telah melegalkan perjudian dalam pengumpulan kekayaan secara liar dan dzolim. Inilah yang menjadi penyebab pendistribusian kekayaan semakin tidak adil, jurang kemiskinan semakin dalam antara si kaya dan si miskin.  (InsyaAlloh)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak