Oleh : Miya U.Akmal
(Pendidik dan pemerhati kebijakan publik)
Di tengah kondisi pandemi Corona yang semakin menakutkan ini, negara senantiasa menghimbau masyarakat untuk tinggal di rumah alias #stayathome .Sebagai penguat himbauan tersebut, aparat pun tak segan-segan melakukan aksi razia dan penangkapan terhadap orang yang tetap melakukan aktivitas berkerumun di luar. Tapi di sisi lain tersiar kabar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah mengeluarkan dan membebaskan 30.432 narapidana dan Anak melalui program asimilasi dan integrasi berkenaan dengan virus corona. Data tersebut dirilis per Sabtu (4/4) pukul 14.00 WIB.
(https://m.cnnindonesia.com/nasional/20200404203706-12-490361/kemenkumham-telah-bebaskan-30432-napi-demi-cegah-corona)
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI mengklaim telah menghemat anggaran negara untuk kebutuhan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) hingga Rp260 miliar. Penghematan itu terjadi setelah 30 ribu narapidana dan anak mendapatkan asimilasi dirumah serta mendapat hak integrasi berupa Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.(https://tirto.id/bebaskan-30-ribu-napi-kemenkumham-klaim-hemat-anggaran-rp260-m-eKbF).
Dalih pemerintah membebaskan para napi termasuk Napi koruptor yang berusia lanjut adalah :
Pertama. ingin menyelamatkan para napi dari wabah Corona
Kedua. Karena begitu "crowded nya isi penjara"
Ketiga. Karena ingin melakukan penghematan anggaran negara
Kebijakan pemerintah ini menuai kecaman dari berbagai pihak.
Alasan mereka mengkritisi kebijakan pemerintah yang satu ini adalah :
Pertama. Jika ingin menyelamatkan para napi utamanya napi koruptor yang berusia lanjut harusnya malah mereka dipertahankan di penjara. Karena penjara merupakan tempat yang paling aman. Harusnya kebijakan nya adalah tidak boleh ada yang menjenguk para napi. Karena sumber penularan adalah dari luar penjara. Disertai penyemprotan desinfektan dan penggunaan hand sanitizer bagi petugas yang berkepentingan masuk ke LAPAS itu sudah cukup untuk mengamankan para napi.
Kedua. Tidak semua sel yang isinya membludak
Seperti penjara yang khusus untuk napi koruptor, isinya sangatlah sedikit. Jadi jika pemerintah berdalih karena 'crowded' nya isi penjara, mengapa napi koruptor juga ikut dibebaskan?
Ketiga. Jika memang alasan penghematan anggaran negara, mengapa pemerintah tidak menggagalkan rencana pemindahan ibukota, padahal biaya untuk pindah ibukota itu memakan biaya yang sangat tinggi hingga ratusan triliun rupiah. Jadi penghematan yang didapatkan akan lebih banyak daripada pembebasan napi koruptor.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa biaya untuk memindahkan ibu kota dari jakarta ke Pulau Kalimantan mencapai RP 466 triliun.
(https://m.liputan6.com/bisnis/read/4047095/jokowi-biaya-pemindahan-ibu-kota-capai-rp-466-triliun).
Ironis! Mengapa pemerintah mengambil kebijakan seperti itu. Yang menjadi pertanyaan, benarkah alasan utama pembuatan kebijakan tersebut adalah demi negara dan untuk kepentingan rakyat? rakyat yang mana? untuk kepentingan rakyat kecil ataukah segelintir orang yang berkepentingan yakni para kapital (pemilik modal)?
Sadar ataukah tidak negeri ini sedang menerapkan sistem korporatokrasi. Dimana pejabat yang ada hadir untuk melayani para pemilik modal bukan rakyat. Jadi semua kebijakan yang dibuat pun adalah kebijakan yang menguntungkan para kapital.
Begitupun dengan kebijakan pembebasan Napi di tengah wabah Corona ini. Siapa yang akan diuntungkan? Pastinya para napi dan pejabat terkait. Bukan rahasia lagi, No free lunch. Tentunya pembebasan Napi sebelum masa hukumannyanya usai juga tidak cuma-cuma. Siapa yang tidak ingin merasakan udara bebas bersama keluarga tercinta dan bisa bebas beraktivitas di luar sana. Maka berapapun biayanya pasti akan rela digelontorkan demi bebas dari penjara.
Maka tidak bisa disalahkan jika ada pihak-pihak yang menganggap pemerintah mencari momen untuk memperbanyak cara melepaskan koruptor dari jerat hukuman.
Kebijakan pembebasan Napi pada saat wabah Corona menyelimuti negeri ini setidaknya menunjukkan kepada kita bahwa:
Pertama. Pemerintah tidak serius atasi masalah kriminalitas khususnya korupsi
Jika dengan mudahnya Napi bisa dibebaskan, maka jangan harap tingkat kriminalitas akan bisa menurun. Tidak ada pembebasan Napi saat ada wabah corona saja, tingkat kriminalitas semakin tinggi apalagi dengan adanya pembebasan Napi seperti yang terjadi saat ini.
Kedua. Kebijakan ini justru bisa munculkan masalah baru berupa peluang kriminalitas yang bisa dilakukan mantan napi di tengah kondisi ekonomi yang buruk.
Bukankah di tengah wabah Corona ini perekonomian negeri ini semakin sulit? masyarakat banyak yang mengeluh kesulitan mencari nafkah di tengah wabah Corona. Jika napi dikeluarkan mereka akan kesulitan mencari pekerjaan. Akhirnya jika keimanan tidak menancap kuat dalam diri, Jalan keluarnya adalah berbuat kriminal lagi. Seperti kasus yang terjadi di Pontianak. Dua hari setelah dapat asimilasi dari kemenkumham, residivis curanmor kembali beraksi.(https://regional.kompas.com/read/2020/04/13/15343511/dua-hari-bebas-setelah-dapat-asimilasi-residivis-curanmor-kembali-beraksi)
Ini membuktikan, bahwa kebijakan pemerintah membebaskan napi di tengah wabah Corona ini akan menambah masalah baru di negeri ini.
Bagaimana cara Islam mengatasi masalah secara sempurna tanpa melahirkan masalah baru?
Islam merupakan agama yang memiliki aturan sempurna nan Paripurna. Dalam membuat kebijakan apapun khalifah ataupun pejabat terkait senantiasa menjadikan aqidah Islam sebagai sandaran nya. Misal terkait wabah Corona. Dalam pandangan islam tidak boleh negara mengambil kebijakan pembebasan Napi di tengah wabah seperti yang ada saat ini. Jika alasannya adalah penghematan anggaran, maka negara akan membuat prioritas-prioritas terkait pengeluaran anggaran, yang tentunya sesuai dengan pandangan Syara'. Misal: ketika negara dilanda wabah maka negara akan mengambil kebijakan lockdown. Di sisi lain negara akan memenuhi semua kebutuhan rakyatnya. Sehingga rakyat nya tidak bingung ketika tidak boleh bekerja dan lainnya. Karena kebutuhan nya sudah dipenuhi oleh negara. Jadi anggaran negara akan diprioritaskan untuk mengatasi wabah dan memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Apakah negara mampu melakukannya? Darimana uang negara? Tentunya bukan dari utang ke IMF atau lainnya apalagi pajak. Semua itu akan terjawab ketika negara menerapkan sistem Islam secara komprehensif. Salah satunya negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam. Dimana pemasukan negara sangat banyak. Bisa dari sumber daya alam yang ada di negeri ini, baik bahan tambang, hasil hutan, laut dan lainnya. Hentikan menjual kekayaan alam negara ke pihak asing. Kelola sendiri semuanya. Maka pendapatan negara akan melimpah. Sehingga kita bisa mengatasi masalah wabah ini tanpa menambah masalah yang baru. Begitulah Islam akan bisa dengan mudah mengatasi segala permasalahan kehidupan tanpa memunculkan masalah yang baru. Karena sistem ini berasal dari sang pencipta jagad raya, yang paling tahu tentang alam semesta beserta isinya. Dialah Allah SWT.
Wallaahu aLam bi Asshowaab