Oleh : Ulli Annafia
Ibu Rumah Tangga
Kasus corona memang melumpuhkan hampir sebagian aktivitas kehidupan. Banyak kegiatan yang harus dihentikan hingga harus memaksa manusia untuk bisa beradaptasi secara paksa dalam penanganan kasus corona. Jelas kondisi seperti ini akan banyak menimbulkan ketidaksiapan dari berbagai aspek. Mengingat pula sistem kapitalis yang diterapkan dalam kehidupan ini. Menjadikan kebutuhan manusia tiada tertangani meski berbadan negara melalui UU No.6 tahun 2018 tentang kekarantinaan.
Selain dampak pada ekonomi yang dirasa sangat berat, pendidikanpun juga memberi andil ketimpangan yang besar. Ini menjadikan subjek ajar harus menghentikan semua proses belajar mengajar (menuntut ilmu) dengan mengalihkan secara drastis kepada sistem online. Padahal kesiapan dari setiap siswa dan bahkan guru sebagai pengajarpun belum semua mampu.
Disisi lain, konsep pendidikan yang tidak shahih sebagaimana tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini, yaitu sebagai Abdullah dan khalifah. Menjadikan, jauh panggang dari api. Waktu terforsir untuk kerjakan tugas yang menumpuk namun hasil masih nihil dari terwujudnya sosok-sosok generasi terdidik.
Jadilah banyak siswa yang stres bukan hanya masalah pemulangan dan pemberhentian kegiatan belajar mengajar di sekolah. Namun tumpuan tugas yang harus dikerjakan dengan fasilitas yang terbatas. Sebagaimana pengakuan salah satu orang tua di Bandung.
"Ini anak-anak belajar di rumah jadi orang tua yang sibuk. Aku stres banget nih jadi pengawas. Materinya banyak banget," ujar Mesya, seorang wali murid.
Di sisi lain, orang tua mengalami kebingungan dan tidak siap dalam mendampingi anak-anak mereka untuk belajar dirumah. Orangtua terkhusus ibu ikut stres. Melihat fakta selama ini, dimana para ibu digiring kearah publik untuk ikut menunjang perekonomian kehidupan, dengan dalih kesetaraan gender.
Padahal, dengan terjunnya para ibu ke ranah publik secara otomatis akan melepaskan mahkota kewajibannya sebagai Ummu warobbatul bait. Mahkota yang diberikan kepada setiap wanita untuk menjemput jannahNya. Yang sejatinya pula ia akan mampu mengantarkan kepada kehidupan berperadaban yang memuliakan.
Maka, wajarlah jika para ibu malah ikut stres jika harus dirumah mendampingi anak-anak mereka. Sebab, selama ini para ibu telah melepaskan dan kehilangan mahkota kewajiban. Yang menjadikan para orang tua tidak paham pola belajar anak-anak mereka karena terbatasnya kebersamaan mereka.
Begitupun tidak semua anak mau mengerjakan tugas dan belajar dirumah, hal ini menjadikan bukti bahwa para siswa belumlah memiliki kesadaran akan kewajiban menuntut ilmu. Bisa jadi selama ini ia sekolah hanya sebagaimana robot yang jika ditekan tombol akan berjalan dan sebaliknya. Bukan karena kemauan dan motivasi tingginya.
Padalah hal demikian adalah sangat berbahaya bagi generasi kedepan. Melihat peran generasi yang menjadi tumpuan harapan kehidupan. Maka jika mereka hanya terbentuk sebagai robot tentu kehidupan akan kehilangan khalifah-khalifah dan jauh dari sesosok abdullah.
Dengan demikian kondisi stres ini bukanlah masalah pembelajaran dirumah melainkan karena sistem kapitalis diterapkan hari ini. Yang pertama menjadikan pendidikan yang hanya bertujuan pada dunia kerja dan keahlian semata, sehingga melahirkan generasi robot. Kedua, peran ibu sebagai pencetak generasi ditelanjangi dengan kehidupan domestik, yang lagi-lagi adalah tujuan materi. Dan yang ketiga adalah peran negara yang masih mandul.
Mandul bukan berarti negara tidak melakukan apa-apa. Namun mandul karena negara lepas dari tanggungjawab utamanya sebagai negara. Yaitu, perisai dan periayah seluruh rakyatnya. Menjamin semua kebutuhan pokok, sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, keamananan dan kebutuhan urgen lainnya. Sehingga, sebagaimana kasus corona ini tidak akan sampai melemahkan atau bahkan menghancurkan perekonomian kehidupan. Sebab, negara telah memiliki kesiapan dan kesigapan dalam memenuhi dan melindungi seluruh kebutuhan rakyatnya.
Maka sebagai seorang muslim tentu akan paham kemana arah mereka mengadukan dan bersadar dalam segala keadaan, termasuk kasus corona ini. Sebagai pribadi harus lebih menjadikan kondisi ini sebagai momen untuk banyak muhasabah diri dan lebih fokus taqarubilallah. Sebagai langkah untuk perbaiki diri.
Kemudian sebagai orang tua terutama ibu, harus menjadikan momen untuk memakai mahkota kewajiabnya kembali. Mangurus keluarga dan mendampingi anak-anak mereka dengan mencurahkan seluruh kasih sayang yang selama ini terlepaskan. Dengan ini anak akan mendapatkan kebutuhan akan kasih sayang orangtua yang selama ini mungkin tidak mereka dapatkan.
Selanjutnya, bagi negara harus menjadikan muhasabah dan taubatan nashuha bersama atas semua kejadian alam ini. Sebagai pemimpin atas manusia haruslah besikap sebagaimana khalifah yang segera mengembalikan kehidupan kepada sistem pencipta alam. Bukan menyandarkan kepada sistem manusia yang hina dan lemah. Sehingga, langkah yang diambil bukan langkah teknis pencegahan semata melainkan langkah besar menuju perubahan kehidupan yang besar pula. wallahu'alam