Oleh: Rindoe Arrayah
Hingga saat ini kasus pandemi virus corona atau COVID-19 yang bermula muncul di Wuhan, Cina telah menyebar ke seluruh dunia tak terkecuali di Indonesia. Sejak pertama kali diumumkan saat kemunculannya pada tanggal 31 Desember 2019, beberapa negara dengan sigap segera mengantisipasi agar virus tersebut tidak menyebar ke wilayahnya. Hal ini sangat jauh berbeda dengan pemerintahan Indonesia yang cenderung lambat dalam menyikapi pandemi ini. Terbukti, saat beberapa negara sudah mengevakuasi warganya yang tinggal di Wuhan untuk ditarik kembali ke negaranya masing-masing, pemerintah Indonesia justru mengambil langkah beberapa hari setelahnya yang tentunya merupakan upaya lambat dalam melindungi warganya.
Sangat disayangkan, meluasnya penyebaran virus corona tidak membuat pemerintah membatasi wisatawan Cina yang berkunjung saat itu.
Pemerintah pun sampai saat ini belum memberlakukan lockdown sebagaimana negara-negara lain di dunia dengan berbagai macam pertimbangan untung rugi yang seharusnya tidak perlu untuk dilakukan jika pemerintah serius melindungi rakyatnya. Padahal, jumlah rakyat Indonesi yang positif terjangkit virus corona sudah mencapai 3.842.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto mengatakan, per hari ini tercatat penambahan 330 pasien dalam 24 jam terakhir dari seluruh rumah sakit di Indonesia.
"Pada tanggal 11 (April) ini ada 330 kasus baru konfimasi dari PCR yang positif, sehingga total menjadi 3.842 kasus," ujar Yurianto (Kompas.com, 11/04/2020).
Kelambanan pemerintah dalam mengambil sikap saat menangani pandemi tak lain dan tak bukan karena pengaruh dari sistem demokrasi yang masih bercokol kuat di negeri ini. Demokrasi yang merupakan sistem rusak dan merusak sejak kelahirannya, tidak memiliki solusi pasti dalam menangani pandemi. Namun, mengapa masih dipercaya untuk dipakai menjadi sistem dalam mengatur kehidupan? Sudah selayaknya kita beralih ke sebuah sistem syar'i ciptaan Ilahi Robbi yang tentunya sangat sempurna dalam mengatasi berbagai macam problema kehidupan yang dihadapi oleh manusia.
Sebagaimana firman Allah Ta'ala :
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا ۚ
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS. Al-Maidah: 3)
Terkait ayat di atas, menurut Tafsir Ibnu Katsir; ini merupakan nikmat Allah yang terbesar yang dikaruniakan kepada umat ini, tatkala Allah menyempurnakan agama mereka sehingga mereka tidak memerlukan agama lain, dan tidak pula Nabi lain selain Nabi mereka, yakni Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, Allah menjadikan beliau sebagai penutup para Nabi dan mengutusnya kepada seluruh manusia dan jin sehingga tidak ada yang halal kecuali yang beliau halalkan, dan tak ada yang haram kecuali yang beliau haramkan. Tidak ada agama kecuali yang disyariatkannya. Semua yang dikabarkannya adalah haq, benar, dan tidak ada kebohongan, serta tidak ada pertentangan sama sekali.
Begitu juga dengan Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram). Pada hari ini, telah kusempurnakan bagi kalian agama kalian, agama Islam, dengan mewujudkan kemenangan dan kesempurnaan ajaran syariat. Dan telah kusempurnakan bagi kalian nikmat-nikma-Ku dengan mengeluarkan kalian dari kegelapan-kegelapan masa jahiliyah menuju cahaya keimanan, dan Aku telah ridhai bagi kalian Islam sebagai agama kalian, maka berpegang teguhlah dengan kuat, janganlah kalian melepaskannya.
Islam selalu menunjukkan keunggulannya sebagai agama sekaligus ideologi yang lengkap. Islam mengatur semua hal dan memberikan solusi atas segenap persoalan. Islam telah lebih dulu dari masyarakat modern membangun ide karantina untuk mengatasi wabah penyakit menular.
Dalam sejarah, wabah penyakit menular pernah terjadi pada masa Rasulullah saw. Wabah itu ialah kusta yang menular dan mematikan sebelum diketahui obatnya. Untuk mengatasi wabah tersebut, salah satu upaya Rasulullah saw. adalah menerapkan karantina atau isolasi terhadap penderita. Ketika itu Rasulullah saw. memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat para penderita kusta tersebut. Beliau bersabda:
لاَ تُدِيمُوا النَّظَرَ إِلَى الْمَجْذُومِينَ
Janganlah kalian terus-menerus melihat orang yang mengidap penyakit kusta (HR al-Bukhari).
Dengan demikian, metode karantina sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah saw. untuk mencegah wabah penyakit menular menjalar ke wilayah lain. Untuk memastikan perintah tersebut dilaksanakan, Rasul saw. membangun tembok di sekitar daerah yang terjangkit wabah. Peringatan kehati-hatian pada penyakit kusta juga dikenal luas pada masa hidup Rasulullah saw. Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, “Jauhilah orang yang terkena kusta, seperti kamu menjauhi singa.” (HR al-Bukhari).
Rasulullah saw. juga pernah memperingatkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. Beliau bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninginggalkan tempat itu (HR al-Bukhari).
Dikutip dalam buku berjudul, Rahasia Sehat Ala Rasulullah saw.: Belajar Hidup Melalui Hadis-hadis Nabi karya Nabil Thawil, pada zaman Rasulullah saw., jika ada sebuah daerah atau komunitas terjangkit penyakit Tha’un, beliau memerintahkan untuk mengisolasi atau mengkarantina para penderitanya di tempat isolasi khusus. Jauh dari pemukiman penduduk. Ketika diisolasi, penderita diperiksa secara detail. Lalu dilakukan langkah-langkah pengobatan dengan pantauan ketat. Para penderita baru boleh meninggalkan ruang isolasi ketika dinyatakan sudah sembuh total.
Pada masa Kekhalifahan Umar bin al-Khaththab juga pernah terjadi wabah penyakit menular. Diriwayatkan:
أَنَّ عُمَرَ خَرَجَ إِلَى الشَّأْمِ. فَلَمَّا كَانَ بِسَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّأْمِ، فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْه.
Khalifah Umar pernah keluar untuk melakukan perjalanan menuju Syam. Saat sampai di wilayah bernama Sargh, beliau mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengabari Umar bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meningggalkan tempat itu.” (HR al-Bukhari).
Riwayat ini juga dinukil oleh Ibnu Katsir dalam Kitab Al-Bidayah wa al-Nihayah. Menurut Imam al-Waqidi saat terjadi wabah Tha’un yang melanda seluruh negeri Syam, wabah ini telah memakan korban 25.000 jiwa lebih. Bahkan di antara para sahabat ada yang terkena wabah ini. Mereka adalah Abu Ubaidah bin Jarrah, al-Harits bin Hisyam, Syarahbil bin Hasanah, Fadhl bin Abbas, Muadz bin Jabal, Yazid bin Abi Sufyan dan Abu Jandal bin Suhail.
Menilik apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW maupun Umar bin Khattab ribuan tahun yang lalu dalam menangani wabah yang terjadi saat itu dengan solusi syar'i, seharusnya hal itu pula langkah yang diambil oleh pemerintah saat ini dalam menghadapi pandemi virus corona.
Untuk itu, marilah kita sama-sama berjuang demi tegaknya kembali risalah Islam di muka bumi ini dengan menerapkan syari'at-Nya yang pastinya akan mengantarkan masyarakat menuju kebangkitan hakiki.
Wallahu 'alam bishowab.