Oleh: Toipah
Aktivis Smart With Islam
Alat pelindung diri (APD) menjadi senjata yang sangat penting bagi tenaga medis untuk bekerja melawan Covid-19 ini. Namun, kelangkaan APD hingga kini masih terus terjadi.
Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengakui, meski pemerintah telah mendistribusikan APD untuk tenaga medis hingga ratusan ribu unit, tetapi jumlahnya masih kurang. Sebab, APD sebenarnya hanya bisa digunakan sekali pakai padahal jumlah kasus dan pasien terus bertambah hingga saat ini. (Republika.co.id, 1/4/20).
Untuk mencukupi kebutuhan APD, pemerintah seharusnya menggenjot produksinya di dalam negeri. Padahal sebelumnya sudah terbukti APD yang diimpor dari China adalah made in Indonesia. Meski memang bahan baku disediakan dari negara pemesan, tapi Indonesia sebenarnya mampu untuk menjahit dan merapikan APD tersebut sehingga siap pakai. (tempo.co, 25/3/20).
Indonesia sebenarnya mampu untuk memproduksi APD secara besar besaran. Dan ini merupakan tugas besar pemerintah menyediakan bahan baku untuk pembuatan APD tanpa memikirkan untung rugi. Pemerintah seharusnha memutar otak dan memeras tenaganya dalam menghadapi wabah virus Covid-19 ini. Karena, nyawa manusia lebih penting dari sebuah keuntungan materi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menyatakan bahwa Indonesia punya peluang untuk menyuplai alat pelindung diri (APD) dan hand sanitizer bagi negara lain yang tengah dilanda pandemi virus corona. Alasannya, Indonesia punya pabrik dan infrastruktur untuk memproduksi barang yang kini dibutuhkan dunia itu. (jppn.com, 27/3/20).
Namun, fakta berbicara banyak tim medis yang memakai APD seadanya. Harga hand sanitizer melonjak tinggi karena kelangkaannya. Tidak jauh beda dengan harga masker yang dijual tiga kali lipat, sebab keegoisan para penimbun masker. Ironisnya, alih-alih bersikap tegas terhadap kepentingan dan penjagaan rakyatnya. Pemerintah justru menjadi pembisnis yang mementingkan untung dan rugi.
Penguasa berwatak pengusaha, demikianlah gambaran para pemimpin negeri ini. Buah dari sistem sekulerime-kapitalisme yang berasaskan materi. Sehingga kewajiban dan perannya sebagai pemimpin di hadapan rakyat menjadi mandul. Padahal dalam Islam keselamatan dan nyawa rakyat merupakan sesuatu yang perlu di prioritaskan oleh seorang pemimpin. Dalam Islam, satu saja nyawa rakyat yang melayang karena sikap abai pemerintah, sangat berat tanggung jawabnya dihadapan Allah Swt. kelak. Sungguh, sangat jauh perbedaannya dengan sistem sekulerime (memisahkan agama dari kehidupan) yang memandang segala sesuatu berlandaskan untung-rugi.
Jelas, negeri ini membutuhkan sosok pemimpin seperti Khalifah Umar bin Khattab dalam melawan wabah Covid-19. Sebab tercatat dalam tintas emas sejarah, bagaimana kisah Khalifah Umar bin Khattab menanggapi wabah yang menjangkit suatu negeri, beliau bersikap cepat, tegas dan tanggap, serta berpikir secara cemerlang. Khalifah Umar bin Khattab tidak meremehkan wabah tersebut. Sebaliknya beliau bekerja siang malam untuk melawan wabah, menjaga, melindungi dan mencukupi kebutuhan rakyatnya. Beliau sangat bertanggung jawab dalam mengurus dan menlindungi rakyatnya di tengah wabah.
Selain butuh pemimpin layaknya khalifah Umar bin Khattab, kita juga butuh sistem yang benar. Sebuah sistem yang tidak hanya memberikan solusi secara totalitas, tapi juga mendatangkan maslahat. Sistem yang khas dan unik yang diciptakan oleh Al-Khaliq Al-Mudabbir yakni sistem Islam kaffah dalam bingkai khilafah yang mumpuni dalam menuntaskan problematikan kehidupan termasuk wabah Corona.
Semestinya wabah Covid-19 dapat menjadi hikmah bagi kita. Agar kita bermuhasabah bahwa sesungguhnya kita ini adalah makhluk yang kecil, tak ada yang patut disombongkan, apalagi sampai menentang hukum buatan-Nya. Adanya wabab Covid-19 juga sebagai cara Allah menunjukan betapa rusaknya sistem kapitalis, sistem bathil buatan manusia yang lemah dan terbatas.
Wallahu a'lam bish shawab
Wallahu a'lam bish shawab
Tags
surat pembaca