Oleh : Luthfi K.K*
Wabah penyakit akibat infeksi virus akan hilang ketika mayoritas populasi kebal, dan individu berisiko terlindungi oleh populasi umum. Dengan begitu virus akan sulit menemukan host atau inang untuk menumpang hidup dan berkembang. Kondisi itu disebut dengan Herd Immunity atau kekebalan kelompok.
Menurut pakar epidemiologi Universitas Padjajaran (Unpad), Panji Fortuna Hadisoemarto, secara teori, kalau suatu penyakit menular sudah menginfeksi sejumlah tertentu di suatu kelompok masyarakat, otomatis herd immnunity terbentuk. "Dengan asumsi infeksinya akan menimbulkan kekebalan," jelas Panji kepada Liputan6.com, Minggu (5/4/2020).
Kekebalan kelompok diterapkan pada suatu populasi yang tak menerapkan karantina wilayah maupun intervensi lain yang menjegal laju penyebaran virus. Jadi virus dibiarkan menginfeksi ke seluruh kelompok masyarakat sampai terbentuk herd immunity dengan sendirinya.
Kekebalan kelompok dari infeksi alami berisiko menimbulkan sakit parah bahkan kematian. American Heart Association bahkan mengatakan pemulihan infeksinya memakan waktu lama hingga hitungan bulan bahkan tahunan.(Tirto.co.id)
Infeksi SARS-CoV-2 pada satu orang diperkirakan dapat menular kepada 2-3 orang lain. Rata-rata algoritma kekebalan kelompoknya harus mencapai 50-67 persen populasi. Dengan jumlah penduduk 271 juta jiwa (proyeksi 2020), Indonesia perlu membuat 182 juta rakyatnya terinfeksi dan membentuk herd immunity.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk lansia di Indonesia berkisar 10 persen. Dengan asumsi tersebut pemodelan kelompok rentan yang harus mendapat penanganan khusus mencapai 18,2 juta jiwa. Jumlah tersebut belum ditambah kelompom rentan lainnya yang memiliki penyakit bawaan seperti hipertensi, diabetes, kanker, HIV, dll.
Sementara jika dihitung dari persentase kematian akibat COVID-19 sebesar 8,9 persen, maka Indonesia akan kehilangan sekitar 16 juta jiwa dari total 182 juta jiwa yang terinfeksi. Jika pemerintah benar-benar akan melakukan cara ini dalam menangani wabah Covid-19, maka sama halnya pemerintah sudah tak mau bertanggungjawab dalam melindungi rakyatnya.
Membiarkan rakyat saling terinfeksi justru membuat rakyat semakin menderita bahkan sama saja menyiksa dan membunuhnya secara perlahan. Minimnya usaha pemerintah dalam menanggulangi wabah Covid-19 ini sangat membuat kecewa rakyatnya.
Tidak mencontoh bagaimana negara-negara lain yang dengan serius menangani wabah Covid-19 ini di Indonesia pemerintah malah menganggap remeh dan membiarkan alam yang bertindak dengan sendirinya. Lalainya tanggung jawab pemerintah, lemahnya pertahanan negara dalam ekonomi, membuat rakyat sudah geram yang justru akan membuat rakyat tidak patuh pada pemerintah.
Berbeda dalam sistem Islam, pemerintah secara tegas dan serius akan melindungi rakyatnya dalam menangani wabah penyakit. Berbagai upaya akan dilakukan seperti lockdown wilayah, memberikan kebutuhan pokok agar rakyat tak kelaparan saat diberlakukan lockdown, serta mengupayakan pengobatan agar rakyat yang terkena wabah bisa sembuh dengan baik.
Dengan begini rakyat akan patuh dan taat akan aturan negara, sebab negara juga dengan serius dalam melindungi rakyatnya. Dalam Sistem Islam, pemerintah akan dengan tegas memberlakukan lockdown seperti halnya sabda Rasulullah SAW “Jika kamu melihat bumi tempat wabah, maka jangan memasukinya.
Jika kamu berada di sana, maka jangan keluar darinya.” Bahkan pada zaman Khalifah Umar bin Khattab radiyallau ‘anhu saat ada wabah kolera di Syam, Khalifah Umar bin Khatthab meminta masukan ‘Amru bin Ash, sarannya memisahkan interaksi. Maka, tak lama kemudian wabah itu selesai.
Adapun dalam kasus di Amwash, ‘Umar mendirikan pusat pengobatan di luar wilayah itu dan membawa mereka yang terinfeksi virus itu berobat di sana. Inilah bukti bagaimana sistem Islam akan melindungi rakyatnya dengan penuh tanggung jawab. Wallahu a’lam bish-shawwab
*BMI Community Tulungagung(Back to Moslem Identity)
Tags
Opini