Oleh: Istiqomah
Publik Mendesak pemerintah agar lebih tegas dalam mengendalikan sebaran Covid-19 dengan kebijakan karantina wilayah, namun Menteri Koordinasi Kemaritiman dan Ia, Luhut Binjar Pandjaitan malah mengatakan cuaca panas dapat membunuh virus corona. Pernyataan ini menuai perdebatan dan tanda tanya, pasalnya sampai sekarang belum ada bukti ilmiah soal kebenaran teori ini.
“Dari hasil modelling kami, cuaca Indonesia, diekuator yang panas dan kelembaban udara tinggi membuat Covid-19 tidak kuat (hidup),” kata Luhut Binjar Pandjaitan saat melakukan rapat koordinasi, Kamis (2/4), seperti dikutip dari Kompas.com.
Virus Corona jenis keempat yaitu Covid-19 ( nama resminya SARS-Cov-2) yang sedang menjangkit dunia, sekarang ini memiliki pola lebih sporadis. Apalagi bila sudah masuk ke level pandemi biasanya tidak lagi mengikuti pola musiman. Kondisi serupa juga terjadi ketika flu Spanyol menginfeksi dunia pada 1918. Di udara hangat Covid-19 akan sulit bertahan hidup tapi bukan berarti musnah atau tidak ada. Mikroorganisme itu masih ada di sel makhluk hidup dan menunggu kondisi yang tepat untuk menyebarkan infeksi lagi.
Badan organisasi kesehatan dunia dalam rilisnya juga menyebutkan, tidak peduli seberapa cerah atau panas cuaca dalam suatu negeri, semua orang bisa terinfeksi Covid-19.
Peperangan antara virus dengan manusia adalah sebenarnya adalah adu cepat siapa yang lebih dulu bisa beradaptasi, virus dengan mutasi genetiknya atau manusia dengan kekebalan tubuhnya. Vaksin diciptakan agar manusia memenangkan pertempuran tersebut. Sebelum abad ke-18 gambaran dunia terlalu kelam akibat serangan berbagai wabah penyakit. Kala itu penawar belum ditemukan dan manusia sepenuhnya bergantung pada keajaiban sistem imun untuk melindungi diri dari penyakit. Infeksi virus ringan sangat memungkinkan kematian bagi manusia.
Ditengah pandemi Corona ini, bila dilihat kasus orang yang terinfeksi Covid-19 di Indonesia semakin hari persentasenya semakin bertambah. Awal mulanya hanya 2 orang yang terinfeksi dan saat ini sudah mencapai kurang lebih 4.557 kasus, dengan 399 orang yang meninggal ( 15/3/2020). Alih-alih pemerintah mengambil tindakan yang tegas dikarenakan sudah banyak masyarakat yang menjadi korban, namun timbul wacana akan ditetapkannya Herd Immunity alamiah. Apa sebenarnya Herd Immunity alamiah ? Mampukah membuat Indonesia terlepas dari virus Covid-19 ini?
Memahami Herd Immunity
Wabah penyakit akibat infeksi virus akan hilang ketika mayoritas populasi kebal dan individu berisiko terlindung oleh populasi umum. Dengan begitu virus akan selalu menemukan host atau inang untuk menumpang hidup dan berkembang. Kondisi itu disebut dengan herd immunity atau kekebalan kelompok. Untuk mencapai kekebalan kelompok, mayoritas populasi harus sembuh dari infeksi patogen agar sel memori imun merekam ciri-ciri patogen penyebab penyakit. Caranya bisa ditempuh dengan vaksinasi atau membiarkan tubuh mendapat paparan penyakit secara alami.
Infeksi SARS-Cov-2 pada satu orang diperkirakan dapat menular kepada 2-3 orang lain. Dengan jumlah penduduk 271 juta jiwa ( proyeksi 2020 ). Indonesia perlu membuat 182 juta jiwa rakyatnya terinfeksi dan membentuk Herd Immunity. Jika dihitung dari persentase kematian akibat Covid-19 sebesar 8,9%, maka Indonesia akan kehilangan sekitar 16 juta jiwa dari total 182 juta jiwa yang terinfeksi.
Dunia pernah mendapatkan herd Immunity ketika flu Spanyol menyerang dan hasilnya sepertiga orang di dunia mati akibat wabah ini. Bila di Indonesia tetap akan menerapkan sistem immunity alamiah maka harus mengorbankan 16 juta jiwa yang akan meninggal dunia sebelum terciptanya herd immunity. Semua hal ini sama dengan pemerintah sudah tidak mau bertanggung jawab dalam melindungi rakyatnya. Membiarkan rakyat saling terinfeksi, justru membuat rakyat semakin menderita dan sama halnya dengan menyiksa dan membunuhnya secara perlahan-lahan.
Minimnya usaha pemerintah dalam menanggulangi bahwa Covid-19 ini membuat rakyat semakin kecewa. Indonesia tidak mencontoh bagaimana negara-negara lain yang serius menangani Covid-19 ini, pemerintah Indonesia masih saja menganggap remeh, dan membiarkan alam yang bertindak dengan sendiri. Berbeda dengan sistem Islam, pada siatem Islam penanganan akan di lakukan secara tegas dan serius. Pemerintah akan melindungi rakyatnya dalam menanggulangi wabah penyakit.
Berbagai upaya akan dilakukan seperti karantina wilayah dan memenuhi kebutuhan pokok agar rakyat tidak kelaparan saat diberlakukannya lockdown. Serta mengupayakan pengobatan secara maksimal agar rakyat yang terkena wabah sembuh, dan menjaga agar wilayah yang tidak terpapar obat tidak akan tertular. Dengan begitu rakyat akan patuh dan taat akan aturan negara, sebab negara juga serius melindungi rakyatnya. Dalam sistem Islam pemerintah akan tegas memperlakukan Lockdown seperti halnya Sabda Rasulullah Salallahu Wasallam, " Jika kamu melihat bumi tempat wabah, maka jangan memasukinya. Dan jika kamu berada di sana maka jangan keluar dirinya".
Pada zaman Khalifah Umar Bin Khattab Radiallahu anhu saat ada wabah kolera di Syam, Khalifah Umar bin Khattab meminta masukkan dari Amru bin Ash. Sasaran Amru bin Ash adalah memisahkan interaksi, maka ketika itu di jalankan secara benar dengan sistemastis, tak lama kemudian wabah itu pun selesai. Adapun dalam kasus di Atas, Umar mendirikan pusat pengobatan di luar wilayah itu dan membawa mereka yang terinfeksi virus berobat di sana. Inilah bukti bagaimana sistem Islam akan melindungi rakyatnya dengan penuh tanggung jawab.
Bila lockdown diberlakukan dari manakah negara mempunyai harta untuk menjamin kehidupan rakyatnya? "Sebenarnya semua negara itu kaya raya, sumber daya alam industri adalah harta yang tak terkira banyaknya, tetapi di negara sekuler kapitalis semua kekayaan di hisap konglomerat berdasarkan hukum yang diterapkan pejabat. Selamat mengabdi kepada negara dan jangan tanyakan apa yang sudah kamu terima dari negara? Berjuang sendiri semampunya karena negara tidak didirikan untukmu tetapi untuk mereka".
Bila negeri ini tetep bungkam dan mengandalkan alam untuk menyelesaikan masalah wabah ini dan membiarkan rakyatnya untuk terus berjuang sendiri maka kita tidak membutuhkan suatu tatanan negara untuk mengatur kehidupan, karena peraturan yang berlaku saat ini nyatanya hanya di atas kertas semata tanpa ada bukti yang nyata ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Rakyat sekedar diberikan janji - janji manis tanpa adanya bukti nyata. Saat ini rakyat membutuhkan pemimpin dan sistem kehidupan yang mampu melindungi dan mensejahterakan seluruh umat manusia. Dan hanya sistem Islam lah yang mampu mewujudkan ini semua. Sistem dan peraturan yang dibuat oleh sang Pencipta alam semesta ini. Waalahu a'lam bisawab
Tags
Opini