Oleh : Siti Asiyah Nurjanah, S.Pd
Bencana Nasional seperti wabah COVİD-19 sedang melanda tanah air ini, dimulai bulan maret wabah ini masuk ke Indonesia sampai saat ini wabah belum dapat diatasi oleh pemerintah. Sedangkan korban yang tertimpa wabah ini dari hari ke hari makin bertambah banyak, tidak hanya dari segi kesehatannya saja, dari segi ekonomi pun makin menurun. Selaras dengan apa yang diberitakan bahwa "Misbakhun meminta Presiden Jokowi segera mengeluarkan bantuan langsung bagi para petani, buruh sektor perkebunan dan nelayan. Menurutnya "Buruh tani, nelayan, buruh di sektor perkebunan diberikan uang makan oleh negara Rp 125.000 per pekan atau Rp 500.000 sebulan selama tiga atau empat bulan ke depan," kata Misbakhun melalui keterangan resmi. Misbakhun menambahkan, saat ini masyarakat di akar rumput memerlukan perlakuan khusus."Buruh tani, perkebunan, dan nelayan adalah salah satu yang paling rentan terkena dampak ekonomi akibat karantina sosial yang kita lakukan sekarang," ujarnya. pada hari sabtu/ 21 Maret 2020 (amp.kompas.com)
Sedangkan DPR dan para pengamat meminta pemerintah tidak mengambil tawaran dana IMF dan mendorong menggunakan dana lain. di satu sisi memang İMF menawarkan bantuan kepada negara ini untuk membantunya melewati hutang tetapi hal itu bukanlah solusi yang tepat untuk diambil meski negara ini membutuhkan biaya yang cukup besar. Dalam hal ini pemerintah harus mengambil kebijakan yang tepat untuk menanggulangi bencana wabah ini supaya segera teratasi, dan pemerintah pun harus benar-benar serius dalam mengatasi becana wabah COVİD-19 ini. Dari laman berita mengabarkan bahwa Ketua Dewan Pengurus LP3ES Didik J. Rachbini dan Peneliti LP3ES Fachru Nofrian mengatakan instrumen APBN sangat penting dalam menangani dampak virus ini. Pemerintah pun diminta tidak boleh main-main dalam penggunaan APBN, mereka berdua megatakan: "kebijakan anggaran yang ragu dan maju mundur mengalokasikan dana Rp 19 triliun rupiah pada awalnya, beberapa hari kemudian lalu naik Rp 27 triliun rupiah, dan kemudian naik lagi Rp 60 triliun adalah kebijakan yang lemah, mencla-mencle, pertanda pemerintahan tidak memiliki kepemimpinan yang kuat kalau berkaca pada luasnya masalah yang dihadapi saat ini" kata kedua ekonom ini lewat keterangan tertulis," dikutip Minggu, 29/3/202. (m.detik.com)
Dari opini di atas, bisa dilihat bahwa memang pemerintah terlihat plin-plan serta tidak serius dalam menanggulangi becana wabah ini, maka tidak heran kebijakan untuk mengatasinya pun tidaklah jelas. Sampai-sampai pemerintah pun meminta bantuan sumbangan terhadap masyarakatnya. Namun dari optimasi penggalangan dana yang dimungkinkan memang masih belum mengcover kebutuhan besar penanganannya. Ini menunjukan bahwa pemerintah tidak mempersiapkan anggaran dalam menangani bencana wabah COVID-19. Sungguh malang nasib raktyat, penanganannya tidak ditangani dengan serius. Inilah akibat dari sistem yang dibuat manusia (kapitalisme), banyak kekurangan dan kelemahannya, ketidak becusan dari sistem ini makin hari makin terlihat buruk, maka tidaklah patut untuk dipertahankan.lain hal dengan pengaturan Islam atau sistem Islam, ketika ada bencana wabah seperti ini, maka pemerintah akan mempersiapkan anggaran yang cukup untuk menanggulangi dengan baik. Ketika Pemimpin memberlakukan lockdown untuk daerah-daerah yang terkena wabah tersebut dengan catatan kebutuhan masyarakat akan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah. Inilah yang dicontohkan oleh Penguasa yang memakai sistem Islam. Sistem ini sudah terbukti berhasil pengalamannya selama kurang lebih 13 abad lamanya. maka tidaklah sempurna hukum buatan manusia kecuali hukum buatan Allah! wallahuallam, AllahuAkbar!!