Napi Berulah Negara Gagal Menjamin Rasa Aman



Oleh : Dian 
(Aktivis Muslimah)

Masalah demi masalah terus terjadi di tengah pandemi corona. Dalam menghadapi setiap permasalahan yang terjadi nampak bahwa pemerintah tidak siap dalam menghadapi dampak dari virus yang mematikan ini. Walaupun pemerintah kerap kali mengeluarkan kebijakan namun setiap kebijakan yang diambil para penguasa negara serta jajarannya merupakan kebijakan yang tidak tepat dan menuai berbagai kritik dari masyarakat, sehingga rakyat tak bisa menutup mata dan lisan untuk mengoreksi setiap kebijakannya.

Kebijakan pemerintah yang menuai polemik. Sebagaimana dilansir Kumparan.com - Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, telah menerbitkan keputusan Menteri (Kepmen) mengenai pembebasan napi demi mencegah penyebaran virus corona di penjara.

Sejak Kepmen tersebut diterbitkan pada tanggal 30 Maret, hingga kini sudah 35 ribu lebih narapidana yang bebas dengan program asimilasi dan integrasi. Pembebasan besar-besaran tersebut menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat, sebab napi yang dibebaskan dikhawatirkan kembali berbuat kejahatan.

Sebagaimana yang telah terjadi di Bali, pria bernama Ikhlas alias Iqbal (29) yang telah dibebaskan pada tanggal 2 April, namun ia kembali ditangkap pada 7 April karena menerima paket ganja seberat 2 kilogram. Sementara di Sulawesi Selatan (Sulsel) seorang pria bernama Rudi Hartono juga kembali ditangkap karena hendak mencuri di rumah warga.

Bahkan menuai kritik dari Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Prof Hibnu Nugroho, menilai fenomena tersebut sebagai kegagalan Menkumham, dalam mengawasi para napi yang dibebaskan. (https://kumparan.com/kumparannews/napi-kembali-berulah-usai-bebas-karena-corona-kemenkumham-dinilai-gagal-1tBl4gZwkKi)

Sungguh miris di tengah pandemi, pemerintah mengambil kebijakan pembebasan besar-besaran tersebut yang tentu akan menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat. Terbukti di berbagai daerah terdapat napi yang kembali di tangkap. Padahal, Ditjen PAS mewajibkan napi yang dibebaskan agar menjalani asimilasi di rumah, dengan mengevaluasi sistem kontrol para napi.

Namun hal itu tidak mungkin dengan kondisi 35 ribu lebih napi yang dibebaskan lapas mampu diawasi. Sebab pemerintah tidak menyiapkan sejumlah perangkat regulasi untuk mengeliminasi dampak kebijakan percepatan pembebasan napi.

Menjadi bukti kegagalan pembinaan Napi di LP dan ketidak mampuan memberikan rasa aman pada publik. Dengan Salah kaprah pemerintah dalam mengambil kebijakan membebaskan para napi, bukannya mencegah penyebaran Covid-19 di dalam lapas tapi justru mengancam keamanan di tengah masyarakat.

Sebelum pandemi corona terjadi, kondisi lapas sering terjadi kerusuhan karena bentrok antar para napi. Hal itu disebabkan tingkat kesenjangan sosial begitu tinggi. Karena jurang sosial antara yang kaya dengan yang miskin makin melebar dari hari ke hari. Sehingga kecemburuan sosial menjadi ancaman serius bagi keamanan di lapas.

Jadi bagaimana mungkin pemerintah bisa memberikan rasa aman di tengah masyarakat,
Sedangkan rasa aman di dalam lapas saja tidak terjamin. Semakin membuktikan bahwa negara gagal melakukan pembinaan terhadap masyarakat. Wajar jika para napi bebas karena program asimilasi tak menghiraukan ancaman yang diberikan pada mereka jika berbuat kejahatan lagi.

Sungguh bobroknya sistem kapitalis yang dianut negeri ini. Nampak dari ketidakmampuan negara dalam mengurusi rakyat serta gagalnya menjamin rasa aman terhadap rakyat dalam setiap kondisi. Realita kriminalitas menunjukkan bahwa eksistensi sistem kapitalis telah gagal memberikan kepastian hukum dan keadilan dalam masyarakat dan telah gagal memanusiakan manusia.

Masyarakat menilai hukum yang ada tidak mampu menjadi terminal akhir untuk memperoleh keadilan dan rasa aman. Sebab para napi yang dibebaskan, sementara para aktivis kritis kepada pemerintah ditangkap dan langsung dijadikan tersangka tanpa adanya proses yang sesuai aturan. inilah sistem kapitalis dari segi penerapan hukumnya yang sangat berbeda dengan hukum dalam sistem Islam. 

Dengan paduan syariat Islam, para pejabat pada masa Khalifah mempunyai sifat dan karakter yang baik. Di antaranya memberikan rasa aman kepada masyarakat. Dalam merealisasikannya mereka harus melakukan beberapa hal, salah satunya menetapkan hukum had atas orang-orang yang fasik dan berbuat dzalim, yang akan membahayakan kehidupan manusia dan harta miliknya.

Sistem Islam memberikan hukum yang tegas sehingga menghasilkan efek jera bagi setiap pelaku kejahatan sehingga tidak akan mengulangi tindak kejahatannya.

Meskipun dipenjara namun mereka tetap diperlakukan selayaknya manusia. Di dalam penjara mereka akan diberikan pembinaan agar mampu meningkatkan rasa takut kepada Allah dan memperkuat ketakwaan. Para napi juga diberikan hak hidup sesuai syariat misalnya makanan yang layak, tempat tidur yang terpisah, serta kamar mandi yang tetap melindungi aurat dan menjaga pergaulan antar napi.

Sebagaimana yang terjadi dimasa Khalifah Harun al-Rasyid, para napi dibuatkan pakaian secara khusus, jika musim panas tiba, dipakaikan pakaian yang terbuat dari katun, sedangkan pada musim dingin dibuatkan pakaian dari wol, dan secara berskala kesehatan para napi diperiksa. Itulah sistem dalam Islam, yang sudah terbukti penerapannya dan benar-benar memikirkan apa yang terbaik untuk rakyatnya. Sangat jauh berbeda dengan sistem kapitalis.

Dengan demikian hanya Islamlah satu-satunya yang mampu menuntaskan berbagai macam problematika kehidupan dan memberikan pelayanan yang terbaik untuk kesejahteraan hidup rakyatnya.
Wallahu a'lam bish-shab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak