Oleh : Arum Mujahidah
Pemerintah menggelontorkan beragam program jaring pengaman sosial bagi masyarakat untuk menghadapi masa sulit akibat pandemi virus Corona. Bantuan yang diberikan antara lain Program Keluarga Harapan atau PKH, Kartu Sembako, Kartu Pekerja, Penggratisan pelanggan listrik 450Va dan diskon 50 persen untuk 900va; 25 triliun untuk pasar dan logistik, dan keringanan pembayaran kredit bagi pekerja informal.Bantuan ini akan diberlakukan mulai April 2020. Begitu tutur Presiden di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/3).
Adapun rinciannya terkait bantuan-bantuan tersebut yang pertama terkait jumlah keluarga penerima PKH akan ditingkatkan dari 9,2 juta menjadi 10 juta. Besaran manfaat PKH pun bakal dinaikkan sebesar 25%. Selain PKH, pemerintah menaikkan jumlah penerima Kartu Sembako dari 12,5 juta menjadi 20 juta. Nilainya pun dinaikkan 30% dari Rp 150 ribu menjadi Rp 200 ribu. Sebagaimana PKH, kenaikan penerima dan nilai Kartu Sembako bakal berlaku pada 1 April 2020.
Kedua, pemerintah juga menaikkan anggaran Kartu Prakerja dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun. Jumlah penerima manfaatnya pun ditambah menjadi 5,6 juta orang.Penerima Kartu Prakerja ini mencakup para pekerja informal dan pelaku UMKM yang terdampak corona. Nilai manfaatnya adalah Rp 650 ribu sampai Rp 1 juta per bulan selama empat bulan ke depan.
Ketiga, pemerintah pun menggratiskan tarif listrik bagi 24 juta pelanggan golongan 450 VA dan diskon tarif sebesar 50% untuk 7 juta pelanggan golongan 900 VA. Kebijakan ini bakal berlaku selama tiga bulan ke depan, bulan April sampai Juni.
Selanjutnya, negara juga mencadangkan Rp 25 triliun untuk pemenuhan kebutuhan pokok. Anggaran tersebut juga akan digunakan untuk operasi pasar dan logistik. Selain itu, anggaran kesehatan sebesar Rp 75 triliun disiapkan untuk membiayai penanganan virus corona. Lebih lanjut, Otoritas Jasa Keuangan telah menerbitkan aturan terkait keringanan pembayaran kredit bagi pekerja informal dan pelaku UMKM dengan penghasilan di bawah Rp 10 miliar.
Dari berbagai upaya tersebut pemerintah berharap akan mampu mencover pandemi corona yang sedang melanda masyarakat Indonesia. Setidaknya berusaha hadir untuk masyarakat dan ingin mengurangi beban masyarakat yang terdampak.
Namun, berbagai jaring pengaman yang sudah dipasang pemerintah mampukah menjamin kondisi masyarakat yang tengah terdampak wabah secara menyeluruh ? mengingat jumlah kasus per 8 April 2020 saja sudah menembus 3293 kasus (TvOne, 9/4/20). Hal ini dari sisi angka, belum dari sis psikologis masyarakat yang sudah sangat terguncang.
Kebijakan Setengah Hati di Tengah Pandemi
Sebenarnya, jauh sebelum pandemi Corona melanda negeri ini, pemerintah terlihat tidak siap bahkan cenderung meremehkan. Kita masih ingat berbagai statement para pembesar negara yang intinya begitu merasa peraya diri bahwa Corona tidak akan mampu masuk Indonesia. Akibatnya, kran penularan pun tetap di buka lebar-lebar. Seperti tetap di izinkan para WNA masuk tanpa pemeriksaan yang ketat, diskon tempat pariwisata dan penerbangan secara besar-besaran. Akhirnya, hari ini pemerintah harus menuai getahnya, Virus Corona telah mewabah Indonesia tanpa diduga.
Kemudian,dengan perkembangan kondisi yang ada pemerintah juga kelihatan sangat lamban dalam menangani kasus. Mulai dari tidak adanya kebijakan yang tegas. Berubah-ubahnya instruksi dari pemerintah Pusat, tidak kompaknya para kepala daerah dalam mengatasi wabah, hingga bersikukuh pemerintah untuk tidak melakukan lockdown disaat negara-negara lain terbukti mampu meutus rantai Corona dengan kebijakan ini.
Berbagai permen bantuan yang akan diberikan saat ini pun juga tak kalah samanya. Bagaimana tidak, bantuan yang diberikan juga sangat terbatas penerimanya. Masyarakat juga harus melengkapi berbagai persayaratan agar memperoleh bantuan tersebut. Tentu hal tersebut mempersulit masyarakat, khususnya masyarakat kelas bawah. Sebagai contoh kebijakan penggratisan istrik, masyarakat harus mengetahui prosedur bagaimana cara mendapatkan listrik gratis, baru kemudian mereka bisa merasakan kebijakan tersebut. Akan tetapi, jika masyarakat tidak paham, maka sama saja. Bantuan yang diberikan tidak berdampak secara nyata di masyarakat. Itu pun juga tidak dirasakan masyarakat secara menyeluruh.
Hal ini membuktikan pemerintah masih setengah hati dalam meri’ayah masyarakat. Niatnya masih separo untuk menunjukkan kepeduliannya pada umat. Apalagi jika kita melihat jumlah berbagai bantuan juga tidak cukup memadai untuk meringankan beban masyarakat. Masyarakat kelas bawah masih sangat resah dengan kondisi yang ada. Mandegnya pemenuhan kebutuhan hidup mereka akibat tidak mampunya mencari nafkah yang cukup. Sedangkan program yang dijanjikan juga belum dapat dirasakan.
Pasalnya, sampai hari ini pemerintah belum dapat memastikan sistem penyaluran jaring pengaman sosial (social safety net) karena terkendala pendataan pekerja informal yang terdampak virus Corona. Hal ini dinyatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengungkapkan bahwa anggaran Rp 110 triliun yang digunakan untuk perlindungan sosial masyarakat lapisan bawah masih berbentuk gelondongan karena pihaknya masih mencari data pekerja sektor informal. “Data mengenai itu belum lengkap. Indonesia tidak seperti negara lain yang NIK-nya sudah lengkap,”ujar Sri Mulyani (1/4/2020)
Rasa setengah hati pemerintah ini sangat wajar karena sistem kapitalis menjadi acuan dalam mengatur kehidupan masyarakat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dasar umat dikembali pada masyarakat itu sendiri. Rakyat dipaksa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri melalui berbagai regulasi yag ada. Jikalau pun toh seandainya pemerintah seakan membantu rakyat itu pun masih dalam tahap itung-itungan.
Hal ini karena dalam sistem kapitalis negara tidak menjadi sebuah institusi yang melindungi masyarakat. Hubungan anatara negara dengan umat bagaikan penjual dan pembeli. Noreena Herzt dalam bukunya yang berjudul Penjajahan Kapitalisme:Runtuhnya Negara dan Virus Jahat Konsumerisme menegaskan bahwa kapitalisme melihat negara sebagai ladang bisnis berbasis politik. Pemerintah tak ubahnya seorang sales untuk mempromosikan bisnis-bisnis ekonomi. Sehingga yang terjadi bentuk tanggung jawab negara dan para politisi terganti dengan adanya pengaruh para penguasa korporasi.
Tentu hal tersebut berbeda ketika sistem Islam yang diterapkan. Dalam Islam, negara berperan sebagai pelindung dan perisai. Negara akan selalu hadir dalam menjamin keamanan dan kebutuhan hidup rakyatnya. Karena pemimpin dalam islam adalah sebagai Raa’in dan Junnah.
“Imam Khalifah) adalah Raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.”(HR.al-bukhari).
Dalam hadist tersebut jelas bahwa para khalifah, sebagai pemimpin yang diserahi wewenang untuk mengurus kemaslahatan rakyat, akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah WT kelak pada hari kiamat, apakah mereka mengurusnya dengan baik atau tidak.
Sementara fungsi pemimpin sebagai Junnah disampaikan oleh Rasulullah SAW,
“Sesungguhnya al-Imam (khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berkindung (dari musuh) dengan kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, abu Dawud).
Konsep kegemilangan kepemimpinan Islam ini telah dipraktekan kurang lebih 13 abad lamanya. Salah satunya digambarkan oleh Amirul Mukminin Umar Bin Khattab, ketika beliau memanggul sendiri sekarung gandum untuk berikan kepada seorang ibu dan anaknya yang kelaparan. Rasa takutnya pada Allah membuat beliau tidak mau dibantu siapapun dalam memberikan bantuan tersebut.
Begitu juga yang dilakukan Khalifah umar bin abdul aziz yang berusaha keras memakmurkan rakyatnya dalam waktu 2,5 tahun pemerintahannya, sampai-sampai tidak didapati seorangpun yang berhak menerima zakat, MasyaAllah.
Dua fakta tersebut tidak pernah ada sepanjang sejarah peadaban manusia kecuali peradaban yang dibangun atas Islam. Oleh karena itu,, berbagai jaring pengaman yang diberikan dalam sistem saat ini tidak akan mampu menjamin keamanan dan kelangsung hidup yang menyeluruh. Tetap akan jatuh dan runtuh sepert jaring laba-laba.
“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba jika mereka mengetahui.” (Al-Ankabut:41)
Wallahu A’lam Bishawab.