Oleh : Fuji Arianti S
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, telah menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) mengenai pembebasan napi demi mencegah penyebaran virus corona di penjara. Sejak Kepmen tersebut diterbitkan pada 30 Maret, hingga kini sudah 35 ribu lebih narapidana yang bebas dengan program asimilasi dan integrasi.
https://metro.tempo.co/read/1330532/vandalisme-di-tangerang-polisi-mau-provokasi-saat-wabah-corona/full&view=ok
https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4974129/napi-dibebaskan-untuk-mencegah-corona-beraksi-lagi-ini-penjelasan-kriminolog
https://www.vivanews.com/kriminal/jabodetabek/44820-pengakuan-lima-pemuda-anarko-yang-provokasi-kerusuhan-saat-corona?medium=autonext
https://kumparan.com/kumparannews/napi-kembali-berulah-usai-bebas-karena-corona-kemenkumham-dinilai-gagal-1tBl4gZwkKi
Tapi ternyata, pembebasan besar-besaran tersebut menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat. Sebab, napi yang dibebaskan dikhawatirkan kembali berbuat kejahatan.
Benar saja, terdapat napi yang kembali ditangkap karena berbuat pidana. Padahal, Ditjen PAS mewajibkan napi yang dibebaskan agar menjalani asimilasi di rumah.
Ditjen PAS atau Direktorat Jenderal Pemasyarakatan adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Hukum dan HAM RI.
Seperti di Bali, pria bernama Ikhlas alias Iqbal (29) yang dibebaskan pada 2 April. Ia kembali ditangkap pada 7 April karena menerima paket ganja seberat 2 kilogram.
Lalu di Sulawesi Selatan (Sulsel). Seorang pria bernama Rudi Hartono harus kembali mendekam dalam penjara karena hendak mencuri di rumah warga.
Selanjutnya di Blitar, seorang pria berinisial MS ditangkap dan babak belur diamuk massa setelah kepergok mencuri motor warga. MS dibebaskan pada 3 April dan ditangkap tiga hari kemudian.
Penangkapan terhadap lima orang pemuda yang menyebarkan ujaran kebencian dan aksi vandalisme di wilayah Tangerang Kota, berhasil mengungkap adanya dugaan aksi kejahatan terorganisir. Para pelaku ini berniat memanfaatkan situasi masyarakat yang sedang resah di tengah wabah Corona atau COVID-19 dengan menyebarkan provokasi untuk membuat keonaran dengan ajakan membakar dan menjarah.
Ini membuktikan bahwa Kemenkumham tidak menyiapkan sejumlah perangkat regulasi utk mengeliminasi dampak kebijakan percepatan pembebasan napi, khususnya Ditjen PAS yang gagal membina napi di LP dan mengawasi para napi yang dibebaskan sehingga menimbulkan rasa tidak aman pada publik.
Ini berarti kebijakan ini gagal. Seharusnya hukum pidana yang seharusnya berefek jera yang kini diterapkan, perlu dievaluasi.
Apakah mungkin dengan kondisi 30 ribu lebih napi yang dibebaskan lapas mampu mengawasi? Ditambah lagi dengan kondisi ekonomi yang sulit di tengah wabah corona, membuat sejumlah napi kembali nekat berulah. Namun kemudian masyarakat yang menjadi korban. Dengan situasi seperti ini masyarakat pun harus bahu-membahu menjaga keamanan bersama dan ikut serta dalam mengawasi.
Guna melindungi kepentingan dan keselamatan umat manusia dari ancaman tindak kejahatan dan pelanggaran, sehingga tercipta situasi kehidupan yang aman dan tertib, ajaran Islam memiliki hukum pidana Islam atau Ahkam al-Jina’iyah.
Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.." (QS Al-Maidah [5]: 3).
Dalam ayat itu, Allah SWT menegaskan bahwa Islam adalah agama sempurna yang mengatur berbagai sendi kehidupan umat manusia, tak ada sedikit pun yang luput, termasuk hukum pidana.
Sebagian kalangan menuding bahwa hukum pidana Islam oleh sebagian orang selalu dikatakan sebagai hukum yang tidak manusiawi, kejam, melanggar hak asasi manusia dan tidak relevan dengan perkembangan zaman. Hukum pidana Islam yang memberlakukan rajam (melempar orang yang berzina hingga wafat) serta potong tangan bagi pencuri dan koruptor sangat kejam dan melanggar hak azasi manusia (HAM).
Dijatuhkannya sanksi berupa potong tangan bagi yang mencuri, dimaksudkan untuk menimbulkan rasa aman, rasa tenang dan memberi efek pencegahan, sehingga orang akan takut untuk mencuri. Penegasan Alquran yang mengatakan orang yang mencuri harus dipotong tangannya, itu menunjukkan untuk memberi ketenangan dan keamanan bagi umat. Itu pun tentu tidak asal menjatuhkan sanksi, tapi harus melalui proses yang diajukan ke pengadilan dengan berbagai bukti serta menghadirkan dua orang saksi laki-laki. Juga jaminan politik ekonomi Islam yang stabil dan mensejahterakan masyarakat tanpa memandang agama dan suku.
Sistem sekuler yang mengusung pemisahan agama dari kehidupan telah menyebabkan kerusakan dan kekacauan di kalangan masyarakat. Sistem sekuler sama sekali tidak menghadirkan agama dalam mengatur dan memecahkan problematika kehidupan. Agama hanya dijadikan kegiatan ritual. Padahal ajaran Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan untuk memecahkan berbagai problematika manusia yang muncul sepanjang masa dan di berbagai tempat berbeda.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱدْخُلُوا۟ فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah 208)