Herd Immunity, Bisakah Atasi Pandemi Corona?






Oleh Ralda Rizmainun Farlina*


Di tengah desakan publik agar pemerintah lebih tegas dalam mengendalikan sebaran virus dengan kebijakan karantina wilayah, pernyataan Luhut bahwa virus akan mereda ketika masuk musim kemarau/panas mendapat kecaman publik. 

Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyebutkan bahwa, posisi Indonesia lebih menguntungkan karena memiliki cuaca panas. Kondisi tersebut membuat virus corona semakin lemah namun harus didukung dengan kesadaran masyarakat agar tidak melakukan mudik. "Tapi kalau jaga jarak tidak dilakukan, itu (kondisi cuaca Indonesia yang menguntungkan)  juga tidak berarti. Sekarang ini tinggal tergantung kita. Kita yang mau bagaimana," jelas Luhut, (Republika.co.id, 11/4/2020).

Pernyataan tersebut pun malah dibenarkan oleh kepala BMKG dan pejabat lainnya. Ini mengindikasikan arah kebijakan pemerintah yang lepas tanggung jawab. Ini juga mengonfirmasi bahwa pemerintah cenderung mengambil kebijakan Herd Immunity dengan mengorbankan nyawa rakyat.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Dwikorita Karnawati mengatakan dari kajian sejumlah ahli menyebut terdapat pengaruh cuaca dan iklim terhadap tumbuh kembang virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Rita dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (4/4), mengatakan BMKG mengkaji variabel tumbuh kembang virus corona dengan cuaca dan iklim bersama 11 doktor meteorologi, klimatologi, matematik beserta ilmuwan kedokteran, mikrobiologi, kesehatan dan pakar lainnya, (Republika.co.id, 11/4/2020).

Teori soal pengaruh cuaca terhadap ketahanan hidup virus corona belum benar-benar terbukti. Para pakar sudah mewanti-wanti jangan terlalu berharap virus ini akan musnah pada musim panas. Memang ada kajian pada 10 tahun lalu dari Pusat Penyakit Menular di Universitas Edinburgh yang menemukan tiga jenis virus corona biasanya muncul pada musim dingin. Virus-virus ini menginfeksi manusia antara Desember hingga April. 

Pola ini juga berlaku pada influenza. Contohnya, virus corona yang menyebabkan sindrom pernapasan akut SARS. Wabah penyakit ini terjadi pada 2002-2003. Penelitian yang masih awal menunjukkan corona jenis ini punya kemampuan bertahan hidup di cuaca sejuk dan dingin. Semakin tinggi suhu dan kelembabannya, semakin rendah kemampuan virus bertahan hidup. Tapi riset ini pun masih tahap awa, (Katadata.co.id, 11/4/2020).

Pelajaran yang Harus Diambil

Seharusnya manusia sadar bahwa betapa lemahnya mereka. Jangankan menghadapi Allah Yang Maha Besar, menghadapi makhluk ciptaan-Nya yang paling kecil sekalipun mereka sudah tak berdaya. Sesuatu yang tidak kasatmata bukan berarti tidak ada dan tidak akan pernah ada. Sebagaimana virus corona. Jangankan rakyat biasa, para penguasa pun banyak yang tidak berdaya menghadapi corona. 

Kemunculan wabah pandemi corona tidak terlepas dari paham kebebasan yang banyak meracuni masyarakat. Banyak diantara mereka yang tidak lagi memperhatikan perkara halal dan haram. Semua makanan dikonsumsi asalkan kenyang. Tidak lagi memperhatikan haq ataupun batil suatu pemikiran dan perbuatan. Semua dilakukan dengan mengatasnamakan “sesuai perkembangan zaman”. Lebih parahnya lagi, banyak pula di antara mereka yang merendahkan syariah Islam, bahkan menolak penegakannya. Itulah prinsip kebebasan yang dianut kaum liberal.

Orang-orang yang berakal seharusnya menyadari bahwa wabah virus corona yang sangat mengerikan itu adalah peringatan dari Allah SWT. Tentu agar manusia tidak menomorsatukan dunia dan menomorduakan Hari Pembalasan. Agar manusia tidak menjunjung tinggi hukum-hukum konstitusi dan mencampakan hukum-hukum Ilahi, (Sumber: Buletin Kaffah, (11/4/2020). 

Negara Islam dalam Menuntaskan Wabah

Metode karantina di dalam Negara Islam ini telah mendahului semua negara. Ini pula yang dilakukan oleh Khalifah Umar ra. saat terjadi wabah Tha’un pada era kepemimpinannya. Inilah yang seharusnya diteladani oleh para pemimpin Muslim saat menghadapi wabah. 

Ketika wabah telah menyebar dalam suatu wilayah, Negara wajib menjamin pelayanan kesehatan berupa pengobatan secara gratis untuk seluruh rakyat di wilayah wabah tersebut. Negara harus mendirikan rumah sakit, laboratorium pengobatan dan fasilitas lainnya untuk mendukung pelayanan kesehatan masyarakat agar wabah segera berakhir. Negara pun wajib menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, khususnya kebutuhan pangan rakyat di wilayah wabah tersebut.

Adapun orang-orang sehat di luar wilayah yang dikarantina tetap melanjutkan kerja mereka sehingga kehidupan sosial dan ekonomi tetap berjalan.
Inilah langkah-langkah sahih yang akan dilakukan oleh negara yang menerapkan syariah Islam secara kaffah, (Sumber: Buletin Kaffah, 11/4/2020).

Demikianlah Negara Islam dalam menuntaskan masalah wabah yang terjadi pada suatu negeri. Allahu'alam bis shawwab. []


*(Mahasiswa STAI DR KHEZ Muttaqien)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak