Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Muslimah Penulis Sidoarjo
Aktor Tio Pakusasewo kembali ditangkap atas kepemilikan narkoba, Selasa, 14 April 2020 dini hari. Ini adalah kali ketiga bintang veteran itu ditangkap atas kepemilikan narkoba setelah Desember 2017 dengan hukuman 9 bulan penjara.
Polisi telah melakukan tes urine terhadap aktor senior perfilman tersebut. Dan dia terbukti mengonsumsi narkoba jenis ganja dan sabu. "Setelah kita tes urine memang positif metamfetamin dan amfetamin," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, dalam siaran virtual Instagram Polda Metro Jaya, ( medcom.id, 14/4/2020).
Kembali dunia keartisan tercoreng namanya, gara-gara kasus narkoba. Setelah artis-artis senior seperti Roy Marten, Fariz RM, Tessy dan Nunung kini giliran Tio Pasukadewo. Berkali-kali tertangkap karena kasus yang sama dan diganjar dengan penjara. Mengapa hingga mengulang perbuatan yang sama ? Tak dipungkiri, dunia keartisan memang glamour dan hedonis..
Untuk tampil secara meyakinkan sekaligus mempesona di hadapan penggemar, atau untuk eksistensi bahwa ia terus berkarya, maka butuh apa yang disebut dopping. Parahnya mind set yang dibangun adalah sesuatu yang instan, mudah didapat dan cukup ampuh mewujudkan impian mereka. Padahal secara fitrah manusia tak selamanya bisa berada pada satu keadaan yang sama.
Dalam perhitungan ekonomi, semakin suatu barang banyak permintaan maka otomatis penawaranpun akan bertambah. Harga menjadi mahal sebab langka jumlahnya. Dan para artislah yang mampu membeli narkoba sebagai konsumsi harian. Mereka adalah sasaran empuk para bandar, cukup dengan mengamini mindset bahwa narkoba adalah vitamin terbaik, agar fans tak lari ke lain hati, agar endorse tetap bisa aman.
Parahnya negara di dunia ini kebanyakan mengadopsi sistem kapitalisme. Padahal sistem ini telah melakukan kesalahan yang fatal. Sistem ini hanya membutuhkan keuntungan semata, tanpa peduli dampaknya. Gara-gara narkoba ayah kehilangan pekerjaan, ibu kehilangan anak, kriminal meningkat hingga kehidupan hancur. Bahkan bagi sebuah negara ada yang dijadikan sebagai upaya pengumpulan pendapatan negara. Walaupun secara sembunyi-sembunyi.
Selama masih dibutuhkan, maka selama itu pula narkoba akan selalu menjadi primadona perolehan pendapatan dengan instan. Lihat saja bagaimana oknum polisi, aparat negara, sipir penjara, pelajar, artis , tukang ojek hingga ibu rumah tangga rela menjadi kurir maupun bandar.
Sebab negara gagal dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sehingga dalam memenuhi kebutuhan asasiyah ( primer) dan kamaliyah ( sekunder) rakyat seringkali tertangkap dalam jebakan narkoba. Terlebih lagi, sekulerisme yang menghilangkan campur tangan agama dalam kehidupan makin menyuburkan kapitalisme. Semua amal dihitung untung ruginya atau hanya jika menghasilkan materi akan diambil.
Hukum pun tak sebanding. Seringkali menggunakan upaya tebang pilih. Sehingga yang seharusnya pengedar , pemakai dan lainnya dieksekusi sesuai amalnya, di Indonesia justru hukum pengedar lebih ringan daripada pencuri singkong. Mana mungkin membuat jera?
Bagaimana Islam menyelesaikan ini? Allah SWT berfirman dalam QS Al A' rof :157 yang artinya:
"Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”
Kedua: Allah Ta’ala berfirman di dalam QS Al Baqarah : 195 yang artinya:
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”
Dari Ummu Salamah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)” (HR. Abu Daud no. 3686 dan Ahmad 6: 309).
Maka, segala sesuatu yang buruk dan bisa membawa kepada kebinasaan adalah haram. Baik dikonsumsi maupun diedarkan. Maka sebagai kepala negara akan konsisten menerapkan keharaman ini agar rakyatnya selamat.
Tindakan tegas pengharaman ini juga membawa konsekwensi pada penerapan hukum yang bersumber dari Al-Qur'an dan As Sunah. Pemberian sanksi dan hukum di dalam negara penerap syariat justru memiliki dua fungsi yaitu sebagai penebus dosa dan pelajaran bagi yang belum melakukan agar tidak melakukan. Sehingga kriminal benar-benar akan berkurang.
Selain itu negara akan memberikan pembinaan baik agar ketakwaan senantiasa kuat. Menjamin kesejahteraannya dan berikut masalah pendidikan, sosial , kesehatan dan keamanan. Juga menciptakan lapangan pekerjaan yang kondusif agar rakyat tidak kesulitan dalam mengakses kebutuhan mereka. Wallahu a' lam bish showab.
Tags
Opini