Jaringan Pengaman yang Tak Aman


Oleh : Bunda Kayyisa Al Mahira

Saat ini wabah Covid-19 semakin besar dan meluas serta sudah merambah sebagian besar provinsi di negeri ini,  penambahan jumlah orang yang terpaparpun semakin banyak, baik para tenaga kesehatan maupun rakyat umum. Disaat kondisi seperti ini, barulah pemerintah bergerak untuk membuat kebijakan mengatasi wabah ini. 

Kebijakan yang diambil pemerintah  yaitu dengan menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Setelah keputusan PSBB, kemudian pemerintah menyiapkan jaring pengaman sosial untuk masyarakat lapisan bawah agar tetap mampu memenuhi kebutuhan pokok dan menjaga daya beli masyarakat. Presiden juga berjanji akan menjaga dunia usaha, utamanya UMKM agar tetap mampu beroperasi dan menjaga penyerapan tenaga kerjanya. 

Program jaring pengaman sosial yang dibuat pemerintah dalam upaya menekan dampak Covid-19 ada enam yaitu :
Pertama, PKH jumlah penerima dari 9,2 juta jadi 10 juta keluarga penerima manfaat, besaran manfaatnya dinaikkan 25 persen. Misalnya ibu hamil naik dari Rp 2,4 juta menjadi Rp 3 juta per tahun, komponen anak usia dini Rp 3 juta per tahun, disabilitas Rp 2,4 juta per tahun, dan kebijakan ini efektif April 2020.

Kebijakan kedua, soal kartu sembako. Jumlah penerimanya akan dinaikkan menjadi 20 juta penerima manfaat dan nilainya naik 30 persen dari Rp 150 ribu menjadi Rp 200 ribu dan akan diberikan selama sembilan bulan.

Program ketiga adalah kartu prakerja. Anggaran kartu prakerja dinaikkan dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun.

Keempat, terkait tarif listrik untuk pelanggan listrik 450 VA yang jumlahnya sekitar 24 juta pelanggan akan digratiskan selama tiga bulan ke depan. Yaitu April, Mei, dan Juni 2020. Sementara untuk pelanggan 900 VA yang jumlahnya sekitar 7 juta pelanggan akan didiskon 50 persen. Mereka hanya membayar separuh untuk April, Mei, dan Juni 2020.

Kelima, untuk mengantisipasi kebutuhan pokok, pemerintah mencadangkan Rp 25 triliun untuk operasi pasar dan logistik.

Keenam, keringanan pembayaran kredit bagi para pekerja informal, baik ojek daring, sopir taksi, UMKM, nelayan, dengan penghasilan harian dan kredit di bawah Rp 10 miliar.

Banyak kalangan yang menyangsikan kebijakan ini, baik terkait dengan efektifitasnya maupun implementasinya.  Sampai hari ini pun pemerintah belum dapat memastikan sistem penyaluran jaring pengaman sosial (social safety net) karena terkendala pendataan pekerja informal yang terdampak virus Corona. Sri Mulyani mengatakan bahwa : "pemerintah akan mengkordinasikan data-data dengan data BPJS Tenaga Kerja. Jadi jelas, bakal lama realisasinya. Pendataan saja baru mau dilakukan." 

Begitu pula dengan dengan janji akan membebaskan biaya listrik bagi pelanggan 450 VA dan mengurangi pembayaran bagi pelanggan yang 900 VA masih pada tataran koordinasi dengan pihak-pihak terkait. sementara realisasinya entah kapan. 

Saat wabah semakin besar dan sudah banyak nyawa rakyat yang melayang termasuk para dokter dan tenaga kesehatan lainnya, seharusnya pemerintah tegas mengambil kebijakan yang membuat aman rakyat dan memutus rantai virus dengan cepat yaitu dengan karantina wilayah (lockdown). Kemudian penuhi kebutuhan dasar rakyat,  alihkan dana yang tidak terlalu mendesak untuk penanganan wabah. 

Kebijakan karantina wilayah tidak diambil menjadi kebijakan dengan alasan karena pemerintah tidak memiliki dana untuk menanggung biaya kebutuhan pokok masyarakat yang terdampak akibat kebijakan tersebut. Sementara di sisi lain proyek ibu kota terus berjalan dengan dana trilyunan rupiah,  seharusnya pemerintah mau merelokasi anggaran demi menyelamatkan rakyat. 

Dalam Islam, nyawa manusia sangat berharga dan harus dijaga. Nilai nyawa dalam Islam begitu tinggi. Nyawa bahkan dalam ranah Ushul Fiqih masuk dalam kategori “al-Dharūriyāt al-Khamsah” (lima hal primer yang wajib dipelihara). Jadi Islam lebih mengutamakan nyawa manusia dibandingkan kepentingan ekonomi. Nyawa hilang tak kan kembali,  ekonomi hancur bisa dibangun kembali. 

Hari ini mata kita semakin terbuka bahwa penguasa dalam negara yang menerapkan sistem kapitalis tidak akan pernah mengurusi dan memenuhi kebutuhan rakyatnya bahkan nyawa rakyatnya sekalipun. Berbeda dengan penguasa dalam sistem Islam, sejarah telah menunjukan bahwa penguasanya sangat memperhatikan rakyatnya dan memenuhi kebutuhan rakyat.  

Penguasa seperti ini hanya ada dalam sistem Islam yang menjalankan roda kepemimpinannya dilandasi oleh Ketakwaanlah dan sesuai syariat. Maka sudah saatnya menerapkan syariat Islam dan mencampakan sistem kapitalis, niscaya kesejahteraan akan melingkupi seluruh alam. Aamiin

Wallahu'alam bi showab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak