Oleh : Mia Denah Mentari, SP
Kasus Corona di Indonesia mengalami peningkatan signifikan. Data nasional mencatat pasien positif meningkat menjadi 2.092 kasus, 191 meninggal, dan 150 sembuh (data per 4/4/2020). Artinya, rata-rata tingkat kematiannya (case fetality rate) mencapai 9.36%. Angka ini paling tinggi di Asia dan urutan kedua di dunia setelah Italia.
Ketua Satgas Covid-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. dr. Zubairi Djoerban Sp.PD memprediksi penyebaran Covid-19 ini seperti gunung es. Artinya, jumlah kasus yang terlihat tampak sedikit, padahal banyak yang tidak terungkap.
Menurut prediksi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), yang merupakan bagian draft “Covid-19 Modelling Scenarios, Indonesia”, tanpa intervensi Negara, lebih kurang 2.500.000 orang berpotensi terjangkit Covid-19. Bila intervensinya rendah, kurang lebih 1.750.000 orang berpotensi terjangkiti Covid-19. Menurut prediksi beberapa kalangan, akan terjadi super spreading (penyebaran tak terkendali) wabah ini pada Ramadhan dan Lebaran tahun ini.
Data-data penyebaran dan korban kasus Covid-19 bukan sekadar data statistik. Di dalamnya ada kepiluan, kelelahan dan tangisan. Sebab, negara tidak hadir mengurusi kesehatan rakyatnya. Saat ini paramedis yang berada di garda terdepan penanganan Covid-19 sudah mengalami kelelahan. Pasalnya, jumlah pasien lebih banyak dari kapasitas rumah sakit. Kesediaan alat pelindung diri (APD) bagi paramedis sangat minim. Mereka harus bertarung di garda terdepan tanpa perlindungan yang memadai. Karena itu mereka juga rawan terpapar oleh Covid-19. Beberapa dokter dan tenaga kesehatan telah menjadi korban keganasan Covid-19. Saat yang sama, kapasitas rumah sakit rujukan terbatas. Tak bisa melayani semua pasien. Rumah sakit terpaksa harus membuat prioritas.
Memang, Pemerintah telah mengumumkan akan menambah anggaran untuk penanganan Covid-19 sebesar 405,1 triliun rupiah. Namun, ternyata ini akan diperoleh dengan meningkatkan hutang Indonesia. Rezim enggan menghentikan ambisi pembangunan infrastruktur yang akan menelan anggaran 1600 triliun rupiah. Rezim pun enggan menunda atau menghentikan proyek infrastruktur ibukota baru. Rezim tidak mau mengalihkan anggarannya untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya yang terdampak wabah Covid-19.
Bahkan rezim menyiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2020 untuk dijadikan payung hukum agar tidak dipermasalahkan jika terjadi defisit anggaran lebih dari 3% Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Diperkirakan negara akan mengalami defisit anggaran 5,7% terkait penanganan Covid-19. Solusinya dengan menambah hutang, bukan merelokasikan anggaran-anggaran lain yang kurang penting.
Beberapa kepala daerah berusaha membuat kebijakan masing-masing untuk menangani Covid-19. Hampir tidak ada kepemimpinan dari pusat dalam penanganan Covid-19 sebagaimana yang dikeluhkan Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat, saat melakukan teleconference dengan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Jumat, 3 April 2020. Desakan untuk lockdown atau karantina wilayah pun disampaikan oleh banyak kalangan. Namun, rezim bergeming. Rezim cenderung tak mau menanggung konsekuensi pelaksanaan Pasal 55 ayat 1 UU No. 6 tahun 2018, yaitu Pemerintah Pusat harus menjamin kebutuhan dasar orang dan makanan hewan ternak bila karantina wilayah atau lockdown diberlakukan. Pemerintah sangat jelas ingin menghindar dari tanggung jawab ini.
Ironisnya, rezim negeri ini sempat menyinggung akan memberlakukan Darurat Sipil. Jika Darurat Sipil diberlakukan, Pemerintah bukan hanya sama sekali tidak menjamin pemenuhan kebutuhan dasar mereka, tapi juga Pemerintah bisa leluasa bertindak otoriter terhadap rakyatnya.
PSBB, Bukti Rapuhnya Ekonomi Kapitalisme
Opsi lockdown ternyata bukan pilihan yang diambil untuk menghentikan wabah Corona yang terus mengalami peningkatan.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akhirnya jadi pilihan. Meski banyak menuai kritik, pemerintah tetap dengan keputusannya. Pertimbangan ekonomi jelas menjadi point penting mengapa PSBB ditetapkan. Tidak sedikit pihak yang sejak awal memprediksi bahwa pemerintah tak akan memilih lockdown karena alasan ekonomi. Memilih menetapkan PSBB sebagai solusi rasional versi pemerintah setidaknya mengkonfirmasi beberapa hal. Pertama, lepas tangannya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya. Hal ini membuktikan watak asli penguasa sekuler yang tak pernah hadir saat rakyat membutuhkan mereka.
Kedua, rapuhnya tatanan sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di negeri ini telah berdampak pada tergadainya aset strategis negara kepada korporasi yang berakibat pada kemiskinan struktural dan langgengnya penjajahan di bidang ekonomi. Alhasil, ekonomi negeri ini rapuh dan tak mampu bertahan saat kondisi bencana. Ketiga, status negara maju hanyalah status palsu yang tidak tampak dalam upaya penguasa memberikan penanganan wabah, memastikan kebutuhan dasar serta menopang pemenuhan darurat pelayanan kesehatan masyarakat di tengah wabah Covid-19.
Butuh Pemimpin Bertakwa
Wabah Covid-19 ini makin menyadarkan kita bahwa kita butuh pemimpin Muslim yang bertakwa. Tentu yang menerapkan syariah Islam. Pemimpin Muslim yang bertakwa akan senantiasa memperhatikan urusan dan kemaslahatan rakyatnya. Sebab, dia takut kelak pada Hari Kiamat rakyatnya menuntut dirinya di hadapan Allah Swt atas kemaslahatan rakyat yang terabaikan. Dia pun sadar harus bertanggung jawab atas semua urusan rakyatnya di hadapan Allah Swt kelak, termasuk urusan menjaga kesehatan masyarakat.
Rasul saw. bersabda:
Pemimpin masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Pemimpin masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Karena itu, dalam Negara Islam, Pemerintah akan selalu terikat dengan tuntunan syariah, termasuk dalam mengatasi wabah. Pemerintah akan bekerja keras dan serius untuk membatasi wabah penyakit di tempat kemunculannya sejak awal. Salah satunya dengan proses karantina wilayah terdampak.
Nabi saw. bersabda:
Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasukinya. Jika wabah terjadi di tempat kalian berada, jangan kalian tinggalkan tempat itu (HR al-Bukhari).
Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasukinya. Jika wabah terjadi di tempat kalian berada, jangan kalian tinggalkan tempat itu (HR al-Bukhari).
Rasul saw. pun bersabda:
Tha’un itu azab yang dikirimkan Allah kepada Bani Israel atau orang sebelum kalian. Jika kalian mendengar Tha’un menimpa suatu negeri, janganlah kalian mendatanginya. Jika Tha’un itu terjadi di negeri dan kalian ada di situ, janganlah kalian keluar lari darinya (HR al-Bukhari).
Tha’un itu azab yang dikirimkan Allah kepada Bani Israel atau orang sebelum kalian. Jika kalian mendengar Tha’un menimpa suatu negeri, janganlah kalian mendatanginya. Jika Tha’un itu terjadi di negeri dan kalian ada di situ, janganlah kalian keluar lari darinya (HR al-Bukhari).
Metode karantina di dalam Negara Islam ini telah mendahului semua negara. Ini pula yang dilakukan oleh Khilafah Umar ra. saat terjadi wabah Tha’un pada era kepemimpinannya. Inilah yang seharusnya diteladani oleh para pemimpin Muslim saat menghadapi wabah.
Ketika wabah telah menyebar dalam suatu wilayah, Negara wajib menjamin pelayanan kesehatan berupa pengobatan secara gratis untuk seluruh rakyat di wilayah wabah tersebut. Negara harus mendirikan rumah sakit, laboratorium pengobatan dan fasilitas lainnya untuk mendukung pelayanan kesehatan masyarakat agar wabah segera berakhir. Negara pun wajib menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, khususnya kebutuhan pangan rakyat di wilayah wabah tersebut. Adapun orang-orang sehat di luar wilayah yang dikarantina tetap melanjutkan kerja mereka sehingga kehidupan sosial dan ekonomi tetap berjalan. Inilah langkah-langkah sahih yang akan dilakukan oleh negara yang menerapkan syariah Islam secara kaffah.
Saat ini kita hidup dalam sistem kapitalisme dan di bawah penguasa yang sangat abai terhadap rakyatnya. Sistem kapitalisme dan penguasanya lebih mementingkan material ekonomi daripada nyawa rakyatnya. Ingatlah, wabah ini tidak hanya mengenai orang-orang zalim di antara kita, tetapi juga mengenai orang-orang yang beriman. Inilah fitnah wabah penyakit yang sedang terjadi. Semoga kita semua dapat saling tolong-menolong di tengah rezim negeri ini yang tampak sangat abai.
Lebih dari itu, inilah saatnya kita dan seluruh rakyat menyadari kebobrokan sistem kapitalisme dan para penguasanya yang zalim. Inilah saatnya kita dan seluruh rakyat kembali ke sistem Islam yang berasal dari Zat Yang Mahakuasa, Allah Swt, yakni dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam institusi Khilafah ’ala minhaj an-nubuwwah.
Allah SWT berfirman:
Takutlah kalian terhadap bencana yang tidak khusus menimpa orang-orang zalim saja di antara kalian. Ketahuilah, sungguh Allah Mahakeras siksa-Nya.
(TQS al-Anfal [8]: 25).
Takutlah kalian terhadap bencana yang tidak khusus menimpa orang-orang zalim saja di antara kalian. Ketahuilah, sungguh Allah Mahakeras siksa-Nya.
(TQS al-Anfal [8]: 25).
Wallahu A'lam Bishshawab
Tags
Opini