Oleh: Nurati Azzahra
(Aktivis Dakwah)
Penanganan wabah virus Corona di Indonesia menemui titik krisis,publik masih diliputi kecemasan seiring kebijakan pemerintah yang belum menghasilkan pencegahan yang signifikan. Direktur eksekutif Indonesia Political Opinion(IPO)Dedi Kurnia Syah memberikan penilaian kepada presiden,presiden dianggap kebingungan dalam memahami situasi ,hal ini karena presiden terlanjur percaya dengan laporan menteri kesehatan Terawan yang menyatakan Indonesia bebas penyebaran wabah,tanpa adanya penyelidikan dari penasehat sains krediber penunjang.
Padahal dapat kita lihat wabah Corona telah memasuki kawasan daerah di Indonesia.Data terbaru menunjukkan adanya penambahan 81 orang terjangkit positif corona.Sehingga total nya sebanyak 450 orang terjangkit Corona,dan 38 orang meninggal dunia.Hal ini diungkapkan oleh juru bicara pemerintah untuk penanganan virus Corona,Achmad Yurianto,dalam konferensi pers di BNPB,Jakarta Timur, sabtu(21/3/2020). Bahkan saat ini jumlah terjangkit positif corona telah mencapai 1000 an orang lebih.
Harusnya selaku kepala negara,Jokowi harus meminta maaf kepada seluruh bangsa Indonesia karena selaku komandan satgas,dirinya telah gagal membendung masuknya Corona ke Indonesia dengan cepat dan tepat,dan pernyataan maaf ini juga harus mewakili Jokowi yang telah membiarkan masuknya imigran China di tengah pandemi covid 19 ini di bandara Haluoleo,sulawesi Tenggara tanpa adanya pengawasan yang penuh,serta tidak adanya perintah untuk lockdown dan memberantas penyebaran virus Corona ini.Menurutnya lockdown itu merupakan salah satu alternatif paling ekstrim.Oleh karena itu ia tidak akan menuju kesana karena masih ada alternatif-alternatif lain yang lebih rasional"ujarnya.Padahal ada 13 negara yang sudah menetapkan sistem lockdown secara penuh seperti China, Italia, Polandia, El Salvador, Irlandia, Spanyol, Denmark, Filipina, Lebanon, Prancis, Belgia, Selandia Baru, dan yang teranyar adalah Malaysia.
Presiden juga menyerahkan status darurat di daerahnya kepada kepala daerah masing-masing dan berkonsultasi bersama BNPB hal ini ia sampaikan di istana kepresidenan Bogor Jawa barat ,Minggu (15/1/2020).
PKS menilai Presiden seperti melepaskan tanggung jawab selaku kepala daerah.Mardani selaku ketua DPP PKS menilai ini tidak efektif bila dikembalikan ke daerah-daerah terkait status bencana karena dikhawatirkan berbeda pendapat. Harusnya Presiden selaku kepala negara juga ada mekanisme tanggap darurat(emergency response). Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana menjelaskan pihak yang menetapkan status keadaan darurat adalah pemerintah atas rekomendasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Berikut ini bunyi Pasal 1 Nomor 19, Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana: "Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi Badan yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana." Status darurat bencana nasional ditetapkan oleh presiden. Dalam konteks pandemi COVID-19 saat ini, maka yang berwenang menetapkan adalah Presiden Jokowi. Namun bila darurat bencana tidak sampai skala nasional, status darurat bencana ditetapkan oleh gubernur, bupati, atau wali kota.
Dalam hal ini dapat kita pahami bahwa pemerintah selaku kepala negara seperti berlepas tangan dan tidak bertanggung jawab penuh atas masalah covid 19 ini karena tugas telah diberikan kepada kepala daerahnya masing-masing untuk melakukan tugas yang seharusnya menjadi kewajibannya.Jokowi selaku kepala negara haruslah mengutamakan kesehatan rakyatnya,karena itu merupakan tugas utama kepala negara.Karena selaku kepala negara ia harus mengayomi,serta berfikir keras untuk memecahkan problematika rakyat,baik penyakit,ataupun ekonomi,ataupun kebutuhan rakyat lainnya.
Ini sangat berbeda dalam sistem Islam Khilafah.Ketika wabah smallpox melanda Khilafah uthmani di abad ke 19 menimbulkan kesadaran dikalangan penguasa tentang pentingnya vaksinasi smallpox(cacar).maka Sultan memerintahkan di tahun 1846 untuk penyediaan fasilitas kesehatan yang bertugas untuk melakukan vaksinasi terhadap seluruh anak-anak warga Muslim dan non-muslim dengan menyetir fatwa ulama tentang pencegahan penyakit dan bukti empiris yang menunjukkan proteksi dari kematian.Namun,wabah smallpox kembali terjadi di tahun 1859 akibatnya banyak orang tua yang tidak menginokulasi anak-anak mereka.Sultan menyatakan bahwa tindakan para orang tua yang lalai mengantar anak-anak nya ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan vaksinasi telah melanggar syariat dan hak anak,padahal Sultan telah menyiapkan banyak sekali fakses dan juga dokter dan profesional kesehatan lainnya(Dermirci T,2008).
Catatan sejarah ini menunjukkan bahwa Negara berperan penting untuk melindungi kesehatan warganya dari wabah penyakit. Dan di dalam Khilafah,14 Abad lalu Nabi sudah ajarkan Lockdown. Wabah pandemi belum terjadi di zaman Nabi, tetapi Nabi Muhammad shalla-Llahu 'alaihi wa sallama sudah mengajarkan, kalau itu terjadi, bagaimana umatnya menyikapi, Nabi bersabda
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلَا تَدْخُلُوهَا وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا مِنْهَا
Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu (HR. al-Bukhari)
Hadits ini menjelaskan larangan memasuki wilayah pandemi, agar tidak tertular. Begitu juga bagi yang sudah di dalam tidak boleh keluar, agar tidak menularkan kepada yang lain. Kecuali, keluar dari wilayah itu untuk berobat.
Ketika pandemi ini terjadi si zaman Khilafah 'Umar, saat itu wilayah pandeminya adalah Amawash, dekat Palestina, wilayah Syam. Umar ketika itu tiba di Saragh, tapi sahabat-sahabat yang dari wilayah Syam mengingatkan beliau untuk tidak ke sana
أَنَّ عُمَرَ خَرَجَ إِلَى الشَّامِ فَلَمَّا جَاءَ سَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّامِ فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ
Sesungguhnya Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilayah bernama Sargh. Saat itu Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengatakan pada Umar jika Nabi Muhammad SAW pernah berkata, "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR. Muslim)
Umar kemudian menugaskan Abu Musa al-Asy'ari agar menjadikan Saragh sebagai wilayah transit, untuk pengobatan, bagi korban pandemi yang terjadi di Amawasy. Termasuk Abu Ubaidah al-Jarrah, dan beberapa sahabat. Selain itu ada hadits lain yang memerintahkan lari dari wilayah pandemi, dan menjauhkan diri dari orang yang terkena pandemi. Semua ini adalah ikhtiar, terkait dengan halah (kondisi). Bukan sebab. Karena sebabnya adalah Allah.
Sebab itulah sistem Islam(Khilafah) dalam menghadapi wabah suatu penyakit lebih efektif cepat dan tanggap dalam menangani penduduknya,dan diwajibkan untuk berikhtiar dan memohon ampunan kepada Allah Subhanallah wata'ala.