Oleh: Yayuk Sri Rahayu
Sosialisasi atau kehidupan Sosial adalah rantai interaksi kehidupan yang didalamnya terdapat unsur-unsur sosial atau interaksi yang berkaitan dengan satu orang atau setiap individu dengan masyarakat lingkungan disekitarnya. Berbicara tentang sosial, dalam ilmu sosiologi sendiri dijelaskan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak pernah bisa hidup sendiri. Manusia di kadratkan untuk hidup saling membantu dan berbagi dengan sesama. Gambaran ini sangat indah jika dibayangkan akan berjalan dengan sebagaimana mestinya.
Perasaan nyaman, rukun dan aman mungkin akan jadi satu hasil yang manusia dapatkan dari proses sosialisasi yang berhasil.
Tapi sekali lagi kenyataan yang terpampang menyadarkan banyak pihak jika sosialisasi yang baik itu bak sebuah ekspektasi yang tak mungkin menjadi realita. Kehidupan sosial yang digadang-gadang akan menciptakan kerukunan, nyatanya sedang berada dalam ambang batas kerusakan sebab adanya sistem penanganan masalah-masalah yang timbul dari dampak sosial tidak berjalan dengan semestinya.
Sejalan dengan itu mulailah timbul dampak yang terjadi dari gagalnya interaksi sosial yang diantaranya mulai marak terjadi kriminalitas, perselisihan, hingga kasus-kasus semacam bunuh diri.
Kasus-kasus kerusakan sosial ini, justru mendapat penanganan yang sangat kontraproduktif.
Dimana kesannya seluruh pihak yang mengemban tanggung jawab untuk mengarahkan arus kehidupan sosial kearah yang lebih terpimpin itu telah gagal. Upaya-upaya yang diambil untuk menutupi kerusakan sosial seakan tak mampu menghasilkan keuntungan yang baik. Keputusan yang diambil juga sangat mencerminkan sesuatu yang terburu-buru dan tak dipikirkan dengan matang. Bukan tanpa alasan hal sedemikan dapat terjadi. Sebab pengambilan kebijakan Sekuler dalam menangani kerusakan sosial hanya sebatas berorientasi kepada penyelesaian masalah fisik semata.
Kerusakan Sosial akibat dampak rusaknya sistem penanganan masalah. Semakin hari malah semakin mengundang tingkat kriminalitas dan bunuh diri ketingkat yang krusial. Seperti kejadian baru-baru ini tentang kasus seorang pria di Jawa barat yang memilih mengakhiri hidup setelah sebulan terkena PHK. Dilansir dari CNN Indonesi (Selasa, 21 April 2020), Seorang pria berinisial JT ditemukan meninggal dunia karena gantung diri di sebuah kamar kos yang berlokasi di Kembangan, Jakarta Barat.
Menurut kesaksian keluarga, JT mungkin terkena tekanan depresi sebab beberapa bulan ini dia ter PHK dari tempatnya bekerja.
Bukankah masalah sedemikian rupa telah banyak terjadi dan terus berulang setiap tahunnya. PHK adalah satu momok menakutkan bagi para pekerja. Sebab tanpa adanya sumber pekerjaan yang menghasilkan, kehidupan sosial mereka pun akan ikut terguncang.
Terlebih lagi kehidupan sosial seringkali dikotakkan menjadi kelompok kelompok tertentu yang dianggap mampu dan tak mampu. Jelas ini membuat tekanan psikis semakin berat. Dimana disisi lain mereka juga harus berpikir untuk memenuhi kebutuhan hidup ditengah mahalnya harga bahan pokok
Kesetaraan sosial katanya. Kampanye yang dieluh-eluhkan para pemerintah sekuler tentang adanya tata politik sosial yang mana akan membuat semua orang berada dalam suatu masyarakat atau kelompok tertentu yang memiliki pandangan status yang sama. Menjanjikan kesetaraan sosial yang mencakup hak yang sama dibawah hukum, merasakan keamanan, memperoleh hak suara, mempunyai kebebasan untuk berbicara dan berkumpul serta termasuk pula didalamnya akses untuk mendapatkan pendidikan dan perawatan.
Tetapi lagi-lagi hal seperti itu hanya akan berakhir sebagai sebuah janji yang tak terpenuhi.
Menilik kembali ke beberapa bulan kebelakang. Semenjak menyebarnya wabah besar yang berkaitan dengan penyebaran virus Corona. Mulai banyak tercatat tingkat kriminalitas yang terjadi. Kewajibann untuk karantina mandiri di rumah membuat sebagian orang kehilangan mata pencarian. Sementara kebutuhan tetap harus dipenuhi. Lalu tak ada jalan lain selain dengan melakukan tindak kriminal, terutama bagi orang-orang yang memang tak memiliki mata pencarian tetap.
Dilansir dari CNN Indonesia, tingkat kriminalitas semakin tinggi sebab adanya pandemi Corona serta ikut andilnya tingkat pemenuhan kebutuhan yang tinggi jelang Ramadan dan lebaran. Belum lagi adanya kebijakan asimilasi yang diambil pemerintah. Sebagai langkah membebaskan ribuan narapidana dengan dalih mengurangi resiko penyebaran virus di dalam sel. Yang tanpa disadari justru membuat kehidupan masyarakat tidak tenang karena banyaknya residivis yang dibebaskan.
Sejalan dengan itu Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Asep Adi Saputra mengatakan peningkatan angka kejahatan selama masa pandemi corona sekitar 11,8 persen. Peningkatan terbanyak saat ini adalah pencurian dengan pemberatan (curat).
Bahkan saking parahnya kerusakan sosial dengan naiknya tingkat kriminalitas. Banyak dari sebagian orang-orang yang mulai prihatin akan keadaan yang tengah terjadi. Seperti halnya Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Reza Indragiri mengatakan keterbatasan gerak selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) membuat masyarakat banyak yang tak bisa memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Rasa frustasi itulah yang menurut Reza bisa memicu seseorang untuk melakukan tindak kekerasan dan kejahatan.
"Teori klasik, Teori Frustrasi Agresi. Orang yang frustrasi bisa melakukan kompensasi dengan jalan agresi, kekerasan, dan kejahatan," katanya lewat pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Kamis (23/4).
Bukankah kasus-kasus yang terjadi telah banyak membuktikan jika adanya kerusakan dalam sistem penangan masalah yang diambil atau dianut oleh pemerintahan kapitalis dan sekuler. Kegagalan yang terjadi berimbas nyata pada kehidupan. Satu-satunya yang mungkin manusia butuhkan adalah adanya sistem Islam yang mengatur serta memberikan kebijakan yang orientasinya jelas dalam melayani secara untuk kebutuhan sosial rakyat.
Dengan demikian rakyat mampu memahami tujuan kebijakan dibawah tanggung jawab khilafah sebagai penanggung jawab penuh atas konsekuensi dan pemberlakuannya.
Dimana sistem Islam dan Khilafah akan menunjukkan jika Kehidupan Sosial menurut Islam dengan penetapan yang dimaksudkan untuk menjamin panca hak asasi manusia serta undang-undangnya yang meliputi pengayoman masyarakat, salah satu corak sosial yang memerangi kemiskinan, kesakitan, kebodohan, ketakutan dan kehinaan.
Kehidupan sosial menurut Islam memberikan taraf kehidupan yang tinggi kepada seluruh manusia di dalam masyarakat. Sebagaimana kita maklumi bahwa yang dimaksudkan dalam pengertian kebutuhan-kebutuhan pokok (bukanlah hanya makanan dan minuman), ialah rumah kediaman, nafkah keluarga untuk selama setahun penuh, kendaraan atau pengangkutan.
Kehidupan sosial menurut Islam dilaksanakan untuk seluruh warganegara dalam suatu negara, baik dari golongan Muslimin atau bukan. Karena prinsipnya serta hak-hak yang diberikan kepada tiap-tiap warganegara itu adalah merata, secara umum, tidak seorang pun dapat dikecualikan.
Kehidupan sosial menurut Islam menghendaki supaya rakyat bekerjasama dengan pemerintah untuk merealisasikan pengayoman masyarakat, misalnya dalam peraturan nafqah keluarga dan lain-lain. Oleh sebab itu keuntungannya sangat banyak, seperti meringankan beban negara dalam neraca keuangannya, mengekalkan rasa ikatan yang didasarkan kepada kecintaan dan kemesraan, juga untuk mempererat tali kekeluargaan antara seluruh umat.
Orang yang mencintai saudaranya karena Allah akan memandang bahwa dirinya merupakan salah satu anggota masyarakat, yang harus membangun suatu tatanan untuk kebahagiaan bersama. Apapun yang dirasakan oleh saudaranya, baik kebahagiaan maupun kesengsaraan, ia anggap sebagai kebahagiaan dan kesengsaraannya juga. Dengan demikian, terjadi keharmonisan hubungan antarindividu yang akan memperkokoh persatuan dan kesatuan. Dalam hadits lain Rasulullah saw. menyatakan:
عَنْ أَبِيْ مُوْسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ
(أخرجه البخارى)بَعْضُهُ بَعْضًا
Diriwayatkan dari Abi Musa ra. di berkata, "Rasulullah saw. pernah bersabda, 'Orang mukmin yang satu dengan yang lain bagai satu bangunan yang bagian-bagiannya saling mengokohkan. (HR. Bukhari).
Dasar-dasar faham kehidupan sosial menurut Islam itu ampuh. Oleh sebab itu dapat cocok dan sesuai untuk diterapkan di dalam masa apa pun, sekalipun suasana berubah-rubah, keadaan berganti-ganti, masyarakat makin maju atau keintelektualan makin bertambah. Tapi sistem pengolahan kehidupan sosial yang berlandaskan pada Islam adalah sebaik-baiknya kehidupan yang terpimpin dan aman.
Wallahu a'lam bisshawab
Tags
Opini