Oleh : Nelly Merlina
(Penulis)
Virus corona telah memakan banyak korban. Tapi bukannya fokus menangani Pandemi Corona agar penyebaran tidak massif dan mengobati rakyat yang terjangkit virus Corona dengan mengadakan fasilitas kesehatan dengan lengkap. Malah pemerintah justru fokus menangkap siapa saja yang berani mengkritik pemerintah terkait dengan kebijakan penanganan virus corona. Sikap pemerintah yang demikian membuktikan bahwa pemerintah anti kritik. Kritik untuk membangun negeri ini agar lebih baik dan terwujudnya kesejahteraan rakyat. Kritik sejatinya adalah masukan dan nasihat bagi pemerintah.
Hal ini sangat kontras dengan konsep syariah Islam. Islam sebagai agama yang indah dan sempurna mempunyai mekanisme dalam mengkritik atau menasihati pemimpin yang duduk di bangku kekuasaan. Begitulah hadits ketujuh dari Hadits Arbain An-Nawawiyyah menjelaskan bahwa Agama adalah nasihat. Nabi SAW bersabda;
عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْمٍ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ – رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam umumnya.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 55]
Jadi agama adalah nasihat dan nasihat boleh ditujukan kepada pemimpin bahkan mendapatkan pahala jihad. Abu Sa’id Al-Khudri r.a, menyampaikan bahwa Nabi SAW bersabda;
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ أَوْ أَمِيْرٍ جَائِرٍ
“Sebaik-baik jihad ialah berkata yang benar di hadapan penguasa yang zalim atau pemimpin yang zalim.” (HR. Abu Dawub, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Realitanya saat ini di Indonesia, jika mengkritik atau menasihati pemimpin justru disalahkan bahkan dipenjarakan. Baru-baru ini terbit sebuat peraturan dalam Surat Kapolri yang dikeluarkan oleh Jenderal Idham Azis. Dalam surat telegram itu, Kepolisian Republik Indonesia menerbitkan aturan penanganan pandemi virus Covid-19 (corona) melalui surat telegram ST/1098/IV/HUK.7.1/2020.
Berbeda dengan penangan virus corona yang limbung dan bergerak sangat lamban tidak secepat penyebaran virus Corona itu sendiri. Sebaliknya penanganan mengenai penghinaan presiden ternyata secepat penyebaran virus Corona. Terlihat sudah beberapa yang tertangkap tangan. Seperti Ali Baharsyah yang ditangkap karena mengkritik pemerintah yang akan melakukan darurat sipil bukan lockdown ketika korban corona banyak berjatuhan.
Pengemudi Ojek Online berinisial MAA juga ditangkap oleh Polres Jakarta Utara karena diduga menghina Presiden serta anggota Dewan Pertimbangan Presiden Muhammad Luthfi bin Yahya atau Habib Luthfi di media sosial. Padahal MAA hanya menuliskan status di halaman facebooknya mengenai mengingatkan Habib Lutfi bin Yahya agar bertindak terhadap kebijakan Presiden Jokowi yang menyuruh masyarakat menjaga jarak. Tak ketinggalan di Tanjung Pinang, seorang buruh lepas ditangkap hanya karena mengunggah meme yang menyindir kinerja presiden.
Kebijakan pemerintah seolah lupa, bahwa mereka baru saja membebaskan 30.000 narapidana dengan alasan mengurangi anggaran dan mencegah penularan virus Corona.
Pemerintah memberikan asimilasi dan integrasi pada 30.000 narapidana di seluruh Indonesia untuk mencegah penularan virus corona. Hal ini berdasarkan peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam rangka pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
Tumpah Tindih Peraturan Pendapat di Indonesia
Di Indonesia sendiri, kebebasan berpendapat atau mengkritik pemerintah diperbolehkan. Bahkan di atur dalam UUD 1945 pada pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) sebagai berikut: Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Disamping itu, perlu juga dilihat ketentuan dalam Pasal 28F UUD 1945, yang berbunyi:
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Selain itu kebebasan berpendapat pun diatur dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yakni: Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara.
Meskipun jaminan atas kebebasan berpendapat sudah diatur dalam UUD 1945, anehnya negara ini juga memberlakukan batasan berpendapat yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dan saat ini malah diterbitkan oleh Kepolisian Republik Indonesia yang aturan penanganan pandemi virus Covid-19 (corona) melalui surat telegram ST/1098/IV/HUK.7.1/2020. Surat tersebut akan menindak siapa saja yang menghina presiden dan pejabat pemerintah, berbunyi seperti ini: "Bentuk pelanggaran atau kejahatan serta masalah yang mungkin terjadi dalam perkembangan situasi serta opini di ruang siber: penghinaan kepada penguasa/Presiden dan pejabat pemerintah sebagaimana dimaksud Pasal 207 KUHP."
Cintanya Islam Pada Pemimpin dengan memberikan Nasihat
Peraturan kebebasan berpendapat tersebut justru membuat bingung masyarakat. Di satu sisi dibebaskan berpendapat disisi lain malah dipenjarakan jika berpendapat. Berpendapat semestinya bagian kepedulian masyarakat terhadap negeri ini. Kenapa pemerintah anti kritik bahkan dikriminalisasi?.
Hal tersebut tak akan terjadi jika yang diterapkan adalah peraturan Islam. Dimana kedaulatan hukum berada di tangan hukum Allah SWT, Sang Pencipta Alam semesta bukan kedaulatan di tangan rakyat yang syarat dengan perselisihan, perbedaan bahkan membingungkan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ ۚ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ ۚ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Hukum itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". [Yusuf/12:40]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” [al-Mâ`idah/5:50].
Khilafah Pun Minta Dikritik
Khalifah Abu Bakar yang menjadi pemimpin pengganti Rasulullah bahkan setelah baiatnya dalam pidatonya ia meminta untuk dikritik. “Saudara-saudara, aku telah diangkat menjadi pemimpin bukanlah karena aku yang terbaik di antara kalian semuanya, untuk itu jika aku berbuat baik bantulah aku, dan jika aku berbuat salah luruskanlah aku. Sifat jujur itu adalah amanah, sedangkan kebohongan itu adalah pengkhianatan. ‘Orang lemah’ di antara kalian aku pandang kuat posisinya di sisiku dan aku akan melindungi hak-haknya. ‘Orang kuat’ di antara kalian aku pandang lemah posisinya di sisiku dan aku akan mengambil hak-hak mereka yang mereka peroleh dengan jalan yang jahat untuk aku kembalikan kepada yang berhak menerimanya.
Janganlah di antara kalian meninggalkan jihad, sebab kaum yang meninggalkan jihad akan ditimpakan kehinaan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Patuhlah kalian kepadaku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Jika aku durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka tidak ada kewajiban bagi kalian untuk mematuhiku. Kini marilah kita menunaikan Shalat semoga Allah Subhanahu Wata’ala melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua.”
Begitu pula Umar bin Khatab yang pada awal kepemimpinannya dia berpesan. Jikalau kalian melihat kepemimpinanku menyimpang dari jalan islam maka luruskanlah aku meski dengan pedang. Pernyataannya umar pun sesuai dengan realitanya. Ketika Umar dikritik di depan umum oleh wanita karena kebijakannya membatasi mahar. Umar bin Khatab tidak marah, justru mengatakan Wanita ini benar dan Umar salah.
Begitu juga dengan keturunannya Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang dikritik putranya sendiri karena beristirahat usai memakamkan jenazah Sulaiman bin Abdul Malik. “Pantaskah engkau beristirahat, padahal masih banyak rakyat yang teraniaya?” kata sang anak dengan bijak. “Wahai anakku, semalam suntuk aku menjaga pamanmu. Nanti usai Zhuhur aku akan mengembalikan hak-hak orang yang teraniaya,” jawab Umar.
“Wahai Amirul Mukminin, siapakah yang dapat menjamin Anda hidup sampai Zhuhur jika Allah menakdirkanmu mati sekarang?” kata Abdul Malik. Mendengar ucapan anaknya itu, Umar bin Abdul Aziz semakin terperangah. Lalu, ia memerintahkan anaknya untuk mendekat, diciumlah anak itu sembari berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah mengaruniakan kepadaku anak yang telah membuatku menegakkan agama.” Kemudian, ia perintahkan juru bicaranya untuk mengumumkan kepada seluruh rakyat, “Barang siapa yang merasa terzalimi, hendaknya mengadukan nasibnya kepada khalifah.”
Begitulah jika hukum Islam yang mengatur tak akan ada yang merasa pendapatnya paling benar meskipun dia seorang penguasa. Karena Allah Sang Pencipta yang mengatur mana hak mana yang batil. Sehingga semua merasa adil. Tak akan ada hukuman apalagi penjara jika memang mengkritik untuk memperbaiki. Karena agama adalah nasihat. Dan nasihat yang paling utama adalah menasehati penguasa. Apalagi menasehatinya mendapatkan pahala jihad.
Islam merupakan agama dari Allah yang mengatur seluruh aspek kehidupan, untuk mengatur individu maupun masyarakat, baik rakyat ataupun pemimpin, serta untuk kebahagiaan di dunia dan akhirat. Maka sistem politik Islam dalam naungan Khilafah, khususnya tentang kepemimpinan, merupakan amanat dari Allah untuk melaksanakan aturan, undang-undang dalam bingkai syari’at Islam. Jadi kepemimpinan dalam Islam merupakan bentuk aktifitas politik, yang bertujuan untuk menegakkan aturan Allah di muka bumi secara sempurna dan menyeluruh.
Oleh karena itu, pemimpin yang dipilih semata-mata hanya bertugas untuk menegakkan syari’at dan menerapkan hukum Allah SWT, sehingga negara dan rakyat meraih kedamaian, penguasa dan rakyat memperoleh hak-hak secara adil, serta kehidupan bernegara dalam kondisi yang tenteram dan makmur. Sehingga ikatan rakyat dan pemimpin adalah ikatan cinta dan akidah Islam yang benar. Ikatan yang dibangun atas dasar keimanan. Menasihati pemimpin bagian dari ungkapan hati dan cinta rakyat pada pemimpin. Aktivitasnya adalah akar Ma'ruf Nahi Mungkar.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS.Ali Imran :110)