Oleh : Wina Amirah (Muslimah Peduli Umat)
Begitu malang nasib rakyat yang hidup dibawah naungan sistem kapitalis. Bagaimana tidak, kesejahteraan belum digenggam, keadilan masih dalam angan, dan bahkan angka kemiskinan masih tak berkurang. Kini, justru dihadapkan pada kekhawatiran penyebaran pandemik virus Corona (Covid-19) yang telah menyebar sangat cepat hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Pendemik Covid-19 semakin membuat kekhawatiran ditengah-tengah masyarakat, karena virus ini sangat mudah menular dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Menurut WHO, virus ini sudah bisa menular dari orang ke orang melalui percikan cairan dari hidung atau mulut penderita yang batuk atau buang nafas. Percikan cairan ini bisa mengenai benda-benda di sekitar orang tersebut. Mengingat vaksin dan obat untuk Covid-19 belum ditemukan, maka meminimalkan kontak langsung dan menjaga jarak dengan orang lain merupakan cara utama untuk menghindari penularannya, demikian penjelasan WHO di laman resminya.
Hingga saat ini, pasien positif Covid-19 sudah mencapai 893 kasus dan 78 meninggal dunia (CNNIndonesia, 26/03/2020). Tentu pemerintah sebagai penentu kebijakan harus mengambil langkah konkret dan terbaik bagi rakyat Indonesia agar pandemik virus ini tidak menyebar dan menjangkiti seluruh warga Indonesia. Jika pemerintah tidak tegas dalam menangani penyebaran virus ini, maka bukan tidak mungkin Indonensia akan mengikuti jejak negara Italia yang awalnya juga acuh terhadap covid-19 jutsru menjadi negara dengan jumlah tertular paling banyak di dunia.
Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemerintah bersama berbagai pihak terus bekerja keras menanggulangi pandemi virus Corona (Covid-19). Presiden juga menegaskan keselamatan rakyat menjadi prioritas utama dalam penanganan Covid-19 (22/03/2020). Namun hal ini seakan hanya menjadi wacana tanpa bukti nyata. Himbauan pemerintah yang hanya mengharuskan social distancing pun tidak mampu menghalangi penyebaran Covid-19, buktinya hingga saat ini jumlah pasien positif Corona semakin bertambah banyak. Masyarakat pun tidak dapat memutus mata rantai penyebaran Covid-19 hanya dengan himbauan social distancing, karena masih banyak dari mereka yang meramaikan pasar, tempat tongkrongan, terikat dengan pekerjaan di luar rumah dan bahkan masih menerima WNA China masuk ke Indonesia, seperti yang terjadi di Sulawesi Tenggara. Dilansir dalam CNBCIndonesia (18/03/2020).
Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah mengapa pemerintah tak mengeluarkan kebijakan lockdown?. Bukankah kebijakan lockdown sangat tepat diambil agar memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 yang tak dihiraukan rakyat hanya dengan himbauan social distancing?. Tentu, tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan lockdown memberikan kerugian dan masalah pada kondisi perekonomian Indonesia. Pemerintah pun khawatir tak mampu menjalankan UU No. 6 tahun 2018 dimana kebutuhan dasar rakyat wajib ditanggung pemerintah pusat apabila dilakukan lockdown atau karantina wilayah. Bahkan, hal ini dikemukakan langsung oleh presiden RI, Joko Widodo dalam CNBCIndonesia (24/03/2020) yang bersikeras tidak ingin melakukan lockdown di Indonesia, karena menurutnya setiap negara memiliki karakter, budaya, kedisiplinan yang berbeda-beda, jadi yang paling pas bagi Indonesia untuk mencegah penyebaran wabah Corona adalah melakukan physical distancing. Hal yang sama dikatakan pula oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai langkah lockdown bisa membuat laju perekonomian akan semakin berat. Pasalnya, dengan kebijakan self distancing yang kadar pembatasan pergerakan masyarakat akibat virus corona lebih rendah saja, tingkat konsumsi masyarakat bisa turun tajam. Lockdown akan sangat memukul laju ekonomi indonesia secara jangka pendek.
Sungguh, kebijakan tersebut bukanlah kebijakan yang memprioritaskan keselamatan rakyat Indonesia. Dari sini rakyat bisa menilai, bahwa kondisi ekonomi lebih diprioritaskan pemerintah dibanding keselamatan hidup rakyat Indonesia. Rakyat meminta negara, dalam hal ini adalah pemerintah untuk mengurus dan mengatur rakyat, memenuhi semua hajat hidupnya, serta menjamin keselamatannya. Tapi sistem kapitalisme yang diadopsi Indonesia mengharuskan negara berlepas tangan dalam mengatur hajat hidup rakyat.
Pemerintah lebih memikirkan untung rugi bisnis dibandingkan perlindungan total terhadap rakyat, sehingga apapun yang terjadi dianggap tidak urgen untuk segera diatasi selama bisnis untuk meraup banyak keuntungan bisa berjalan dengan baik. Ketika materi yang menjadi tujuan utamanya, maka nyawa dan perlindungan hidup warga negara tidak begitu penting, dibanding upaya penyelamatan bisnis yang kadang telah berjalan separuh jalan, demi menyelamatkan perekonomian negara, namun jelas tidak dapat menejahterakan rakyat. Hal ini juga menunjukan jika sistem sekuler-kapitalis telah membentuk individu-individu egois yang hanya memikirkan kepentingan diri dan golongannya saja.
Berbeda halnya dengan islam, kepemimpinan dalam islam adalah kepemimpinan sebagai raa’in (pengurus). Islam perintahkan negara melalui pemimpinnya untuk bertanggung jawab penuh menjamin maslahat umum. Negara bukan sebagai regulator, melainkan peri’ayah (raa’in) dan penanggung jawab atas urusan rakyatnya, sebagaimana sabda rasul saw.:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“imam (khalifah/kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyat yang diurusnya.” (hr al-bukhari dan muslim).
Tak hanya itu, dalam islam juga sangat memperhatikan keselamatan rakyat ketika ditimpa wabah penyakit. Saat menghadapi wabah penyakit yang mematikan, Rasulullah SAW mengingatkan,"Tha'un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka, apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari darinya." (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).
Rasulullah juga menganjurkan untuk isolasi bagi yang sedang sakit dengan yang sehat agar penyakit yang dialaminya tidak menular kepada yang lain. Hal ini sebagaimana hadis: "Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat." (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). Dengan demikian, penyebaran wabah penyakit menular dapat dicegah dan diminimalisasi.
Kondisi saat ini, seharusnya semakin menyadarkan masyarakat bahwa berharap pada negara yang menganut sistem kapitalis-sekuler adalah hal yang mustahil. Maka tidak ada pilihan lain selain berdiri dan memperjuangkan penerapkan syariat islam sebagai sistem yang mengatur negara maupun kehidupan, karena hanya islam lah yang mampu menjamin kesematan nyawa, harta dan kemaslahatan seluru ummat manusia tanpa terkecuali.
Wallahu’Alam Bishowwab[]
Tags
Opini