Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Muslimah Penulis Sidoarjo
Sejak Indonesia menjadi salah satu negara yang terserang pandemi Covid-19, cerita yang berkembang tak berbeda dengan negara-negara sebelumnya di dunia. Tentang jumlah ODP, PDP dan mereka yang nyawanya terenggut.
Seakan aib, mereka yang meninggal mendapatkan perlakuan yang " tak terhormat". Keluarga yang mencintai tak bisa mengiringi hingga jenasah berkalang tanah. Petugas pemakaman pun tak biasa. Bisa militer, Pejabat daerah maupun petugas rumah sakit di mana si pasien terakhir dirawat.
Tak cukup di situ, di beberapa daerah di Indonesia hingga terjadi penolakan. Penduduk desa A atau B diberitakan menolak pemakaman di desanya. Dengan berbagai alasan. Berita terakhir dari TPU Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat yang menjadi salah satu lokasi pemakaman khusus jenazah pasien Corona. Berikutnya kota-kota lain terjadi juga penolakan seperti Semarang, Karawang, Belitung dan lain-lain.
Fenomena penolakan jenazah pasien virus corona (covid-19) terus terjadi di berbagai daerah. Padahal, jenazah tersebut harus segera dimakamkan paling lambat 4 jam setelah dinyatakan meninggal dunia.
Alasan utama masyarakat enggan menerima jenazah pasien covid-19 karena khawatir tertular. Sedangkan para medis memastikan jenazah tersebut tidak akan menularkan virus. Jenazah di dalam peti sudah dibungkus dan dinyatakan steril.
Muncul stigma negatif terhadap Orang Dalam Pantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pantauan (PDP) oleh sebagian masyarakat karena edukasi dan sosialiasi yang sangat minim tentang virus corona pada sebagian orang (okezone.com, 2/4/2020).
Sangatlah mengenaskan, masyarakat yang kurang sosialisasi terhadap prosedur pemakaman justru mengedepankan penolakan daripada meyakini apa yang telah termaktub dalam syariat agama. Apa yang dihimbau oleh ulama berikut MUI samasekali tak mampu mengubah mereka memahami, bahwa meninggal karena positif Corona bukanlah aib.
Seperti inilah jika hari ini kita terdidik oleh sistem kapitalisme dengan landasan pemikirannya sekuler. Masyarakat lebih takut mati sehingga paranoid terhadap apa-apa yang menjadi penyebab kematian, seperti hari ini, oleh Corona.
Padahal tanpa ada pandemipun, jika Allah telah mencukupkan rejeki dan jodoh seseorang, maka ajal akan datang dan tak mampu dimajukan maupun diundur.
Islam telah mengajarkan bahwa mengurusi jenasah sangatlah penting, hukumnya adalah Fardu kifayah ada pihak yang menguburkan jenasah sejak dari memandikan, mengkafani, mensholatkan hingga memakamkannya. Jika tidak maka semua orang berdosa. Terkait jenasah yang meninggal positip penderita Covid-19, ditambah dengan standar kesehatan tak hanya kafan namun juga ditambah plastik. Hingga jenasah tak mungkin menyebarkan virus lagi.
Jika saja sejak awal kaum muslim menerapkan syariat Islam kaffah, tentu masalah seperti ini gak akan muncul. Kemuliaan jenasah seketika hilang hanya karena ketidak tahuan terkait virus, Negaralah seyogyanya lah memberikan informasi yang benar terkait prosedur pemakaman.
Selain penanganan wabah yang cepat, terarah dan prinsipnya adalah demi maslahat umat. Maka tak akan terjadi kegaduhan yang berlanjut, hingga ramai-ramai menolak desanya untuk jadi pemakaman. Wallahu a'lam bish Showab.
Tags
Opini