Kiprah Wanita dalam Islam




Oleh: Tri S, S.Si
(Penulis adalah Pemerhati Perempuan dan Generasi)

Tak seorangpun muslim yang menyangsikan kemuliaan, keagungan, kecerdasan Ibunda Aisyah radhiyallahu anha. Peran sebagai istri, anak, sekaligus anggota masyarakat yang peduli dengan kondisi umat, dijalankan hampir sempurna. Keimanan membuatnya semakin mencintai dan dicintai Rasulullah. Meski usianya belia namun beliau bukanlah wanita lemah. Justru keimanan dan cinta yang membuncah pada Islam, melahirkan sosok Ibunda Aisyah radhiyallahu anha yang istiqamah dan kuat. Beliau mendampingi Rasulullah Saw berdakwah bahkan ikut terlibat di dalamnya.

Menjadi Istri manusia mulia, tidak membuat beliau jumawa. Tapi beliau bermaksimal diri mendalami tsqqofah Islam. Hingga akhirnya beliau menjadi satu-satunya wanita diantara tujuh sahabat penghafal hadis terbanyak. Sementara itu beliau adalah periwayat hadis terbanyak urutan ketiga setelah Abu Haurairah dan Abdullah bin Umar bin khaththab, yaitu Sekitar 2.210 hadis.

Di balik itu semua kita tidak sekadar melihat pribadi beliau saja. Perlu kita telisik jauh apa yang menyebabkan beliau sedemikian hebatnya? Bahkan shabiah-sahabiah di zamannya pun, meskipun tidak sesempurna beliau namun memiliki pribadi yang mulia, kuat, dan menginspirasi? Jawabnya adalah karena Islam memuliakan wanita. Islam dengan kesempurnaan syariatnya telah menempatkan wanita pada posisi yang seharusnya.
Secara garis besar kiprah seorag wanita dalam Islam itu ada tiga:
Pertama, Sebagai ibu, istri sekaligus pengatur rumah tangga (ummun wa rabbatul bait). Ibu adalah pendidik utama dan pertama bagi generasi. Penanaman keimanan dimulai sejak anak dalam kandungan. Posisi ini berbarengan dengan peran menjadi istri yang senantiasa bergandengan tangan dengan suami untuk membangun keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah. Dan semua nya nampak dari apa yang dilakukan oleh Ibunda Aisyah radhiyallahu anha.

Termasuk, ketika beliau diberikan kesempatan untuk merawat keponakan beliau Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar as-Shiddiq. Beliau memberikan perhatian lebih selayaknya ibu kandung. Keponakannya didik dengan baik, diajarkan ilmu dunia dan ilmu kehidupan hingga kelak sang keponakan menjadi cerdas, shaleh bahkan menjadi.imam mujtahid di masanya. Kita juga mengenal Imam Syafi’i. Kontribusinya bagi peradaban Islam tentu tidak diragukan lagi. Dan salah satu faktor keberhasilan tersebut adalah didikan dari Ibunda beliau.

Kedua, kiprah wanita selanjutnya adalah menuntut ilmu. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam QS Al Ahzab: 35,
"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar"

Untuk menjadi wanita yang disebutkan dalam ayat di atas tentu dengan ilmu. Bahkan untuk mencetak generasi yang tangguh, dan memiliki keimanan yang kokoh butuh ilmu. Oleh karena itu betapa pentingnya aktivitas menuntut ilmu bagi wanita. Allah subhanahu wa ta'ala juga akan meninggikan derajat bagi yang berilmu. Seperti disebutkan dalam QS Al Mujadilah: 11,
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.“.

Maka, tidak heran jika Ibunda Aisyah radhiyallahu anha, tekun dan terus bersabar untuk.menimba ilmu langsung dari Rasulullah Saw. Demikian pula para wanita-wanita di masanya, para sahabat yang laki-laki pun menimba ilmu lagsung dari Ibunda Aisyah radhiyallahu anha. Berkata Abu Musa al-Asy’ari, “Tidaklah kami kebingungan tentang suatu hadis lalu kami bertanya kepada Aisyah, kecuali kami mendapatkan jawaban dari sisinya.” (at-Tirmidzi)

Berbekal ilmu, seorang wanita juga mampu berkontribusi di tengah masyarakat tanpa harus menabrak rambu syariat. Ini terbukti dengan hadirnya ilmuwan Muslimah yang telah menorehkan sejarah bagi peradaban Islam. Seperti Maryam Al Asturlabi, seorang wanita hebat yang memiliki kontribusi besar bagi pengembangan astronomi.

Kiprah yang ketiga adalah dakwah. Wanita dalam Islam kedudukannya sama dengan laki-laki dalam amar ma'ruf nahi munkar.

“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”

Berbagai kisah Ibunda Aisyah dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar membuktikan bahwa peran dakwah benar-benra dilaksanakan pada kadar kemapuan beliau sebagai seorangMuslimah. Beberapa riwayat mengisahkan, di antaranya:

Dari Alqamah bin Abi Alqamah dari ibunya dari Aisyah radhiyallahu anha, Rasulullah Saw bersabda: “Bahwasanya sekelompok orang dirumah beliau yang dahulu bertempat disitu memiliki dadu, maka beliau mengirim pesan kepada mereka jika kalian tidak mengeluarkannya (dadu) saya akan mengeluarkan kalian dari rumahku.” (HR. Imam Malik).

Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Sa’d dari ‘Alqamah bin Abi ‘Alqamah dari ibunya berkata, “Saya melihat Hafshah binti Abdurrahman bin Abu Bakar radhiyallahu anhu dengan mengenakan kerudung yang tipis sehingga terlihat bagian dalamnya, maka ‘Aisyahpun merobek kerudung tersebut seraya berkata, “Apakah engkau tidak mengetahui apa yang diturunkan Allah dalam surat An-Nuur?”, kemudian meminta kerudung lalu memakaikannya untuk Hafshah (Ath-Thabaqaat Al-Kubraa).

Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa Islam begitu memuliakan perempuan. Kiprahnya sesuai petunjuk wahyu. Mengagumi Ibunda Aisyah tidak sebatas pada fisik. Tidak sekadar menginginkan untu menjadi istri yang dicintai oleh suami. Tapi lebih dari itu. Kisah Ibunda Aisyah radhiyallahu anha telah membantah pandangan para feminis dan pengususng ide kesetaraan gender. Dimana mereka sering menggaungkan bahwa syariat Islam telah membelenggu perempuan. Baik dari sisi berpakaian maupun aktifitas.

Semoga kekaguman kita pada para ummul mukminin, menjadikan kita rindu hidup dalam penerapan Islam secara menyeluruh di seluruh sendi kehidupan. Tidak cukup merindukan tapi ikut berjuang untuk terwujudnya kembali peradaban Islam yang memuliakan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak