Oleh : Fitria Indah
Ditengah badai pandemi virus corona (Covid-19) yang melanda Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi memastikan proses pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur terus berjalan sesuai rencana. Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara Kementerian Koordinator bidang Maritim dan Investasi, Jodi Mahardi yang mengatakan bahwa tim dari Kemenko Maritim dan Investasi, Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan terus melakukan komunikasi intens dengan calon investor dan mitra.
Diperkirakan biaya pembangunan ibu kota baru itu mencapai Rp 466 triliun, yakni 19 persen diantaranya berasal dari APBN dan sisanya akan berasal dari KPBU (Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha) serta investasi langsung swasta dan BUMN. (PasarDana.id)
Pada 11 Maret 2020, WHO menetapkan COVID-19 sebagai pandemi. Setelah ditetapkannya pandemi COVID-19, tentu saja negara-negara yang telah terjangkit harus melakukan berbagai upaya untuk menghentikannya. Indonesia adalah salah satu negara terjangkit, namun alih-alih menangani secara serius untuk menghentikan penyebaran COVID-19, pemerintah justru sibuk menangani pemindahan Ibu Kota Negara (IKN). Hal ini tentu saja menimbulkan spekulasi buruk di tengah-tengah masyarakat. Seolah pemindahan ibukota dianggap lebih penting dari pada keselamatan warga. Bukannya mengerahkan anggaran untuk penanganan wabah corona, pemerintah justru membuka rekening bagi masyarakat yang ingin berdonasi untuk menangani virus ini. Tentu saja ini menimbulkan tanda tanya besar. Anggaran untuk pindah ibukota ada, tapi anggaran untuk menangani wabah corona harus meminta sumbangan dari masyarakat?
Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menilai pemerintah bekerja seperti lembaga sosial atau non-goverment organization (NGO) yang membuka donasi dari masyarkat. Padahal, kata dia, selama ini pemerintah atas nama negara sudah memungut cukai dan pajak dari masyarakat. (GeloraNews)
Sebenarnya, untuk kepentingan siapa pemindahan Ibukota Negara? Kenapa pemerintah bersikeras tetap melanjutkan pemindahan Ibukota negara ditengah ketakutan masyarakat menghadapi pandemi?
Sebagian besar anggaran pemindahan Ibukota Negara berasal dari investor pengusaha dan swasta. Maka dari sini seharusnya kita paham, kemana pemerintah berpihak, dan untuk kepentingan siapa setiap kebijakan dibuat. Pemerintah telah didikte oleh para pemilik modal dalam membuat kebijakan.
Negara kapitalis ada memang bukan berorientasi untuk rakyat. Mensejahterakan, memberi keadilan, menjamin keamanan, hanya slogan belaka. Setiap manusia memiliki kepentingan, maka sistem dan aturan yang dibuat oleh manusia, hanya untuk melanggengkan kepentingannya sendiri. Negara yang seharusnya bertanggung jawab penuh atas rakyatnya ditengah pandemi corona, justru gagap dan tidak memberikan solusi yang tepat. Rezim khawatir ekonomi kian merosot, tapi tidak khawatir dengan nyawa rakyat yang setiap hari melayang akibat covid-19.
Ini sangat bertolak belakang dengan solusi didalam islam dalam menangani wabah. Pemimpin didalam islam wajib menjalankan fungsinya sebagai raa'in atau pelindung bagi rakyat. Tidak bermain hitung-hitungan untung rugi. Bahkan negara rela menghabiskan kas baitul mal supaya wabah segera teratasi. Memenuhi segala kebutuhan medis, menjamin kebutuhan setiap individu masyarakat, adalah tugas negara yang tidak boleh diserahkan pada siapapun. Negara islam tidak akan membiarkan sedikitpun celah bagi investor.
Islam juga menerapkan sistem lockdown, dimana masyarakat hanya boleh berdiam dirumah, namun segala kebutuhan dijamin oleh negara. Itulah yang tidak akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia, karena keberatan menjamin kebutuhan rakyat selama lockdown. Maka pandemi akan segera teratasi jika menjadikan islam sebagai solusi