Oleh : Dara Millati Hanifah, S.Pd (Pemerhati Pendidikan)
.
Meluasnya penyebaran covid 19 ini begitu pesat. Sekitar 1.424.140 kasus positif Covid-19. Sebanyak 301.738 orang dinyatakan sembuh, dan 81.889 meninggal dunia. Sedangkan di Indonesia 2.956 dinyatakan positif, 222 sembuh dan 240 meninggal dunia per 08 April. Tentu, dari data yang setiap hari bertambah ini otomotis Negara membutuhkan dana yang tak sedikit bahkan bisa triliunan lebih untuk menangani wabah covid 19. (Kompas.com 08/04/2020)
.
Wakil ketua policy center Haryadin, Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI), mengatakan pemerintah harus jujur terkait anggaran untuk covid 19 ini. Ia mencontohkan Amerika, Italia, Denmark dan negara-negara maju lainnya yang mengeluarkan dana hingga miliaran dolar AS untuk wabah ini. (Vivanews.com 28/03/20).
.
Ketua dewan pengurus LP3ES Didik J. Rachbini dan peneliti LP3ES Fachru Nofian mengatakan bahwa instrumen APBN untuk menangani virus covid 19 jangan main-main. Sejauh ini pemerintah tampak ragu dan maju mundur untuk mengalokasikan dana tersebut untuk menangani wabah ini. Mereka menilai alokasi dana selalu berubah itu menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah itu lemah. Padahal setiap hari korban meningkat baik yang positif, sembuh maupun meninggal dunia. (Detikfinance.com 29/03/20).
.
Plinplan nya pemerintah dalam mengambil keputusan membuat penanganan wabah ini menjadi terhambat. Bukankah jumlah korban wabah ini harusnya menurun, tapi mengapa jumlah korban di lapangan justru semakin meningkat. Ini tidak lain karena sistem yang digunakan negara ini (Indonesia) adalah sistem kapitalisme. Dimana Pemerintah menggunakan berbagai cara untuk menihilkan pengeluaran negara, salah satunya dengan menggencarkan donasi sosial dari masyarakat menengah ke atas. Baik yang mengatasnamakan organisasi kemasyarakatan, publik figur maupun dari pejabat daerah.
Semua itu adalah bentuk ketidaksiapan dan nihilnya keseriusan untuk menangani wabah penyakit. Selama masih ada pemimpin, harusnya negara yang wajib mengeluarkan dana untuk wabah ini. Bukan rakyat yang turun tangan.
.
Berbeda halnya di masa Khalifah Umar bin Khatab. Ketika negaranya sedang dilanda krisis ekonomi, sang Khalifah dengan rela merasakan apa yang dirasakan rakyatnya. Beliau hidup sederhana tanpa fasilitas mewah yang tersedia. Begitupun saat ibukota mengalami paceklik yang begitu hebat, Khalifah Umar bin Khatab dengan sigap memerintahkan wilayah yang subur untuk memberikan bantuan berupa bahan pangan dan kebutuhan pokok rakyat lainnya.
.
Begitulah seharusnya seorang pemimpin bersikap, ia harus sigap dan cepat mengambil keputusan agar kebutuhan rakyatnya terpenuhi. Tetapi itu tidak akan terjadi jika Negara ini masih menggunakan sistem kapitalisme. Sistem yang tidak memikirkan keadaan rakyatnya, dan hanya bisa menyengsarakan rakyat. Sebaliknya, ketika sistem Islam diterapkan, seorang pemimpin akan melakukan apapun untuk menyelamatkan nyawa rakyat dan sesegera mungkin menghilangkan wabah yang menerjang, tanpa memperhitungkan lagi untung dan rugi. Jaminan atas keselamatan dan kesehatan pun dipenuhi secara sempurna. Begitulah Daulah Khilafah ketika menghadapi wabah. Semoga Allah menyegerakan janji-Nya atas kemenangan Islam dan kembalinya Daulah Khilafah Islamiyah. Aamiin.
.
Wallahu 'alam bis shawab