Butuh Dana untuk Atasi Wabah? Islam Solusinya





Oleh: Meilyna Herawati, Ssi.



Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya dalam pencarian dana penanganan virus corona. Diantaranya berencana membuka rekening khusus untuk menampung donasi dari pelaku usaha guna membantu penanganan virus covid-19. Badan nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai gugus tugas yang akan mengelola rekening tersebut.
“Pemerintah sebetulnya siap untuk mendukung proses percepatan penanganan pendemik virus corona di dalam negeri. Namun opsi ini dibuka, untuk membantu meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)”, ujar mentri Keuangan, Sri Mulyani. (Merdeka.com, 25/03/2020).

Namun ketua Dewan Pengurus Lembaga Penelitian, Pendidikan dan penerangan Ekonomi dan Sosial(LP3ES) Didik J. Rachbini dan Peneliti LP3ES fachru Nofrian mengatakan APBN sangat penting untuk menangani dampak virus, sehingga pemerintah diminta jangan main-main dalam penggunaan APBN. Mereka menilai sejauh ini pemerintah terlihat ragu dan maju mundur dalam mengalokasikan dana APBN untuk menangani covet-19. Alokasi dana yang terus berubah mencerminkan kebijakan yang lemah dari pemerintah. (Detik fenansial.com, 29/03/2020).

Memang dibutuhkan dana yang cukup besar untuk mengatasi masalah ini. Mengingat imbas dari persoalan covid -19 ini tidak sekedar soal kesehatan, tetapi juga soal ekonomi dan kehidupan rakyat. Kebijakan pemerintah dengan diberlakukan physical distancing atau bahkan yang dipilih lockdwon tentunya tak lepas dari soalan dana.

Menurut wakil ketua Policy Center Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI) Harryadin Mahardika, harus lebih dari Rp 200 triliun untuk bisa menjamin alat medis seperti ventilator, Alat Pelindung Diri. Juga demi meningkatkan kualitas di Rumah Sakit dan ruangan sebagai tempat isolasi. Selanjutnya alokasi Bantuan Tunai kepada masyrarakat. Mengingat lebih dari 50 persen tenaga kerja Indonesia adalah pekerja harian. Kemudian pemberikan intensif  kepada UKM, terutama UKM yang juga pendananya bersumber dari berjualan seperti pedagang keliling, pedagang kaki lima yang terpaksa harus berhenti. 

Mahardika menambahkan untuk mengatasi pendanaan ini pemerintah bisa menggunakan dana segar, seperti menerbitkan surat utang negara atau SUN. Dalam keadaan yang darurat seperti ini, pemerintah bisa mengeluarkannya dan kemudian Bank Indonesia (BI) bisa membelinya. Menurutnya, tambahan anggaran yang bisa digunakan oleh pemerintah pusat adalah dari anggaran bendahara umum negara. Karena untuk penggunaan dana ini, presiden RI punya kewenangan penuh dalam mengalokasikannya karena kondisi darurat. Termasuk kondisi darurat terkait dengan wabah penyakit seperti ini. Dan tidak perlu prosedur penganggaran yang mengikat. (Vivanews.com, 28/03/2020).

Kebijakan Pemerintah Soal Sumber  Dana.

Kisruh di antara pembuat kebijakan tentang sumber dana untuk mengatasi wabah corona semakin memanas. Solusi-solusi yang bisa digunakan antar lain penggunaan  APBN, pengumpulan donasi mandiri dari rakyat, usulan pemangkasan gaji petinggi BUMN hingga solusi terakhir Utang Luar Negeri. Dilansir dari vivanews.com(4/4), Indonesia “mendadak” dapat pujian dari lembaga kreditur utama dunia, IMF. Hal ini menjadi dugaan kuat bahwa pemerintah mengambil jalan menambah Utang luar Negeri.
Ini terungkap dari briefing media, antara Direktur Jendral WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) Tendros Adhanom Ghebreyesus dengan derektur Pelaksanaan IMF, Kristalina Georgieva. (3/4/2020). Upaya Presiden Joko Widodo dalam tangani dampak ekonomi dan sosial covid-19 mendapatkan apresiasi dari direktur Pelaksana IMF.

Dalam rapat luar biasa antar Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral di seluruh dunia dikatakan bahwa IMF saat ini mempunyai dana sekitar 1,5 trillun dollar As untuk penangan virus corona. Sri Mulyani berharap, alokasi dana tersebut bisa digunakan untuk membantu pemecahan krisis bagi negara anggota IMF. (Kompas.com,24/3/2020). Ini menjadi indikasi awal bahwa menambah utang Luar Negeri telah menjadi pilihan pemimpin Indonesia dalam menangani dampak covid-19. 

Padahal sejumlah tokoh telah bersuara, agar tidak menambah utang kepada IMF/Bank Dunia dalam penangannanya. Diantaranya adalah pakar ekonomi Rizal Ramli dan sekjen MUI Anwar Abbas. Para pakar memberi masukan agar merealokasikan seluruh dan atau sebagian anggaran infrastruktur yang ada sekarang ini. Misalnya dengan mengalihkan sebagian dan atau seluruh anggaran pemindahan ibu kota negara, guna menolong ekonomi rakyat dan memulihkan perekonomian nasional.

Sungguh, realitas ini makin membuat rakyat sengsara. Alih-alih dapat membantu segala pemenuhan kebutuhan rakyatnya di tengah pendemi corona, para pejabat memilih menambah utang lagi ke IMF. Beban bunga Bank yang menggunung akan ditanggung hingga beberapa generasi mendatang.

Penanganan Wabah di Zaman Kekhilafahan.

Dalam sejarah, wabah penyakit menular pernah terjadi di masa Rasullullah Saw, yaitu wabah wahn. Penyakit ini menular dan mematikan karena belum diketahui obatnya. Dalam Islam, hubungan pemerintah dan rakyat adalah hubungan pengurusan dan tanggung jawab.
Khilafah bertanggung jawab penuh dalam urusan rakyat. Rasullulloh saw bersabda:  Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari dan Muslim). Dalam kondisi mewabah virus yang mematikan, tentu negara akan fokus dalam memberikan jaminan kesehatan rakyatnay dan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok tiap induvidu rakyatnya.
Salah satu upaya Rasulluhah adalah dengan menerapkan karantina atau isolasi terhadap penderita. Beliau bersabda "Janganlah kalian terus-menerus melihat orang yang mengindap penyakit kusta” (HR. Al-Bukhari).

Rasulloh Saw juga pernah memperintahkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di wilayah terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar dari wilayah tersebut.
Keteladanan kepemimpinan Rasullulloh saw terlihat ketika Umar bin Khathtab ra menjadi Khalifah atau Amirul Mukminim. Pada saat peristiwa krisis ekonomi yang dikenal dengan Tahun Kelabu Madinah, saat itu kondisi keuangan Baitul Mal tidak mencukupi penanggulangan krisis. Khalifah Umar segera mengirim surat kepada para Gubernurnya di berbagai daerah yang kaya untuk meminta bantuan. Seperti gubernur Mesir, Syam, Irak dan Persia. 

Dengan semangat ukhuwah Islamiyah dan manajemen pemerintahan yang rapi, serta saling menopang, semua gubernur memberikan bantuan dengan jumlah yang sangat banyak, bahkan berlebih. Sehingga kebutuhan dasar setiap individu selama krisis bisa terpenuhi. Khalifah Umar juga menghentikan pungutan kewajiaban zakat pada masa krisis. Umar kembali mengumpulkan zakat pada pasca krisis. Artinya, khalifah menilai itu sebagai utang bagi orang-orang yang mampu dan ketersediaaan dana di baitulmal pulih kembali. 

Inilah gambaran kesigapan khalifah sebagai pemerintah pusat dalam mengatasi sumber dana untuk keluar dari krisis. Dengan memobilitas bantuan dari wilayah-wilayah di bawah kekuasaannya bukan kemudian berhutang ke pihak lain. Khalifah Umar juga memberikan contoh berhemat dan bergaya hidup sederhana.

Karut marut kondisi yang dialami negara kita adalah bukti bahwa kita kehilangan sosok pemimpin yang meneladani Rasullulah dalam mengayomi dan mengurusi umat. Sosok pemimpin yang dengan tulus memenuhi kebutuhan rakyatnya sejatinya hanya lahir dalam peradapan Islam. Ketakwaanlah yang mampu membentuk pemimpin seperti Rasullullah saw dan para khalifah setelahnya. Kesempurnaan aturan Islam yang bersumber dari Alquran dan Sunah dalam mengatur politik dan ekonomi negara.

Menjadikan kholifah tidak sembarangan dalam mengambil keputusan, terutama dalam situasi extraordinary (kejadian luar biasa).
Wallahu a'lam bish-shawwab.


  

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak