Di Balik Janji Manis Tunjangan Rakyat Selama Pandemi



                      Oleh: Desi Asmaul Husna

Wabah pandemik virus Corona (Covid-19) hingga hari ini masih menggemparkan dunia. Jumlah korban tiap hari terus bertambah menjadikan dunia dicekam kecemasan. Takut dengan kecepatan penyebarannya yang tidak terduga. Belum lagi karantina wilayah dan pemberlakuan sosial distancing dalam masa penanganan wabah Covid-19 membuat masyarakat tidak dapat bekerja diluar rumah sebagaimana biasanya. Apalagi masyarakat miskin yang tidak punya pekerjaan tetap dan harus bekerja setiap hari untuk memenuhi kebutuhan pokok nya perhari. Maka masyarakat mendesak pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi masyarakat.


Melihat peristiwa ini Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan sejumlah keputusan untuk mengatasi pandemi Covid-19 di Indonesia.  untuk menangani wabah ini termaktub dalam sejumlah pernyataan baik secara publik maupun autentik dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden.


Poin-poin yang menjadi fokus pemerintah untuk menangani kondisi kesehatan, sosial, dan ekonomi Indonesia tercantum dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2020, Keppres Nomor 11 Tahun 2020, dan PP Nomor 21 Tahun 2020. Presiden Jokowi juga mengumumkan delapan langkah yang diambil pemerintah yaitu, meningkatkan jumlah penerima dan besaran bantuan Program Keluarga Harapan, kenaikan penerima Kartu Sembako, menaikkan anggaran Kartu Pra Kerja, penggratisan tarif listrik 450 VA, sedangkan untuk pelanggan 900VA yang jumlahnya sekitar 7 juta pelanggan akan di diskon 50 persen, artinya hanya membayar separuh saja untuk bulan April, Mei, dan bulan Juni 2020, Mencadangkan anggaran kebutuhan pokok, Memberi keringanan pembayaran kredit, Besaran defisit anggaran disesuaikan hingga 3 % dari PDB, Mengatur besaran belanja wajib pemerintah.


Kalau kita lihat sekilas kebijakan ini bisa menjadi solusi kesulitan ekonomi di situasi pandemik saat ini. Namun nyatanya  yang terlihat, solusi tersebut tidak mendongkrak ekonomi rakyat ditambah dengan mekanismenya yang menyulitkan untuk mengakses kebijakan kebijakan tersebut, dilihat dari faktanya  mekanisme pengajuan keringan kredit tak jelas dan berbeda-beda di tiap bank atau perusahaan pembiayaan, Kesulitan juga dialami masyarakat ketika mengakses program listrik gratis.

 Bantuan Langsung Tunai pun terancam belum pasti penyalurannya, dan masih banyak yang lainnya. Ditambah pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 diperkirakan akan lebih rendah dari tahun lalu lantaran ekonomi yang lesu akibat wabah virus corona. Bank Dunia, contohnya, pada Selasa (31/03) memprediksi ekonomi Indonesia tahun ini hanya tumbuh 2,1%. Sementara itu, Bank Indonesia mengubah proyeksi pertumbuhannya dari 5,0-5,4% tahun 2020 menjadi 4,2-4,6%. Sedangkan Center of Reform on Economics memprediksi ekonomi Indonesia antara menyusut 2% atau hanya tumbuh 2%.


Melihat fakta yang terjadi di masyarakat insentif yang diberikan pemerintah tidak terlalu mendongkrak ekonomi rakyat apalagi mengatasi dampak wabah secara ekonomi. jelas program jaringan pengaman sosial ini hanyalah solusi tambal sulam semata. Karena, bukan hanya sebagian kecil rakyat yang menjadi sasaran program, namun juga prasyarat berbelit yang memungkinkan banyak rakyat tidak akan memanfaatkan. Maka hal ini bukanlah solusi hakiki dalam menuntaskan problematika ekonomi warga di tengah wabah. Bahkan lebih bernilai pencitraan dan lips service dibanding memberikan solusi kepada rakyat.
 Apalagi belum ada  dukungan penuh dari pihak lain (perbankan) maka solusi  tersebut ibarat program tambal sulam.


Dalam pandangan Islam dan sudah pernah dicontohkan sebelumnya oleh Khilafah Umar ra ketika terjadi wabah Tha’un pada era kepemimpinannya. Inilah yang seharusnya diteladani oleh para pemimpin Muslim pada saat wabah. Namun nyatanya semua sudah terlambat. Dalam Negara Khilafah, Negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat, khususnya kebutuhan pangan rakyat di wilayah wabah tersebut. Negara juga menjamin kemudahan rakyat dalam mengakses pelayanan publik seperti listrik dan internet di tengah wabah. Negara memastikan seluruh rakyat memperoleh layanan listrik dan internet dengan murah dan berkualitas bahkan gratis dan  memenuhi kebutuhan pokok dan kemudahan pelayan publik kepada rakyat.  Adapun sumber pembiayaan negara untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat dan pelayanan publik, diperoleh dari baitul mal (kas negara). Bila dana baitul mal tidak mencukupi, maka negara akan membuka pintu sedekah dan memberlakukan pajak bagi orang kaya saja.

Kebijakan tambal sulam rezim kapitalis ini telah gagal memberi solusi pemenuhan kebutuhan manusia. Inilah kebijakan rezim neoliberal yang berorientasi  pencitraan demi mempertahankan kursinya, mereka takut digulingkan

Maka negara benar-benar menjadi ra’in atau pengurus rakyat nya dalam mencukupkan segala kebutuhan baik dalam masa aman maupun masa mendesak seperti pandemi. Pencitraan untuk mempertahankan kekuasaan tak akan kita jumpai dalam sistem pemerintahan Islam. Inilah fungsi dari negara dan penguasa yang sesungguhnya. Menjadi pengurus dan penjaga rakyatnya. Sebagaimana dalam hadis, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Lebih dari itu, ini adalah saatnya kita dan seluruh rakyat menyadari kebobrokan sistem kapitalisme dan para penguasanya yang zalim. Inilah saatnya kita kembali ke dalam sistem Islam yang berasal dari Zat Yang Mahakuasa, Allah Swt, yakni dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam institusi Khilafah ’ala minhaj an-nubuwwah.

Wallahu A'lam Bishshawab

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak