Oleh Sri Nova Sagita
DPR dan pemerintah masih ngotot membahas RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan RUU Minerba di tengah pandemi corona. Pada 14 April 2020, DPR resmi membentuk Panitia Kerja (Panja) RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Sedangkan untuk RUU Minerba, Panja sudah terbentuk 13 Februari 2020.
Dalam kedua aturan itu, terselip kepentingan para taipan tambang batu bara. Ada pasal-pasal mengenai perpanjangan izin operasi untuk perusahaan-perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pertambangan Batubara (PKP2B) yang kontraknya akan berakhir pada tahun ini hingga 2025.
Ada 7 PKP2B generasi I yang menguasai 70 persen produksi nasional. Ketujuh perusahaan pemegang PKP2B generasi I yang kontraknya mau habis yaitu PT Arutmin Indonesia (2020), PT Kendilo Coal Indonesia (2021), PT Kaltim Prima Coal (2021), PT Adaro Energy Tbk (2022), PT Multi Harapan Utama (2022), PT Kideco Jaya Agung (2023), dan PT Berau Coal (2025).
Baik dalam RUU Minerba maupun Omnibus Law, pemegang PKP2B bisa memperoleh perpanjangan 20 tahun otomatis tanpa melalui lelang. Di RUU Minerba, perpanjangan diberikan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), adapun di Omnibus Law dalam bentuk Perizinan Berusaha Pertambangan Khusus (PBPK). Luas wilayah pertambangan pun tak dikurangi.
Hal ini berbeda dengan UU Minerba yang saat ini berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, dimana wilayah eks PKP2B diprioritaskan untuk diberikan kepada BUMN. Ketentuan itu tercantum pada Pasal 75 ayat 3. Kemudian di Pasal 75 ayat 4 diatur bahwa badan usaha swasta hanya dapat memperoleh IUPK melalui lelang.
Selain itu, dalam Pasal 83 huruf b UU Minerba disebutkan bahwa luas Wilayah IUPK (WIUPK) Operasi Produksi maksimal 25 ribu hektare (ha). Sementara saat ini para pemegang PKP2B mengelola wilayah dengan luas di atas 25 ribu ha.
Ekonom Senior INDEF, Faisal Basri, berpendapat bahwa pengesahan RUU Minerba di masa pandemi seperti saat ini menunjukkan pemerintah dan DPR tak punya empati dan upaya sungguh-sungguh dalam penanganan COVID-19. Sebab, semestinya pemerintah fokus menyusun langkah konkret dalam mengatasi wabah corona ini.
"Tidak ada urgensinya (RUU Minerba dan Omnibus Law), kecuali menyelamatkan perusahaan-perusahaan itu. Kalah COVID-19 dengan perusahaan-perusahaan ini," ujar Faisal dalam video conference, Rabu (15/4).
Pakar hukum dari Universitas Tarumanegara yang masuk dalam Tim Perumus Omnibus Law, Ahmad Redi, mengungkapkan bahwa terjadi perdebatan dalam pembahasan ketentuan soal perpanjangan izin operasi untuk para pemegang PKP2B. Ia termasuk pihak yang menginginkan wilayah eks PKP2B diserahkan pada BUMN.
Namun pemerintah dan para pengusaha yang diwakili Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ngotot supaya pemegang PKP2B mendapat perpanjangan.
"Kita awalnya mengusulkan, ketika PKP2B berakhir maka dilanjutkan oleh BUMN. Usulan ini mentah karena Menko Perekonomian sependapat dengan usulan Menteri ESDM agar kemudian dilanjutkan oleh eks PKP2B, itu didukung oleh Kadin. Kementerian ESDM bersikukuh perpanjangan tetap diberikan pada pemegang PKP2B, menjadi Perizinan Berusaha Pertambangan Khusus (PBPK) (bukan IUPK)," ujar Redi kepada kumparan, Senin (10/2).
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah menargetkan rapat pembahasan Omnibus Law dapat dilakukan sebelum masa reses pada 12 Mei mendatang.
Sedangkan untuk RUU Minerba, Panja menargetkan beleid tersebut selesai pada Agustus 2020. Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto tak menampik jika pembahasan RUU Minerba ini karena banyak PKP2B generasi I yang mau habis.
"Insyaallah (Agustus selesai) karena memang beberapa PKP2B ada yang sudah mau selesai bulan sebelas," kata dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (13/2).
(Kumparan,16/4/2020)
====
Ternyata konekni antara Taipan dan kekuasaan memuluskan langkah mereka menguasai sejengkal demi sejengkal kekayaan negeri ini. Diawali dengan menguasai partai politik yang berpotensi untuk diajak kerjasama untuk memuluskan undang-undang, yang menjadi celah mengeruk semua kekayaan kita. Termasuk menguasai pejabat dan istitusi hukum. Bukan rahasia lagi, banyak oknum penegak hukum yang dikendalikan oleh pemodal. Wajar jika aturan negeri ini begitu tajam kebawah dan tumpul keatas, karena ulah oknum penegak hukum.
Maka tidak heran, kalau aturan yang dibuat begitu mulus, karena telah dikondisikan dan dimainkan dilembaga setingkat kementrian, kepala daerah dan pastinya juga dikawal ketat oleh birokrat dan oknum aparat.
Jadi wajar jika Corona yang begitu ganas tidak menjadi ancaman bagi penguasa. Karena standar perbuatan mereka adalah materi. Mereka telah dikendalikan dengan sistem yang rusak yakni Kapitaslime dan Sekularisme. Yang menjadikan negara abai terhadap tanggung jawab dan kewajiban untuk mengurus dan melayani rakyat.
Hal tersebut tentu sangat bertentangan dengan Islam. Dimana penguasa akan menjalankan tugasnya adalah melayani dan menjaga rakyat. Seperti, Umar bin Khatab yang tidak akan bisa tidur jika belum memastikan kebutuhan rakyatnya sudah terpenuhi.
Selain itu, Islam telah diatur tentang harta milik umum yaitu harta yang ditetapkan kepemilikannya oleh Allah SWT untuk seluruh kaum muslimin. Allah SWT membolehkan setiap individu untuk mengambil manfaatnya, tetapi tidak untuk memilikinya.
Salah satunya adalah barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas. Dalil yang dijadikan dasar untuk barang tambang yang jumlahnya banyak dan tidak terbatas sehingga bagian dari kepemilikan umum adalah hadist yang dituturkan oleh Abidh bin Humal al-mazani:
Sesungguhnya dia telah bermaksud meminta garam kepada Rasululla. Lalu beliau memberikannya ketika dia telah pergi, dikatakan kepada rasulullah saw: “Wahai rasulullah, tahukah anda apa yang telah anda berikan? Anda telah memberikan kepada sumber air yang besar!” rasul bersabda”Suruh dia mengembalikannya!”
Karena barang tambang jumlahnya tidak terbatas merupakan milik umum seluruh rakyat, negara tidak boleh memberikan izin kepada perorangan atau perusahaan swasta untuk memilikinya.
Barang-barang tambang seperti minyak bumi beserta turunannya seperti bensin, gas dan lain-lain, termasuk juga listrik, hutan, air padang rumput, api, jalan umum, sungai, dan laut semuanya ditetapkan syara’ sebagai kepemilikan umum. Negara mengatur produksi dan distribusi aset-aset tersebut untuk rakyat.
Nah, keuntungan pengelolaan barang tambang tersebut akan dimasukkan ke baitul mal. Khalifah adalah pihak yang berwenang dalam pendistribusian hasil tambang dan pendapatannya sesuai dengan ijtihadnya demi kemashlahatan umat.
Dalam mengelola kepemilikan tersebut, negara tidak boleh menjualnya kepada rakyat untuk konsumsi rumah tangga dengan mendasarkan kepada asas mencari keuntungan semata. Namun diperbolehkan menjualnya dengan mendapatkan keuntungan yang wajar darinya jika dijual untuk keperluan produksi komersial. Sedangkan jika kepemilikan umum tersebut dijual kepada pihak luar negeri, maka diperbolehkan pemerintah mencari keuntungan.
Sebagain dari hasil keuntungan penjualan tersebut akan dibagikan kepada seluruh rakyat dalam bentuk uang, barang, atau untuk membangun sekolah-sekolah gratis, rumah sakit gratis, dan pelayanan umum lainnya. Juga untuk menutupi taggungan Baitul Mal yang wajib dipenuhi lainnya, seperti anggaran belanja untuk jihad fi sabilillah. Enak Toh...!
Dari sini jelaslah dimana letak perbedaan pengelolaan dan pemanfaatan barang tambang yang dikelola melalui sistem ekonomi kapitalis dengan sistem Islam. Sistem Kapitalis hanya mencari keuntungan dan mengisap rakyatnya. Sedangkan dengan sistem Islam akan membawa keberkahan dan rahmat bagi seluruh alam. Wallahu ’alam bish showab.