Oleh: Neng Ipeh*
Virus Corona yang kini sedang mewabah di negeri kita tercinta tentu tak bisa dipandang sebelah mata. Apalagi virus ini juga mudah menular. Karena jika tertular dan tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan kefatalan yang berujung pada kematian.
Tak heran, para tenaga kesehatan (nakes) yang mengurusi pasien virus corona ini diwajibkan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang mumpuni agar tak mudah tertular virus. Karena para nakes adalah pejuang kemanusiaan yang berada di garda paling depan dan bukan tanpa resiko. Mereka berada di medan tempur dengan mempertaruhkan nyawa. Sayangnya dengan kondisi yang seperti ini, sudah barang tentu APD menjadi barang langka yang harganya melonjak tinggi karena banyaknya faktor permintaan. Pada akhirnya untuk meminimalisir biaya, di sejumlah daerah terpaksa para nakes memeriksa pasien dengan menggunakan jas hujan walau risiko terpaparnya tinggi.
Belum lama ini muncul permintaan sangat mendasar dari gabungan organisasi profesi kesehatan Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama sejumlah organisasi profesi seperti Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia, dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) mengeluarkan pernyataan tertulis soal tuntutan ketersediaan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan (nakes). Dalam surat yang dikeluarkan pada Jumat (27/3) itu disebutkan, jika hal tersebut tak dipenuhi, nakes diminta sementara tidak ikut merawat pasien corona.
Surat yang ditandatangani Ketua IDI Daeng M. Faqih itu menjelaskan tiga hal yang tengah terjadi. Pertama, dalam kondisi pandemi saat ini, setiap pasien yang diperiksa mungkin adalah orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), atau pasien positif corona. Kedua, setiap nakes berisiko tertular. Ketiga, jumlah nakes yang terjangkit makin meningkat, bahkan sebagian meninggal dunia.
Apabila hak itu tidak terpenuhi, anggota profesi dari setiap organisasi terkait diminta untuk sementara tidak ikut menangani pasien Covid-19. Selain demi melindungi diri, juga untuk menjaga keselamatan sejawat. Sebab, dengan tertularnya sejawat, selain mereka akan jatuh sakit, pelayanan penanganan pada pasien bakal terhenti. Selain itu, mereka dapat menularkan kepada pasien. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia bahkan hingga Jumat siang, 10 April 2020, mencatat ada 36 tenaga medis yang meninggal dunia terkait COVID-19. Dari data itu diketahui ada 10 perawat, 20 dokter, dan 6 dokter gigi. (viva.co.id/12/04/20)
Keluhan-keluhan yang dilontarkan oleh para tenaga kesehatan (nakes) akibat kurangnya APD patut ditanggapi dengan segera oleh pemerintah, apalagi jika mereka itu muslim. Karena dalam Islam disisi Allah, hilangnya nyawa seorang muslim lebih lebih besar perkaranya dari pada hilangnya dunia.
Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
Sangat disayangkan, jika nyawa seorang muslim harus hilang untuk sesuatu yang sebenarnya masih bisa diupayakan oleh pemerintahnya. Padahal pemerintahan itu adalah sebuah amanah jabatan yang tentunya akan dimintai pertanggungjawaban. Rasulullah bersabda:
…الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari dan Ahmad).
Maka menjadi sebuah kewajiban bagi pemerintah untuk terus menyediakan kebutuhan bagi para nakes yang sedang berjuang di garda terdepan dalam melawan wabah penyakit ini.
*(aktivis BMI Community Cirebon)
Tags
Opini