Viral. Warga maya dihebohkan dengan berita bayi baru lahir dan langsung bisa bicara. Konon, ia menyeru untuk makan telur rebus sebelum matahari terbit untuk mencegah diri terpapar korona (26/3). Setelah ditelusuri, ternyata kabar ini hanyalah fiktif belaka. Hoaks lama yang didaur ulang, hingga melahirkan hoaks baru yang sama-sama tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Di tengah maraknya kasus Covid-19 di Indonesia, masih ada saja pihak tertentu yang memanfaatkan kondisi darurat ini. Termasuk hoaks telur rebus yang telah memakan banyak korban. Ya, di era digitalisasi, informasi menyebar lebih cepat dari dugaan. Beritanya belum muncul di media masa tapi sudah viral duluan di media sosial.
Sebagai manusia yang diberi akal, hendaknya kita tidak latah menyebarkan informasi yang belum jelas sumbernya. Pun, sebagai manusia yang berakidah, seyogianya iman dijaga dari hal-hal yang bisa mendangkalkannya.
Sebab, beramal itu harus memenuhi dua syarat: niatnya hanya karena Allah Swt dan caranya benar sesuai tuntunan Rasulullah Saw. Ini konsep ahsanu amala (beramal yang baik) dalam Islam. Jadi walau niatnya merebus telur untuk berobat mencegah korona, tapi kalau ada bumbu mistisnya, malah bisa jatuh ke kurafat (cerita bohong), bahkan syirik. Naudzubillah, tsumma naudzubillah.
Cukup terapkan panduan klinis dan logis dari para pakar medis guna mencegah Covid-19. Pun, berdoa kepada Allah Swt agar terhindar dari wabah berbahaya.
Tak kalah penting, informasi apapun yang sampai kepada kita, hendaknya dipastikan dulu validitas beritanya. Jangan langsung ditelan mentah-mentah. Check dan recheck jejak rekamnya. Darimana asal berita, siapa narasumber, dan apakah berita itu bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Kebiasaan yang banyak berlangsung di masyarakat kita adalah miskin pendalaman berita. Hanya baca judulnya, langsung di-share. Padahal, sekejam-kejamnya virus korona, lebih kejam lagi industrialisasi hoaks. Semoga Allah Swt melindungi kita dari fitnah. Aamiin.
Echy Ummu Uwais
Pemerhati Sosial
Tags
surat pembaca