Oleh : Anna Ummu Maryam
( Komunitas Peduli Masyarakat)
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah membebaskan 31.786 narapidanan (napi) dan anak melalui program asimilasi dan integrasi demi mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19 di lembaga permasyarakatan (lapas). Data tersebut dirilis per Minggu (5/4/2020), pukul 07.00 WIB.
"Total narapidana dan anak yang telah menjalani asimilasi di rumah dan Integrasi, PB, CB, CMB adalah sebanyak 31.786 orang," kata Plt Dirjen Permasyarakatan Nugroho dalam keterangan persnya, ( Liputan6.com, 5/4/2020)
Hingga Jumat (3/4) pagi, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) mengatakan sebanyak 22.158 narapidana dan anak di seluruh Indonesia telah dibebaskan lebih awal melalui skema asimilasi dan integrasi.
Hal ini dilakukan berdasarkan Permenkumham No.10 tahun 2020 dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK. 01.01.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak.
Aturan baru ini dikeluarkan dengan alasan untuk mencegah penyebaran virus corona, mengingat populasi penjara dan rutan di Indonesia yang terlalu padat. Jumlah napi dan anak yang akan dikeluarkan atau dibebaskan lebih awal adalah 30.000 orang ( BBCnews.Indonesia.com, 4/4/2020)
Solusi Ala Kapitalis Demokrasi
Pelaksanaan pembebasan bagi Narapidana mungkin sebagian menganggap hal ini adalah kabar baik. Namun sebelumnya tentu kita harus lebih cermat dan teliti melihat kebijakan ini. Mengapa demikian?. Karena segala sisi harus dikaji apalagi terkait pelaku kejahatan yang dikeluarkan sebelum batas waktu penahanannya dengan berbagai tindakan kejahatan yang dilakukan.
Karena bisa jadi ini juga menjadi masalah baru ditengah masyarakat terkait kejahatan yang akan muncul kembali setelah penangkapan karena telah terbukti melakukan kejahatan.
Yang pada faktanya penangkapan mereka adalah menghilangkan keresahan dan memberikan efek jera pada pelaku kejahatan agar menyadari kesalahan mereka.
Pemerintah melalui Kementerian yang dipimpin oleh Yasonna H. Laoly tengah menggalakkan program asimilasi dan integrasi guna mengantisipasi penularan virus corona (Covid-19) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) yang melebihi kapasitas
Dalam perkembangannya, Yasonna berencana merevisi PP tersebut, dengan menyebutkan beberapa kriteria yang mendapatkan kebebasan tersebut. Adapun kriterianya adalah sebagai berikut :
Kriteria pertama, terang dia, adalah narapidana kasus narkotika dengan syarat memiliki masa pidana 5 sampai 10 tahun yang sudah menjalani 2/3 masa tahanan.
Kriteria kedua, berlaku bagi narapidana kasus tindak pidana korupsi yang berusia 60 tahun ke atas dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan dan narapidananya ada sebanyak 300 orang.
Kriteria ketiga, yakni bagi narapidana tindak pidana khusus yang mengidap sakit kronis dan telah menjalani 2/3 masa tahanan.
Kriteria keempat, berlaku bagi narapidana WNA asing sebanyak 53 orang.
Dari kriteria diatas memungkinkan para koruptor dan pelaku kejatan berat lainnya pun ikut dibebaskan jika memenuhi kriteria. Sedangkan kita mengetahui betapa sulitnya menangkap para para penjahat misalnya seperti koruptor di negeri ini karena mereka mempunyai kolega yang banyak untuk menutupi kejahatan mereka.
Adapun alasan mengapa dilakukan pembebasan para tahanan adalah karena banyaknya pelaku kejahatan sedangkan lapas sudah tidak mampu menampung karena kelebihan kapasitas dirasa alasan yang kurang tepat.
Karena sudah sepantasnya pemerintah menyediakan tempat yang memadai untuk menangani pelaku kejahatan. Bukan membebaskan karena alasan melebihi kapasitas apalagi untuk menekan penyebaran Corona.
Karena yang dilakukan harusnya adalah menutup pengunjung yang berkunjung ke penjara agar para tahanan terbebas dari COVID-19 ini. Bahkan mengurangi aktivitas para tahanan diluar sel tahanan masing-masing.
Lain halnya dengan para tahanan yang ditahan karena fitnah dan tanpa bukti yang cukup melakukan kejahatan. Maka jika mereka diberikan kebebasan bersyarat tentu tidaklah salah. Namun jika pelaku kejahatan berat dan korupsi dan hal lain tentu ini patut untuk dipertimbangkan kembali.
Maka tentu hal ini harus difikirkan dan dipertimbangkan baik-baik. Rancunya kebijakan yang dikeluarkan tidak terlepas dari penerapan sistem kapitalis yang dianut yaitu sistem kapitalis demokrasi.
Dimana dalam sistem ini manfaat dan kepentingan adalah asas perbuatan. Maka setiap hal yang disimpulkan dalam menangani sebuah masalah adalah menurut manusia itu sendiri tanpa melibatkan agama sedikitpun. Sehingga sangat rentan dimasuki oleh kepentingan lain yang bermain dalam sebuah kebijakan.
Cara pandang yang rusak inilah yang menjadikan manusia selalu gagal dalam memberi solusi karena berdasarkan manfaat dan kepentingan semata. Maka wajar jika yang kita dapati bukan solusi, karena berasal dari pandangan dan sistem buatan manusia yang terbukti lemah dan terbatas.
Kembali Pada Solusi Islam
Islam adalah agama yang sempurna. Kesempurnaannya karena meliputi ibadah dan sistem yang mengatur manusia didalamnya.
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kusempurnakan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhoi Islam sebagai agama bagimu.” (QS : Al Maidah [5] : 3).
Islam telah menjelaskan bagaimana menyelesaikan sistem pada setiap kejahatan manusia. Bahkan sistem penuntasan kejahatan dalam Islam memiliki dua hal yang spesial yaitu sebagai penebus dosa manusia dan pelajaran bagi manusia.
Sehingga manusia dapat menghormati dan memahami arti sebuah kehidupan itu sendiri. Dan dapat menjauhkan manusia dari tabiat buruk yang dibenci oleh Allah SWT.
Tentu semua itu berawal dari pencerdasan akan iman Islam kaffah dan penjagaan negara terhadap sistem Islam dalam segala sisi oleh seluruh warga negaranya. Hal inilah yang diterapkan oleh Rasulullah semasa hidupnya hingga digantikan oleh para Khalifah sesudahnya. Maka wajar kita dapati, hanya ada 200 kasus kejahatan negara khilafah saat berdirinya.
Adapun penyelesaian wabah yang disertai virus adalah dengan tidak bercampur baur dengan orang yang sakit. Orang yang sakit akan dirawat dan dikarantina dengan fasilitas yang memadai dengan tidak ada pungutan sepeserpun pada rakyat.
Sedangkan masyarakat yang sehat dihimbau untuk tidak keluar dari wilayah mereka karena hal itu dapat mengkontaminasi wilayah lain yang tidak terdapat wabah. Dan negara dengan pelayanan terbaiknya akan ada bersama rakyat dalam menyelesaikan setiap masalah yang ada dengan sebaik mungkin.