Oleh : Enok Sonariah
Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah
Masyarakat tambah cemas setelah dibebaskannya puluhan ribu napi dari berbagai Lembaga Permasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan) baru-baru ini. Menurut Kemenkumham Yasonna H. Laoly telah dibebaskan sebanyak 36.706 napi dan anak binaan, per 14 April 2020 melalui program asimilasi dan integrasi. Alasannya Lapas dan Rutan sudah over kapasitas, sehingga social distancing sulit untuk dilakukan. Pelaksana tugas Dirjen Permasyarakatan, Nugroho menyatakan napi dan anak binaan yang diberikan asimilasi dan integrasi itu telah melalui tahapan penilaian prilaku. Mereka dinilai sudah berkelakuan baik, mengikuti program pembinaan, tidak melakukan pelanggaran, dan disiplin.(detiknews.com)
Menangkap kekhawatiran masyarakat Nugrohopun mengungkapkan, bahwa napi dan anak binaan yang sudah dibebaskan tetap berada dalam pantauan pihak keamanan dan aparat penegak hukum lainnya, masyarakat diminta tidak usah cemas. Yasonna sendiri telah menginstruksikan jajaran Direktorat Jenderal Permasyarakatan (Dirjen Pas) berkoordinasi dengan Polri dan Kejaksaan guna mengoptimalkan pengawasan terhadap napi asimilasi tersebut. Dari pembebasan napi negara bisa berhemat anggaran sebesar Rp. 260 milyar. (NNIndonesia.com)
Walaupun masyarakat diminta untuk tidak cemas, jelas tidak akan bisa, karena sebelum napi dibebaskan saja, tindakan kriminalitas sudah sangat kerap terjadi dan sulit diberantas. Apakah ada jaminan napi yang sudah dibebaskan tidak membuat ulah lagi? Jawabannya tidak harus menunggu lama. Yasonna mengakui sampai Senin 13 Maret 2020 tercatat ada 10 warga binaan yang kembali berulah saat menjalani program asimilasi dan integrasi. Ada yang kembali ditangkap karena kasus mencuri, mabuk dan kekerasan serta kasus narkoba.(liputan6.com).
Seharusnya kemungkinan terburuk dari pembebasan ini sudah terpikirkan sejak awal serta dipertimbangkan dengan matang. Apalah artinya kalau sudah kejadian, pihak keamanan baru turun tangan. Kemungkinan lain yang mesti dipertimbangkan adalah ketika para napi diminta tinggal di rumah karena corona, dari mana mereka makan? Andai keluarganya mampu ngasih makan tidak terlalu bermasalah, bagaimana dengan yang kurang mampu bahkan tidak mampu. Napi itu rentan akan mengulangi perbuatannya ketika ada desakan ekonomi, walaupun tidak dinafikan kemungkinan ada diantara mereka menjadi lebih baik. Yasonna sendiri sempat menyatakan pusing dengan ulah para napi ini, apalagi masyarakat.
Pembebasan napi sangat beresiko memunculkan masalah baru, karena dibebaskan dalam keadaan situasi politik yang tidak stabil, keadaan ekonomi yang karut marut, serta lapangan kerja yang minim. Anggaran negara bisa dihemat sampai 650 milyar, tapi sayangnya keamanan rakyat tidak dipertimbangkan. Pembebasan napi bukannya mengurangi masalah, yang ada menambah masalah baru bagi masyarakat. Jika tujuannya untuk mengurangi penyebaran virus corona, tentu saja pembebasan napi bukan solusi. Mereka sudah berada di ruangan, sebagaimana masyarakat lainnya diperintahkan untuk diam di rumah. Maka wajar muncul cibiran dari masyarakat, pembebasan napi karena corona hanyalah dalih.
Beginilah kenyataan hidup di negara kapitalis sekular. Sistem ekonominya yaitu kapitalis telah menjadikan kekayaan terkonsentrasi pada pemilik kapital/modal, kesenjangan ekonomi semakin lebar. Negara hadir hanya sebagai regulator saja. Disadari atau tidak, kondisi perekonomian seperti ini akan memicu kecemburuan sosial, memantik orang untuk melakukan kejahatan. Hukuman/sanksi yang diberlakukanpun tidak menimbulkan efek jera. Seorang pelaku kejahatan bisa berulang-ulang melakukan kejahatan. Disamping itu sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) telah menyebabkan tercerabutnya rasa takut pada Allah SWT ketika melakukan kejahatan. Inilah akar permasalahan penyebab kurangnya jaminan keamanan, kesejahteraan serta keadilan.
Sesuai fitrahnya, setiap manusia menghendaki hidup lapang, aman dan tentram. Kapitalisme sekular telah gagal mewujudkannya, bukan hanya di Indonesia tapi hampir di seluruh negara di dunia. Berbeda jauh dengan sistem Islam atau khilafah. Di dalam Islam keamanan adalah hak rakyat yang menjadi kewajiban negara untuk mewujudkannya. Rasa aman muncul jika tidak ada ancaman terhadap jiwa, fisik, psikis, harta dan kehormatan. Hal tersebut bisa terlaksana jika tidak ada keinginan pada diri seseorang untuk melakukan kejahatan berkat tertanamnya keimanan dan ketakwaan pada dirinya. Oleh karena itu Islam mewajibkan negara agar secara sistematis mengokohkan keimanan dan membina ketakwaan masyarakat, bisa ditempuh melalui sistem pendidikan formal maupun non formal pada semua jenjang, level, usia dan kalangan.
Untuk mencegah terjadinya kejahatan, Islam pun mewajibkan masyarakat untuk saling menasihati dan melakukan amar makruf nahyi munkar sesama mereka. Negara wajib menjamin atmosfer yang kondusif agar hal tersebut terlaksana.
Islam menutup celah sekecil apapun faktor yang seringkali menjadi penyebab seseorang melakukan kejahatan. Alasan keterpaksaan karena kesulitan ekonomi, akan ditutup melalui penerapan sistem ekonomi Islam yang ditujukan untuk menjamin kehidupan per-individu agar benar-benar mendapatkan sandang, pangan, dan papan, serta mewujudkan jaminan bagi rakyat dalam bidang pendidikan, kesehatan, keamanan, dan yang lainnya. Bukan hanya memastikan ketersediaannya tanpa memperhatikan keterjangkauannya. Pangan berlimpah, seluruh rakyat bisa meraihnya, baik kaya maupun miskin. Baik dalam keadaan negara aman dari wabah maupun tertimpa wabah. Karena Islam sangat memperhatikan pendistribusiannya.
Selain itu, dalam sistem hukum Islam, setiap orang yang merasa dirugikan atau haknya dilanggar mudah mencari keadilan melalui proses hukum yang independen, pasti,tidak berbelit dan terbuka untuk semua orang, berbeda dengan sekarang.
Dilengkapi dengan penerapan syariah Islam secara total, peluang terjadinya kejahatan bisa diminimalisir. Andaikan ada pelaku kejahatan, maka sanksi Islam akan membuat pelakunya jera dan orang lain tidak berani menirunya.
Orang yang mencuri melebihi seperempat dinar dan memenuhi ketentuan syariah akan dipotong tangannya hingga pergelangan. Pencurian dibedakan dengan perampokan. Pencurian biasanya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, sedangkan perampokan biasanya diikuti dengan tindakan kekerasan. Hukuman bagi perampok bisa dilakukan lewat beberapa metode. Jika aksi perampokan menyerang orang-orang yang sedang melakukan perjalanan atau musafir (qat'u at-thariq), maka hukumannya adalah dengan mengamputasi tangan kanan dan kaki kiri si perampok. Jika si pelaku masih melakukan aksi kejahatan serupa setelah hukuman tersebut, maka tangan kiri dan kaki kanannya juga harus diamputasi. Selanjutnya, jika dalam aksi perampokan terjadi pembunuhan tapi tidak disertai dengan kerugian harta benda, maka hukuman bagi pelakunya adalah dieksekusi mati dengan pedang. Kemudian, jika aksi perampokan menyebabkan korban nyawa sekaligus harta benda, maka hukuman setimpal bagi si perampok adalah penyaliban.(QS. al Maidah(5):33).
Pada akhirnya keselamatan dan keamanan bagi seluruh rakyat hanya bisa dirasakan melalui penerapan syariah Islam secara menyeluruh dan sempurna di bawah sistem khilafah Islamiyyah. Sejarah telah membuktikannya, selama hampir 13 abad lamanya Islam menguasai dunia, hanya 200 tindak kemunkaran dan kejahatan yang terjadi. Terlalu jauh jika dibandingkan dengan kejahatan yang terjadi saat ini.
Mengapa khilafah mampu, kapitalisme gagal? Tiada lain karena khilafah menerapkan aturan kehidupannya bersumber dari wahyu, sedangkan kapitalisme bersumber semata-mata dari akal manusia yang lemah. "...Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah SWT, maka mereka itulah orang-orang zalim". (al Maidah(5):45). Mengatur negara tidak berdasar wahyu atau al Qur'an hasilnya adalah kezaliman.
Wallahu a'lam bishshawwab.
Tags
Opini