Ilusi Pengentasan Kemiskinan di Indonesia



Oleh : Ummu Athifa* 


Negeri kaya raya dengan segala aspek sumber daya alamnya, baik dari darat maupun lautan. Negeri makmur dengan sejuta kearifan budayanya, keramah-tamahan penduduknya tentu membuat mata siapapun ingin mengunjunginya. Tapi ternyata yang terjadi malahan sebaliknya, negeri ini masih jauh dari kata “sejahtera”. 


Rakyat masih sulit mendapatkan kesejateraan dari bidang apapun, mulai dari sulitnya mendapatkan kesehatan, mencari lapangan pekerjaan, bahan pangan yang semakin melonjak harganya, dan lain sebagainya. Sungguh sangat ironis negeri kaya raya ini. 
Maka dengan sejuta permasalahan tersebut, mengakibatkan banyak yang mengambil keputusan dengan bekerja baik perempuan maupun laki-laki. 


Walhasil demi memenuhi kebutuhan hidupnya, banyak perempuan menjadi pekerja yang “full time”. Mereka rela meninggalkan anak-anaknya demi “sesuap nasi”. Menurut Suharti, berdasarkan penelitian Yayasan Tunas Alam Indonesia (Santai) tahun 2015, di desa tersebut terdapat lebih dari 350 anak (0-18 tahun) yang ditinggal oleh ibu atau bapak dan bahkan keduanya untuk bekerja di negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Hong Hong dan negara-negara Timur Tengah. 


Jumlah yang hampir sama juga ditemukan di desa tetangganya, Lenek Lauk. Ini terjadi di daerah Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. (bbc.com/06Maret2017).
Hal tersebut terjadi dikarenakan kemiskinan yang merangkul kehidupan mereka. Kemiskinan ini masih menjadi masalah yang tak ada ujungnya. 


Terutama bagi negeri ini sudah tidak heran lagi. Isu ini sangat kental dengan perempuan. Mengapa? Karena banyaknya dari mereka yang tidak bersekolah tinggi, sehingga banyak untuk memutuskan untuk menikah muda. Ini kebanyakan terjadi di daerah pedesaan ataupun di wilayah perbatasan. 


Akibatnya masyarakat yang hidup di kawasan perbatasan masih tetap dalam keadaan miskin dan tetap terpinggirkan. Selain itu,  permasalahan sosial, kemiskinan tentu membawa dampak yang lebih luas terlebih bagi perempuan di perbatasan. Tidak jarang mereka mengalami eksploitasi di sektor domestik bahkan menjadi korban perdagangan. 


Hal ini dikarenakan pendidikan dan keterampilan yang minim bagi perempuan.
Ini masih menjadi derita bagi rakyat Indonesia sampai saat ini. Hampir setiap tahun selalu meningkat, tetapi pemerintah menyakini bahwasannya angka kemiskinan menurun di Indonesia. 


Dilansir  dari Kepala BPS Suhariyanto, bahwasannya persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2019 sebesar 6,69%, turun menjadi 6,56% pada September 2019. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada Maret 2019 sebesar 12,85%, turun menjadi 12,60% pada September 2019. (cnbcindonesia.com/15Januari2020). 


Hal ini terjadi dikarenakan pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menekan angka kemiskinan dari tahun ke tahun. Ada beberapa program yang dilakukan pemerintah yaitu beras sejahtera (pembagian beras gratis), Kartu Indonesia Sehat, bantuan non-tunai. 


Selain itu juga dengan memperluas lapangan pekerjaan bagi masyarakat, memberikan bantuan pendidikan gratis kepada masyarakat yang tinggal jauh dipelosok dan putus sekolah. Pemerintah pun telah mengadakan program bantuan pendidikan berupa wajib belajar sembilan tahun bagi masyarakat yang tidak mampu, memberikan fasilitas yang memadai, dan subsidi gratis. 


Ketika semuanya dilakukan dengan baik dan tepat sasaran tentu rakyat tidak akan mengemis kembali kepada pemerintah untuk diberikan bantuan, karena sudah tercukupi kebutuhannya. Tetapi pada faktanya, masih banyak rakyat yang mengeluh akan sulitnya mencari pekerjaan, kenaikan harga pangan yang tidak stabil, ditambah biaya pendidikan yang mahal sehingga sulit dijangkau bagi rakyat biasa. 


Maka tak dapat dipungkiri angka kemiskinan di Indonesia makin meluas. Terlihat dari masih banyaknya jumlah penerima dana berbagai bantuan untuk kalangan miskin. Antara lain penerima anggaran Program Keluarga Harapan (nama lain untuk keluarga miskin) sejumlah 10 juta keluarga di tahun 2018, penerima Bantuan Pangan Nontunai sejumlah 2,36 juta keluarga di tahun 2018. 



Ini terjadi, karena bantuan dari pemerintah bersifat sementara bukan karena penganyoman terhadap rakyatnya. Jadi wajar, permasalahan kemiskinan di Indonesia tidak akan berakhir, bahkan hanya ilusi saja. Penyebab terparah kemiskinan ini tal lain karena penjajahan negara Barat terhadap dunia Islam dan penguasaan sumber daya alam dan pasar dunia Islam oleh negara Barat.


Adanya rezim penguasa di dunia Islam menjadi antek Barat yang memperpanjang berlangsungnya penjajahan negeri-negeri Islam oleh Barat. Alhasil, kemiskinan menjadi problem laten peradaban sekuler hari ini. 


Berbeda denga Islam, maka akan diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Melepaskan dunia Islam dari penjajahan Barat adalah solusi problem kemiskinan massal yang menimpa umat, termasuk kalangan perempuan. Pembangunan ekonomi tanpa problem kemiskinan dalam Negara Khilafah dilakukan dengan mekanisme makro ekonomi dan mikro ekonomi. 


Dalam kebijakan skala makro ekonomi, dilakukan pengaturan dalam berbagai hal berikut, larangan keras praktik riba (ekonomi sektor nonriil), penerapan moneter emas dan perak, penerapan kebijakan fiskal berbasis aset produktif, dan sistem keuangan negara baitulmal. 


Adapun dalam kebijakan skala mikro ekonomi dilakukan pengaturan dalam hal berikut, ekonomi rumah tangga dan bisnis harus dijalankan sesuai prinsip syariah, muamalah untuk perolehan harta berbasis syariah, dan muamalah untuk mengembangkan harta dan muamalah pengembangan bisnis berbasis syariah.


Dengan pengaturan demikian, ekonomi berjalan stabil, produktif untuk pengembangan bisnis. Sehingga pendapatan per keluarga terjaga dengan baik. Di sisi lain, Negara Khilafah mengambil porsi memenuhi kebutuhan pokok massal. Yakni pendidikan, kesehatan, dan keamanan. 


Sehingga pendapatan per keluarga hanya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Ini sangat efektif untuk memastikan setiap pendapatan per keluarga cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
Itulah peradaban Islam, terbukti sebaliknya, berhasil meratakan kesejahteraan selama berabad-abad.
Wallhu’alam bi shawab. 


*(Ibu Rumah Tangga)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak