Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Penulis dan ibu rumah tangga
Berita mengenai Covid-19 masih merajai berbagai media. Sikap penguasa masih beragam, namun intinya masih tarik ulur apakah Lockdown ataukah tidak. Pertimbangan ekonomi masih menjadi fokus utama. Meskipun Mentri keuangan menyatakan siap secara anggaran.
Desakan untuk Lockdown dari berbagai pihak pun tak surut, sebab tabiat virus ini berkembang begitu cepat justru dikerumunan. Maka, rela untuk sosial distance selama 14 hari bahkan diperpanjang hingga 91 hari hanya agar puncak kurva pandemik turun.
Ada pihak yang masih Bersikap ragu. Sebab menurut pendapat mereka, jika Indonesia Lockdown, pihak inilah yang paling terdampak, masyarakat miskin. Dimana penghasilan mereka tak tetap dan kurang dari kelayakan. Ditambah dengan mahalnya berbagai kebutuhan hidup.
Ada pula pihak yang tak mau tahu, sosial distance justru dianggap berkah. Mereka memenuhi tempat-tempat wisata dan kerumunan. Ironi, mental kapitalis atau kebodohan yang mereka pelihara? Sejatinya bencana ini ada sebab Allah ingin manusia kembali kepada ketaatannya yang sempurna.
Gara-gara Covid-19, dunia tak lagi sama, kepanikan merajai sebab informasi yang beredarpun beragam. Budaya tabayyun sudah hilang, mereka berlomba menjadi yang pertama share dan copas berita. Hoax jelas makin membumbung, tak ada kebenaran berita mutlak.
Berbagai instansi mematok zona merahnya sendiri. Berbekal data investigasi mereka sendiri, baik data primer maupun via internet. Hingga nasib pegawai yang bekerja di luar Jawa mesti berpikir beribu kali jika ingin pulang ke pulau Jawa dan sebaliknya.
Kami masih bisa bertahan, mungkin bukan hanya kami yang hari ini terpaksa harus berjauhan. Tak bisa begitu saja memutuskan pulang. Terlalu beresiko. Namun kecut hati juga jika melihat banyak pihak yang masih menganggap ini hanya permainan. Keluar masuk sebuah wilayah dengan mudah, dengan pemikiran saya kan sehat.
Menghadapi situasi ini, memang butuh kesiapan mental luar biasa. Setiap hari korban makin bertambah, berdoa saja semoga kita senantiasa diberi kesehatan dan kemudahan. Masih banyak saudara yang lain yang tak peduli Corona bukan karena tak paham, namun memang karena tuntutan hidup. Sebab abainya negara kepada nasib mereka.
Wahai penguasa, kami mungkin masih bisa bertahan tak berjumpa dalam waktu yang tidak ditentukan. Kami mungkin masih bisa menahan tak bisa memeluk buah hati dan orangtua. Hanya agar suasana reda dan membaik.
Namun jika kalian tidak serius dan bersungguh-sungguh, kemana mesti meminta perlindungan? Covid-19 memang tak kasad mata, ia pun makluk ciptaan Allah. Namun apakah dalam situasi seperti ini masih boleh beranggapan jika waktunya mati akan mati?
Tentu harus ada upaya dan ikhtiar. Dimana hal itu adalah ranah yang kita kuasai. Terlebih kalian adalah pemimpin yang dipercaya rakyat dan kalian pulalah yang memiliki wewenang mengerahkan segala yang dimiliki oleh negara. Harta, militer, fasilitas negara dan lain sebagainya.
Jadilah kalian pengemban amanah kepemimpinan yang itu dipuji Allah dan dikagumi seluruh penduduk langit. Jangan biarkan rakyat menjadi tumbal dan pihak yang terzalimi hingga merekalah yang justru menghempas kalian dalam kehinaan neraka. Tak perlu ragu jika harus Lockdown, jika memang hanya cara itu yang terjitu untuk membebaskan negeri dari monster Corona.
Sebagaimana Umar bin Khattab yang tak pernah ragu, sebab dalilnya jelas. Demikian pula Rasulullah ketika jadi pemimpin melakukan hal yang sama. Mengapa kalian yang hanya pemimpin generasi kesekian setelah orang-orang hebat di atas masih harus berpikir cara yang lain?
Wallahu a' lam bish showab
Tags
Opini